Penggunaan B40 pada Sektor Non-Otomotif Jadi Tonggak Strategis Transisi Energi Nasional
Implementasi B40 mampu menghemat devisa US$9 miliar per tahun serta meningkatkan konsumsi FAME domestik hingga 15 juta kiloliter pada 2025.

Sebagai bagian dari strategi besar dalam mendukung transisi energi bersih, pemerintah Indonesia sudah melakukan uji penggunaan bahan bakar B40 (40% minyak sawit dan 60% solar) untuk mesin diesel di sektor non-otomotif pada Maret 2024 lalu. Peningkatan persentase campuran biodiesel menjadi 40% tersebut membutuhkan kesiapan dari seluruh pemangku kepentingan.
Untuk sektor transportasi darat, saat ini telah dilakukan uji jalan (road test) B40 pada beberapa tipe dan merek kendaraan. Selain itu, B40 sudah diuji pada berbagai jenis mesin seperti traktor pertanian, alat berat tambang, kapal laut, lokomotif, hingga pembangkit listrik tenaga diesel (genset).
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari tahapan uji teknis pemanfaatan biodiesel yang telah dimulai sejak tahun 2018 lalu. Uji coba B40 untuk sektor non-otomotif merupakan bagian dari keberlanjutan inovasi bahan bakar terbarukan di Indonesia (Dr. Cahyo Setyo Wibowo dalam laporan Uji Penggunaan Bahan Bakar B40 untuk Mesin Diesel Sektor Non-Otomotif pada 8th Pekan Riset Sawit Indonesia/PERISAI tahun 2024 lalu).
Penelitian ini dikoordinasikan oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM dan didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). Adapun, tim pelaksana mencakup Balai Besar Pengujuan Minyak dan Gas Bumi (BBPMGB) Lemigas yang bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero), Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI), Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Mekanisasi Pertanian (BBPSI Mektan), PT Yanmar Diesel Indonesia, PT Yanmar Diesel Indonesia, PT Kubota Indonesia, PT Tri Ratna Diesel, PT Pamapersada Nusantara, PT Trakindo Utama, PT Komatsu Indonesia, PT Altrak 1978, PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT PLN (Persero).
Pengujian dilakukan secara menyeluruh untuk memastikan kesesuaian teknis dan keamanan operasional B40 dalam berbagai kondisi lapangan. Untuk diketahui, aspek yang diuji mencakup performa mesin, cold startability (daya nyala pada suhu rendah), kompatibilitas material, ketahanan penyimpanan hingga enam bulan, serta potensi penyumbatan filter (filter clogging) yang dapat berdampak pada sistem injeksi bahan bakar.
Data yang diperoleh akan disusun dalam instruksi kerja teknis penanganan dan penyimpanan bahan bakar B40 serta rekomendasi teknis terkait penerapan B40 pada masing-masing sektor non-otomotif bagi para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan terkait kebijakan B40.
Sektor yang menjadi fokus pada uji penggunaan B40 ini adalah sektor non-otomotif meliputi:
1. Sektor Alat Mesin Pertanian (Alsintan): merit rating komponen mesin diesel penggerak traktor dan pompa air; uji kinerja terbatas pada engine test bench; uji performance dan uji lapang traktor roda dua dan traktor roda empat; uji cold startability mesin diesel penggerak traktor;
2. Sektor Alat Berat Pertambangan: uji kinerja terbatas; uji stabilitas penyimpanan bahan bakar; uji kompatibilitas material; uji filter clogging test rig;
3. Sektor Angkutan Laut: filter clogging test rig;
4. Sektor Kereta Api: uji kinerja terbatas secara statis dan uji ketahanan mesin genset secara dinamis dengan rute Jakarta-Yogyakarta; pengujian pada lokomotif pada rangkaian kereta api barang dengan rute Jakarta-Surabaya;
5. Sektor Pembangkit: uji kinerja terbatas; uji startability genset gedung.
Cahyo (2024) menjelaskan bahwa setiap sektor memiliki pengujian spesifik. Misalnya, sektor alsintan diuji melalui cold startability selama enam bulan dan pengoperasian mesin selama 1.000 jam, sementara pada sektor kereta api dilakukan merit rating komponen serta uji operasional lokomotif dengan rute Yogyakarta–Pasar Senen selama 1.200 jam.
Pelaksanaan kegiatan ini melibatkan seluruh stakeholder dari instansi pemerintah, industri, akademisi, praktisi, maupun asosiasi. Pendekatan kolaboratif ini mencakup penyusunan instruksi kerja teknis secara sektoral untuk menjamin standardisasi dan efisiensi pengujian.
Mengutip dari laporan S&P Global Commodity Insights, implementasi B40 secara nasional diperkirakan mampu menghemat devisa hingga US$9 miliar per tahun serta meningkatkan konsumsi FAME domestik hingga 15 juta kiloliter pada tahun 2025. Efek domino ekonomi juga diharapkan bisa dirasakan oleh petani sawit melalui stabilitas harga tandan buah segar (TBS) yang akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan (Cahyo, 2024).
Dari sisi lingkungan, penggunaan B40 dapat menurunkan emisi karbondioksida sebesar 41-42 juta ton per tahun, setara dengan emisi dari jutaan kendaraan bermotor. Meski demikian, tantangan utama masih terletak pada keberlanjutan pembiayaan program.
Dengan kebutuhan mencapai Rp47 triliun, sementara pungutan ekspor sawit belum mencukupi, pemerintah tengah mengkaji opsi fiskal seperti peningkatan pungutan dan skema pembiayaan alternatif (Cahyo, 2024).
Uji B40 sektor non-otomotif ini akan menjadi fondasi penting menuju pengembangan B50 pada tahun 2026 dan pengujian bioavtur 3% untuk sektor penerbangan pada tahun 2027 mendatang.
Melalui pendekatan ilmiah, kolaboratif, dan berkelanjutan, Indonesia menapaki jalur transisi energi yang menjanjikan efisiensi, kemandirian energi, dan kontribusi besar dalam pengendalian perubahan iklim global (Cahyo, 2024).