Target Rekomendasi Teknis Peremajaan Sawit Tahun Ini 45 Ribu Ha
KEMENTERIAN Pertanian (Kementan) menargetkan penerbitan rekomendasi teknis (Rekomtek) program peremajaan sawit rakyat (PSR) hingga akhir tahun 2018 mencapai luas 45.000 hektare. Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Bambang dalam Focus Group Discussion (FGD) yang bertema Menyongsong Peremajaan Sawit Rakyat 2019: Harapan dan Tantangan di Bandung, Jumat (07/12/2018). “Targetnya hingga akhir tahun ini bisa diterbitkan mencapai 45.000 ha,” ujar Bambang sebagaimana diberitakan Agrofarm. Menurutnya, untuk mempercepat pelaksanaan PSR, pemerintah sudah menyederhanakan syarat yang harus dipenuhi petani.
KEMENTERIAN Pertanian (Kementan) menargetkan penerbitan rekomendasi teknis (Rekomtek) program peremajaan sawit rakyat (PSR) hingga akhir tahun 2018 mencapai luas 45.000 hektare.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Bambang dalam Focus Group Discussion (FGD) yang bertema Menyongsong Peremajaan Sawit Rakyat 2019: Harapan dan Tantangan di Bandung, Jumat (07/12/2018). “Targetnya hingga akhir tahun ini bisa diterbitkan mencapai 45.000 ha,” ujar Bambang sebagaimana diberitakan Agrofarm.
Menurutnya, untuk mempercepat pelaksanaan PSR, pemerintah sudah menyederhanakan syarat yang harus dipenuhi petani. Data dan legalitas lahan petani masih menjadi kendala dalam melaksanakan program ini. Saat ini, dari 5,6 juta hektare lahan milik petani, sebanyak 2,4 juta hektare perlu diremajakan. Tahun 2018 pemerintah mencanangkan Program PSR seluas 185.000 hektare.
Hingga Desember dana yang telah disalurkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencapai Rp 360,45 miliar. Namun yang sudah dicairkan sebesarRp 86,65 Miliar. Dalam program ini, BDPKS menyalurkan dana sawit untuk replanting sebesar Rp25 juta per hektare.
Bambang menyebutkan potensi segera direplanting pada tahun 2018 sekitar 650.000 ha. Ini meliputi tanaman tua seluas 502.332 ha dan produktivitas rendah 128.508 ha. “Lahan-lahan tersebut merupakan perkebunan pola PIR Trans dan KPPA,” jelasnya.
Dia mengakui, kurangnya informasi dan menyakinkan petani ikut dalam program PSR itu tidak mudah. “Untuk itu, petani butuh penyuluhan dan pendampingan dalam mensukseskan program peremajaan sawit,” katanya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Riset Perkebunan Nusantara Teguh Wahyudi menyatakan, persoalan terkait status tata guna lahan (terutama lahan yang berada di kawasan hutan dan lahan gambut) dan status kepemilikan lahan (sertifikasi lahan) perlu dituntaskan.
“Hal ini sangat penting, karena kedua status lahan tersebut merupakan pintu masuk pertama yang akan menentukan apakah seorang petani memenuhi syarat atau tidak sebagai calon peserta program Peremajaan Sawit Rakyat,” ungkap Teguh.
Selain itu, katanya, strategi penumbuhkembangan kelembagaan ekonomi petani berupa koperasi juga penting, agar para petani dapat menyiapkan persyaratan peserta program PSR sejak awal sehingga di masa mendatang program PSR tidak lagi kekurangan jumlah calon petani dan calon lahan (CPCL).
“Koperasi yang sehat yang menjalankan system of governance (Good Corporate Governance/GCG) sangat diperlukan dalam meningkatkan partisipasi aktif para anggotanya dan membangun hubungan kemitraan antara petani dan perusahaan,” jelasnya.
Untuk itu, pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di setiap kabupaten dan propinsi menjadi salah satu solusi memperkuat implementasi tugas dan fungsi Tim Peremajaan Kelapa Sawit.
Adapun Pokja ini beranggotakan wakil seluruh instansi terkait program PSR di Kabupaten/ Propinsi dan pembentukannya ditetapkan oleh Bupati/Gubernur berdasarkan Keputusan Dirjen Perkebunan Nomor 155/Kpts/ KB.120/4/ 2018. *** (Agrofarm)