Didukung BPDPKS, Peneliti UNS Kembangkan Gasifikasi Cangkang Sawit pada Produksi Campuran Aspal Panas

Peneliti LPPM Universitas Sebelas Maret (UNS) berhasil mengembangkan dan membuktikan kehandalan teknologi gasifikasi cangkang sawit pada proses produksi campuran aspal panas.

Didukung BPDPKS, Peneliti UNS Kembangkan Gasifikasi Cangkang Sawit pada Produksi Campuran Aspal Panas

JAKARTA--Percepatan program pembangunan infrastruktur jalan raya sebagai salah satu faktor penting pendukung pertumbuhan ekonomi berdampak langsung pada peningkatan permintaan campuran beraspal panas (hot-mixed asphalt) sebagai salah satu komponen utama konstruksi jalan raya. Produksi campuran beraspal panas di suatu industri Asphalt Mixing Plant (AMP) memerlukan energi untuk pemanasan agregat dan aspal sebelum proses pencampuran.

Sesuai Surat Edaran Dirjen Binamarga Kementerian PUPR No. 10/SE/M/2011, pemenuhan energi tersebut harus dipasok oleh panas hasil pembakaran BBM (solar), gas alam atau gas hasil gasifikasi batubara. Di sisi lain, Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menetapkan peningkatan peran energi baru dan terbarukan pada total konsumsi energi nasional.

Melalui pendanaan Grant Riset Sawit Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), peneliti LPPM Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Dr. Sunu H Pranolo, Dr. Joko Waluyo, Ir. Ary Setyawan, Ph.D., dan Dr. Prabang Setyono bersama dengan mitra fabrikator alat gasifikasi PT Bara Energi Biomas berhasil mengembangkan dan membuktikan kehandalan teknologi gasifikasi cangkang sawit hasil pengembangan ini untuk keperluan pemanasan agregat tanpa penurunan kualitas campuran beraspal panas maupun kualitas jalan raya hasil penggelaran dengan campuran beraspal panas tersebut. Kolaborasi Perguruan Tinggi, Pemerintah dan Industri pada kajian ini sebagai inisiasi menuju Inovasi Era Industri 4.0 di Indonesia.

Pemanfaatan cangkang sawit selain karena nilai kalor pembakarannya relatif tinggi (17 – 19 MJ/kg) dibanding biomassa lain, ketersediaannya juga cukup melimpah terutama di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan tempat pembangunan infrastruktur jalan raya dikembangkan secara masif.

Secara keseluruhan, Indonesia pernah sebagai penghasil minyak sawit mentah terbesar di dunia sehingga potensi timbulan limbah sawit juga melimpah. Produksi satu ton campuran beraspal panas memerlukan sekitar 30 – 40 kg cangkang sawit. Kajian dampak lingkungan dengan metode Life Cycle Analysis dalam penelitian ini juga berhasil menunjukkan bahwa penggunaan cangkang sawit (sebagai biomassa bersifat carbon-neutral) melalui teknologi gasifikasi mampu menurunkan sampai dengan 40% emisi CO2-ekuivalen bila dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar fosil lainnya.

Analisa keekonomian juga menunjukkan bahwa penggunaan teknologi ini mampu menekan biaya konsumsi bahan bakar sampai dengan 75%. Walaupun diperlukan instalasi awal alat gasifikasi beserta kelengkapannya, biaya penanganan cangkang sawit dan tambahan tenaga kerja operasi gasifikasi, total biaya produksi masih cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar minyak.

Manfaat dari hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai pertimbangan ilmiah pengesahan dan penerbitan kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terhadap penggunaan gas hasil gasifikasi cangkang sawit di samping bahan bakar fosil untuk sumber energi pemanas agregat pada proses produksi campuran beraspal panas.

Dampak penerapan kebijakan ini berpotensi pada penghematan anggaran infrastruktur atau dengan besaran anggaran sama akan lebih panjang jalan raya dapat dibangun dengan tetap memberikan keuntungan ekonomi pada industri campuran beraspal panas. Industri perkebunan kelapa sawit juga mendapat manfaat atas pengurangan timbulan limbah padat. ***