Uni Eropa Apresiasi Penerapan ISPO
SEBANYAK delapan negara anggota Uni Eropa (UE) terjun ke lapangan untuk melihat langsung penerapan tata kelola kelapa sawit berdasarkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Kunjungan ke perkebunan sawit anggota ISPO di Riau pada 8-9 Mei 2019 itu dilakukan oleh Kedutaan Besar anggota UE, yakni dari Belgia, Spanyol, Filandia, Irlandia, Swedia, Hongaria, Belanda dan Inggris serta perwakilan Food and Agriculture Organization (FAO). Hal tersebut diungkapkan Kepala Sekretariat Komisi ISPO Azis Hidayat sebagaimana diberitakan Bisnis.com, (10/5/2019).
SEBANYAK delapan negara anggota Uni Eropa (UE) terjun ke lapangan untuk melihat langsung penerapan tata kelola kelapa sawit berdasarkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Kunjungan ke perkebunan sawit anggota ISPO di Riau pada 8-9 Mei 2019 itu dilakukan oleh Kedutaan Besar anggota UE, yakni dari Belgia, Spanyol, Filandia, Irlandia, Swedia, Hongaria, Belanda dan Inggris serta perwakilan Food and Agriculture Organization (FAO). Hal tersebut diungkapkan Kepala Sekretariat Komisi ISPO Azis Hidayat sebagaimana diberitakan Bisnis.com, (10/5/2019). “Dalam kunjungan itu, UE aktif berdialog dengan para pemangku kepentingan sawit mulai dari pemerintah, pelaku usaha dan petani. Dalam dialog dengan para petani, UE mulai memahami bahwa ISPO merupakan bagian penting dari komitmen Indonesia yang mampu meningkatkan produksi TBS hingga 50%, memperbaiki kualitas serta mendorong kenaikan harga jual. Mereka sangat mengapresiasi hal tersebut,” kata Azis. Menurutnya, para perwakilan UE memuji petani anggota ISPO yang memiliki pengetahuan teknis yang baik dalam pengelolaan sawit yang produktif dan berkelanjutan. Mereka juga mendorong agar petani lebih banyak dilibatkan dalam skema ISPO mengingat sawit merupakan bagian penting dalam perekonomian Indonesia. Dari kunjungan itu, UE semakin memahami bahwa Pemerintah Indonesia menerapkan prinsip transparansi dan komitmen kuat dalam menerapkan pengelolaan berkelanjutan. Apalagi, UE baru mengetahui bahwa ISPO memiliki standar di atas rata-rata kriteria yang dipersyarakatkan lembaga sertifikasi internasional. “ISPO tidak hanya mensyaratkan No Deforestation, No Peat, dan No Exploitation (NDPE). Ada kriteria tambahan seperti tanggung jawab sosial dan pemberdayaan masyarakat, serta memikirkan peningkatan usaha secara berkelanjutan. Semuanya ada tujuh prinsip yang harus diikuti sebelum diterima sebagai anggota ISPO,” tegas Aziz. Selain itu menurutnya produksi minyak sawit dengan skema ISPO mempunyai peran besar untuk mengurangi deforestasi dan memperbaiki kondisi lingkungan. Sebab, ISPO melarang dengan tegas penanaman sawit di kawasan hutan primer dan taman nasional. “Kami hanya mensertifikasi perkebunan sawit di area yang clean and clear serta legal seperti Area Peruntukkan lain (APL).” Azis juga memastikan semua sistem sertifikasi ISPO telah mengacu pada standar internasional dan penilaian kesesuaian Komite Akreditasi Nasional (KAN). Saat ini, terdapat 15 lembaga sertifikasi ISPO, dan sebanyak tujuh di antaranya berasal dari luar negeri yaitu Jerman, Inggris, Italia, Perancis, Swiss, dan Australia yang diperkuat 1.559 auditor ISPO. ***