Meningkatkan Efikasi Fungisida Organik Ganor Guna Melawan Penyakit Busuk Pangkal Batang
Penyakit busuk pangkal batang bisa menyebabkan kematian tanaman hingga 80?ri seluruh populasi kelapa sawit per unit area.

Penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh ganoderma boninense merupakan penyakit utama pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Penyakit yang tergolong kompleks ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi pelaku perkebunan kelapa sawit. Oleh karena itu, pengendalian penyakit BPB harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu.
Perlu diketahui, ganoderma boninense merupakan jamur dari famili ganodermataceae. Potagen soil bone ini memiliki dua peran yang saling bertentangan, yakni memiliki sifat parasitik sekaligus saprotifik tumbuhan. Sebagai parasit tumbuhan, ganoderma dapat menyebabkan busuk akar dan batang pada tanaman. Dalam kasus tanaman sawit, serangan jamur ini menyebabkan busuk akar dan batang sehingga membuat tanaman tersebut perlahan mati.
Mengutip Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan, Direktorat Jenderal Perkebunan, penyakit BPB telah menyebabkan kematian tanaman hingga 80% dari seluruh populasi kelapa sawit per unit area (Susanto et.al., 2013).
Adapun, gejala penyakit BPB akan terlihat pada 6-12 bulan setelah menginfeksi inangnya. Akan tetapi dalam perkembangannya, saat ini telah dipahami bahwa patogen ini juga menyerang tanaman pada saat perkecambahan, pembibitan, dan tanaman belum menghasilkan atau kurang dari satu tahun (Alviodinasyari et.al., 2015). Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas kelapa sawit per satuan luas.
Saat ini, diperlukan inovasi yang bukan hanya melindungi sawit, tetapi juga menjaga masa depan lingkungan secara berkelanjutan. Salah satu tindakan kuratif yang ramah lingkungan adalah dengan aplikasi fungisida organik yang memiliki efek destruktif terhadap ganoderma boninense (Ciptadi Achmad Yusup, SP, M.Si dan Tim Peneliti dalam penelitian berjudul Pengayaan Bahan Aktif Fungisida Organik Ganor untuk Meningkatkan Efikasinya terhadap Ganoderma dalam 8th Pekan Riset Sawit Indonesia/PERISAI yang didanai oleh BPDP pada tahun 2024 lalu).
Dalam penelitiannya, Ciptadi Achmad Yusup (2024) menemukan bahwa bahan aktif yang terpilih untuk memperkaya fungisida organik (FO) Ganor adalah polifenol atau bisa disebut dengan FO Ganor+. Penelitian ini dilakukan melalui serangkaian pengujian in vitro di laboratorium. Kemudian FO Ganor+ diuji secara in vivo pada bibitan kelapa sawit yang telah diinokulasikan G boninense.
Setelah 10 bulan, bibit kelapa sawit yang diuji dibelah pada bagian pangkal batangnya untuk mengamati tingkat pembusukan batang yang terjadi. Ternyata, aplikasi FO Ganor+ mampu menurunkan tingkat pembusukan pangkal batang bibit kelapa sawit dari 49,68% pada kontrol positif menjadi 21,69-26,11% pada perlakuan Ganor+ (Ciptadi Achmad Yusup, 2024).
FO Ganor+ yang dikombinasikan dengan polifenol tersebut selanjutnya diformulasi menjadi larutan stabil yang setelah melewati masa simpan selama satu tahun di dalam wadah tidak tembus cahaya dan pada suhu ruang tidak menunjukkan penurunan efektivitas dalam menghambat koloni G boninense secara in vitro.
Analisis kandungan FO Ganor+ yang sudah disimpan selama satu tahun tersebut tidak mengalami perubahan warna, kekentalan, bau, maupun kandungan dibandingkan dengan pada saat pertama kali diproduksi. Berdasarkan hasil pengujian in vivo pada bibitan, dilakukan optimasi formulasi FO Ganor+ dengan meningkatkan konsentrasi polifenol menjadi 2%. Formulasi ini memiliki aktivitas antifungal yang lebih baik dan digunakan pada pengujian lapangan.
Lebih lanjut Ciptadi Achmad Yusup (2024) menjelaskan, penelitian tahun kedua berfokus pada pengujian multilokasi FO Ganor+ di lapangan. Lokasi pengujian dilakukan di empat lokasi yang memiliki jenis lahan mineral, sub-optimal, dan gambut.
Lokasi tersebut berada di wilayah Jawa Barat yakni di Cimulang (lahan mineral) dan Cisalak Baru (lahan sub-optimal), dan di wilayah Sumatera Utara yakni di Gunung Bayu (lahan mineral) dan Labuhan Batu (lahan gambut). Terdapat lima perlakuan yang diujikan termasuk kontrol, FO Ganor lama, dan tiga konsentrasi FO Ganor+.
Selain itu perlakuan dikombinasikan dengan dua interval aplikasi, yakni sebulan sekali dan dua bulan sekali selama enam bulan. Hasil sementara aplikasi di lapangan menunjukkan bahwa hingga lima bulan setelah aplikasi (BSA) pertama, terdapat adanya tren penurunan gejala serangan penyakit BPB yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah daun tombak per tanaman di lokasi dengan jenis lahan mineral dan sub-optimal.
Informasi lain yang diperoleh bahwa aplikasi FO Ganor+ berpengaruh signifikan terhadap jumlah daun tombak per tanaman di seluruh lokasi pengujian. Interval aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tombak per tanaman. Aplikasi FO Ganor+ juga memengaruhi tubuh buah G boninense dengan menjadikan tubuh buah kering dan menghitam dalam waktu satu bulan. Pengamatan akan dilanjutkan hingga sembilan BSA atau tiga bulan setelah aplikasi terakhir.
Pengujian aktivitas enzim ligninolitik, yakni enzim lakase, mangan peroksidase (MnP), dan lignin peroksidase (LiP) dilakukan pada tiga, enam, dan sembilan BSA. Hasil pada tiga BSA menunjukkan bahwa jumlah enzim ligninolitik yang terdeteksi dari ekstrak jaringan pangkal batang tanaman yang diaplikasikan FO Ganor+ lebih rendah dibandingkan kontrol.
Rendahnya jumlah enzim ligninolitik ini diduga berkorelasi dengan penurunan aktivitas metabolisme G boninense. Meskipun demikian, masih terdapat faktor lain yang memengaruhi jumlah enzim ligninolitik seperti kondisi tanaman inang dan tingkat virulensi dari G boninense itu sendiri.