Indonesia-Uni Eropa akan Bentuk Tim Bersama Sawit
Indonesia dan Uni Eropa akan membentuk tim bersama untuk saling bertukar informasi mengenai sawit, menyusul keberatan Indonesia atas penerapan kebijakan yang diskriminatif. `Mulai sekarang sampai dengan tahun 2021 kita akan membentuk tim bersama dengan Uni Eropa,` ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution sebagaimana dilansir Antaranews, (2/5/2019). Darmin mengungkapkan pembentukan tim bersama itu berkaitan dengan janji Uni Eropa bahwa pada 2021 digelar kembali pembahasan terkait sawit. `Sementara itu kita tetap sepakat (dengan Uni Eropa) untuk membentuk tim bersama dalam rangka untuk komunikasi serta saling bertukar informasi,` katanya. Komisi Eropa melalui penerbitan Delegated Regulation yang merupakan turunan dari Renewable Energy Directive II (RED II), menempatkan kelapa sawit sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap perusakan hutan (deforestasi)/indirect land-use change (ILUC). Indonesia menganggap penetapan tersebut tidak berdasar karena ditetapkan secara sepihak, bertentangan dengan fakta yang ada, dan tanpa dilakukan impact analysis. Menurut Darmin, kalaupun Uni Eropa pada akhirnya memberlakukan aturan diskriminatif sebagaimana disebutkan dalam Delegated Regulation, bukan berarti sawit Indonesia tidak boleh masuk ke sana, sawit boleh masuk hanya tidak mendapatkan insentif. Sebelumnya Darmin mengatakan Uni Eropa menawarkan kepada Indonesia untuk membuat prosedur platform untuk pembahasan bersama dan saling berkunjung.
Indonesia dan Uni Eropa akan membentuk tim bersama untuk saling bertukar informasi mengenai sawit, menyusul keberatan Indonesia atas penerapan kebijakan yang diskriminatif. `Mulai sekarang sampai dengan tahun 2021 kita akan membentuk tim bersama dengan Uni Eropa,` ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution sebagaimana dilansir Antaranews, (2/5/2019). Darmin mengungkapkan pembentukan tim bersama itu berkaitan dengan janji Uni Eropa bahwa pada 2021 digelar kembali pembahasan terkait sawit. `Sementara itu kita tetap sepakat (dengan Uni Eropa) untuk membentuk tim bersama dalam rangka untuk komunikasi serta saling bertukar informasi,` katanya. Komisi Eropa melalui penerbitan Delegated Regulation yang merupakan turunan dari Renewable Energy Directive II (RED II), menempatkan kelapa sawit sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap perusakan hutan (deforestasi)/indirect land-use change (ILUC). Indonesia menganggap penetapan tersebut tidak berdasar karena ditetapkan secara sepihak, bertentangan dengan fakta yang ada, dan tanpa dilakukan impact analysis. Menurut Darmin, kalaupun Uni Eropa pada akhirnya memberlakukan aturan diskriminatif sebagaimana disebutkan dalam Delegated Regulation, bukan berarti sawit Indonesia tidak boleh masuk ke sana, sawit boleh masuk hanya tidak mendapatkan insentif. Sebelumnya Darmin mengatakan Uni Eropa menawarkan kepada Indonesia untuk membuat prosedur platform untuk pembahasan bersama dan saling berkunjung. Hal tersebut merupakan salah satu bagian dari hasil kunjungan delegasi joint mission negara-negara produsen sawit (CPOPC) ke markas Uni Eropa di Brussels, Belgia. Uni Eropa hanya menyarankan adanya usulan komunikasi baru bersama dan tidak ada perubahan regulasi dari ketetapan yang sudah dibuat sebelumnya. Usulan pembicaraan bersama ini diharapkan dapat mengubah hasil kajian terkait sawit dari sebelumnya berisiko tinggi menjadi bukan risiko tinggi paling cepat pada 2021. Indonesia saat ini sedang menunggu proposal lanjutan dari Uni Eropa. ***