Tentang Program

Tentang Program

Ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar minyak (BBM) impor membuat ekonomi Indonesia rentan terpengaruh gejolak harga minyak. Ketika impor BBM terus meningkat, maka transaksi berjalan tertekan, cadangan devisa tergerus dan nilai tukar rupiah dalam kondisi rawan.

Untuk itu, pemerintah berupaya mencari alternatif bahan bakar pengganti BBM impor yang berbasis fosil. Salah satunya mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) berbasis sawit seperti biodiesel dan bahan bakar biohidrokarbon.

Selain pertimbangan pengurangan impor, pengembangan BBN berbasis sawit juga untuk menyediakan bahan bakar baru terbarukan yang lebih ramah lingkungan serta berpengaruh positif terhadap penyerapan produk sawit dan turunannya di dalam negeri.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020 – 2024, Pembangunan Energi Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit menjadi salah satu proyek strategis nasional. Penetapan Program Energi Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit ditujukan untuk mendukung peningkatan porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional menuju 23% pada tahun 2025.

Salah satu amanat Perpres No. 61/2015 jo. Perpres No.66/2018 adalah dana sawit digunakan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel. Dalam hal ini BPDPKS siap menjadi salah satu pelaksana dalam Proyek Strategis Nasional Pembangunan Energi Terbarukan Berbasis Kelapa Sawit yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam RPJMN 2020 – 2024. Kesiapan BPDPKS ini termasuk dalam hal dukungan pendanaan, fasilitasi, riset, serta advokasi dan sosialiasi kebijakan.

Program pengembangan dan penggunaan BBN yang telah berjalan adalah program mandatori biodiesel. Program ini mewajibkan pencampuran bahan bakar solar dengan biodiesel berbasis sawit. Program mandatori biodiesel mulai diimplementasikan pada 2008 dengan kadar campuran biodiesel sebesar 2,5%. Secara bertahap kadar biodiesel meningkat hingga 7,5% pada tahun 2010. Pada periode 2011 hingga 2015  persentase biodiesel ditingkatkan dari 10% menjadi 15%. Selanjutnya pada 2016 ditingkatkan kadar biodiesel hingga 20% (B20) dan pada 23 Desember 2019 Presiden Joko Widodo meresmikan penggunaan B30.  

Dukungan dan keterlibatan BPDPKS dalam program mandatori biodiesel termasuk penyediaan dana insentif biodiesel; dukungan pendanaan dan fasilitasi untuk akselerasi dari program B20 ke B30 baik dalam uji coba kendaraan, penyediaan call center, advokasi dan sosialisasi serta dukungan riset.

Dalam rangka mempersiapkan implementasi B40 dan campuran yang lebih tinggi, BPDPKS telah memberikan dukungan antara lain dengan memberikan pendanaan penelitian untuk Kajian Penerapan B-40 Melalui Uji Karakteristik, Penyimpanan, Unjuk Kerja dan Ketahanan Mesin Diesel Pada Engine Test Bench Serta Aspek Tekno Ekonomi yang dilakukan oleh Balitbang ESDM.

Program mandatori biodiesel berjalan baik antara lain didukung oleh insentif dari BPDPKS. Insentif ini bukan merupakan subsidi karena dana yang digunakan berasal dari dana sawit, bukan APBN. Insentif disalurkan untuk menutup selisih kurang antara harga indeks pasar (HIP) bahan bakar minyak jenis minyak solar dengan harga indeks pasar bahan bakar nabati jenis biodiesel.

Selisih kurang ini berlaku untuk semua jenis bahan bakar minyak jenis minyak solar. Besaran dana untuk kepentingan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel, diberikan kepada badan usaha bahan bakar nabati jenis biodiesel, setelah dilakukan verifikasi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.