Pemerintah Matangkan Wacana B100 dan E100
SETELAH sukses menerapkan kebijakan perluasan mandatori B20, pemerintah kini berencana menghadirkan bahan bakar alternatif lain yang lebih ramah lingkungan. Pilihan jatuh pada green diesel dan bioetanol, yakni jenis bahan bakar yang diproduksi dari sumber nabati seperti kelapa sawit. Penerapan kebijakan penggunaan bahan bakar baru dan terbarukan semacam itu praktis menjadi keharusan di tengah semakin berkurangnya bahan bakar berbasis fosil.
SETELAH sukses menerapkan kebijakan perluasan mandatori B20, pemerintah kini berencana menghadirkan bahan bakar alternatif lain yang lebih ramah lingkungan. Pilihan jatuh pada green diesel dan bioetanol, yakni jenis bahan bakar yang diproduksi dari sumber nabati seperti kelapa sawit. Penerapan kebijakan penggunaan bahan bakar baru dan terbarukan semacam itu praktis menjadi keharusan di tengah semakin berkurangnya bahan bakar berbasis fosil. Apalagi, manfaat yang dirasakan bagi perekonomian juga sangat besar, khususnya untuk menghemat devisa. Menteri ESDM Ignasius Jonan optimistis program mandatori B20 bisa berlanjut dan bahkan dikembangkan ke B100. `Ini green diesel jadinya, bisa untuk semua mesin,` kata Jonan sebagaimana dikutip CNBC Indonesia (23/10/2018). Menurut Jonan untuk green diesel, Pertamina akan mereformasi dua kilangnya yakni kilang Plaju dan Dumai untuk produksi B100. `Ini sedang dihitung mengolah diesel jadi green diesel, sementara hitungannya kira-kira setara Pertadex, mahal bisa Rp 10 ribu lebih, ini kita coba cari jalan,` jelasnya. Setelah sukses B100, Jonan berencana mengoptimalkan bioetanol. `Biodiesel kan buat solar atau gas oil, sedangkan bioetanol untuk gasoline. Saya inginnya itu bukan sekedar E5 tapi E100, tapi produsennya siap gak?` kata Jonan. ***