Manfaat Program Mandatori Biodiesel bagi Pendapatan Rumah Tangga
Pengembangan program biodiesel sawit berdampak positif terhadap pembangunan wilayah pedesaan di Indonesia.
Selain bertujuan untuk memitigasi perubahan iklim global dan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, pengembangan biodiesel sawit di Indonesia juga diarahkan sebagai instrumen kebijakan dalam tata kelola perdagangan minyak sawit dunia.
Biodiesel sawit merupakan bagian dari strategi hilirisasi yang mampu menjaga keseimbangan permintaan minyak sawit global melalui pengendalian stok sehingga harga minyak sawit internasional tetap relatif stabil. Stabilitas harga tersebut selanjutnya ditransmisikan pada harga tandan buah segar (TBS) yang diterima petani sawit (PASPI Monitor, 2021; 2023a).
PASPI Monitor (2023) dalam jurnal berjudul Dampak Mandatori Biodiesel terhadap Perekonomian Daerah dan Pendapatan Rumah Tangga mengatakan bahwa pengembangan biodiesel sawit di Indonesia memiliki tujuan untuk mendorong pembangunan wilayah pedesaan melalui perluasan pasar domestik minyak sawit yang berdampak pada peningkatan permintaan.
Berdasarkan teori ekonomi, peningkatan permintaan akan mendorong kenaikan harga komoditas terkait. Dengan demikian, peningkatan harga minyak sawit dan TBS sebagai bahan baku biodiesel akan meningkatkan pendapatan pelaku usaha perkebunan sawit, termasuk petani (Joni et al., 2012; Nuva et al., 2019; Murta et al., 2020; Wang, 2022).
Kenaikan pendapatan yang diterima oleh petani maupun pekerja pada sektor perkebunan sawit menciptakan efek pengganda (multiplier effect) berupa peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan di sekitar kawasan perkebunan (PASPI, 2014; 2022; 2023; Rifin, 2011; Gatto et al., 2017; Edwards, 2019).
Dengan demikian, peningkatan kesejahteraan petani sawit dan rumah tangganya sebagai dampak pengembangan biodiesel turut berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih luas (Joni et al., 2012; Dharmawan et al., 2016; Renzaho et al., 2017; Singagerda et al., 2018; Nuva et al., 2019; Yasinta dan Karuniasa, 2021; PASPI Monitor, 2021; PASPI, 2023b; Wang, 2022).
Sahara et al. (2022) secara khusus meneliti dampak kebijakan mandatori biodiesel terhadap pendapatan rumah tangga di wilayah pedesaan dan perkotaan. Studi tersebut membagi rumah tangga menjadi lima kelompok di pedesaan dan tiga kelompok di perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan mandatori biodiesel berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan pada seluruh kelompok rumah tangga tersebut.
Pendapatan terbesar dinikmati oleh rumah tangga pekerja sektor perkebunan sawit di wilayah pedesaan. Namun, kelompok rumah tangga pedesaan lainnya juga ikut merasakan manfaat peningkatan pendapatan, termasuk rumah tangga pemilik usaha perkebunan sawit, rumah tangga nonpelaku usaha sawit yang memiliki keterkaitan dengan aktivitas pertanian, serta kelompok rumah tangga lainnya. Selain itu, peningkatan pendapatan dirasakan oleh rumah tangga nonpertanian di wilayah perkotaan, baik pada kelompok ekonomi berpendapatan rendah maupun tinggi.
Hasil empiris tersebut membuktikan bahwa pengembangan biodiesel sawit yang ditopang oleh kebijakan mandatori memberikan dampak inklusif terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga, baik di wilayah perkebunan sawit maupun non-perkebunan sawit di pedesaan, serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat perkotaan.
Kondisi tersebut membuktikan bahwa rantai ekonomi kelapa sawit termasuk industri biodiesel mampu mengintegrasikan aktivitas ekonomi sektor pedesaan dengan sektor perkotaan sehingga mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta mengurangi kesenjangan ekonomi antara wilayah rural dan urban (PASPI Monitor, 2023c).
Pengembangan biodiesel berbasis kelapa sawit yang didukung oleh kebijakan mandatori merupakan bentuk komitmen pemerintah Indonesia untuk memitigasi perubahan iklim global serta mencapai target emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) pada tahun 2060 mendatang, menurunkan ketergantungan terhadap solar fosil impor, mendorong pembangunan ekonomi daerah, serta meningkatkan tata kelola minyak sawit global.
PASPI Monitor (2023) mencatat, pengembangan biodiesel sawit telah dimulai di Indonesia sejak tahun 2004-2007 silam. Akan tetapi, pada fase tersebut pengembangan biodiesel sawit lebih berfokus pada membangun ekosistem rencana pencampuran biofuel dengan minyak fosil secara sukarela. Implementasi kebijakan mandatori biodiesel baru mulai pada tahun 2009 dengan tingkat pencampuran (blending rate) biodiesel sawit sebesar satu persen dengan 99 persen solar fosil (B1) dan hanya berlaku pada sektor public service obligation (PSO).
Pada tahun 2015 implementasi mandatori biodiesel dimulai dengan B15 yang diterapkan pada sektor PSO. Kemudian pada tahun 2018 kebijakan tersebut ditingkatkan menjadi B20 untuk seluruh sektor (PSO dan non-PSO). Selanjutnya, peningkatan kembali dilakukan hingga mencapai level B30 pada tahun 2020, B35 pada tahun 2023, dan B40 pada tahun 2024 (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023c; 2024c). Ke depan Indonesia akan menerapkan mandatori B50 pada tahun 2026 mendatang (PASPI Monitor, 2025b).

































