Peran Kunci Minyak Sawit sebagai Pilar Pangan Global

Minyak sawit memiliki peran yang sangat penting dan signifikan di tingkat internasional.

Peran Kunci Minyak Sawit sebagai Pilar Pangan Global

Setiap negara atau kawasan memiliki pola konsumsi minyak nabati yang berakar pada sejarah, preferensi, serta ketersediaan sumber minyak nabati. Pada tingkat internasional, keberagaman jenis minyak nabati menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ketahanan pangan global.

Dalam sejarahnya, konsumsi minyak nabati utama dunia telah mengalami perubahan yang signifikan. Pangsa minyak sawit dalam konsumsi minyak nabati global terus meningkat dan semakin mendominasi dari tahun ke tahun. Minyak sawit merupakan salah satu bahan pangan sumber energi dan lemak yang telah dikonsumsi sepanjang peradaban manusia. Peran sebagai penyedia bahan pangan merupakan peran utama dan tertua dari industri minyak sawit (PASPI, 2021).

Tungkot Sipayung (2023) dalam buku berjudul Mitos vs Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global Edisi Keempat mengatakan bahwa minyak sawit memiliki peran yang sangat penting dan signifikan di tingkat internasional. Minyak sawit dikonsumsi pada hampir semua negara dunia baik sebagai bahan pangan (food use) maupun untuk industri (industrial use).

Sipayung (2023) menjelaskan bahwa pada tahun 1965 minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi adalah minyak kedelai sebesar 61 persen, diikuti minyak rapeseed 23 persen, minyak sawit 16 persen, dan minyak bunga matahari satu persen. Seiring peningkatan ketersediaan minyak sawit di pasar internasional ditambah harga yang relatif lebih rendah serta aplikasi yang luas maka pangsa penggunaan minyak sawit terus mengalami pertumbuhan pesat.

Dominasi minyak kedelai dalam struktur konsumsi empat minyak nabati utama dunia kemudian bergeser. Pada tahun 2021 minyak sawit menempati posisi pertama dengan pangsa 40 persen disusul oleh minyak kedelai (33 persen), minyak rapeseed (17 persen), dan minyak bunga matahari (11 persen).

Peningkatan pangsa konsumsi minyak sawit juga tampak di berbagai negara atau kawasan utama dunia seperti India, China, Afrika, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Di Uni Eropa minyak rapeseed dan minyak bunga matahari sempat mendominasi konsumsi. Akan tetapi, sepanjang periode tahun 2000-2021 pangsa konsumsi minyak sawit meningkat dari 24 persen menjadi 29 persen (USDA, 2022).

Di Amerika Serikat minyak kedelai tetap menjadi minyak nabati utama, tetapi penggunaan minyak sawit turut mengalami kenaikan dari tiga persen menjadi 10 persen selama periode tahun 1980-2021 (USDA, 2022).

Di China pola konsumsi minyak nabati pada tahun 1965 didominasi minyak rapeseed (68 persen), diikuti minyak kedelai (24 persen), dan minyak sawit (sembilan persen). Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi, pangsa konsumsi minyak sawit terus meningkat hingga mencapai 19 persen pada tahun 2021 (USDA, 2022).

Berbeda dengan negara-negara sebelumnya, pola konsumsi minyak nabati di India pada tahun 1980 relatif berimbang antara minyak rapeseed (39 persen), minyak kedelai (37 persen), dan minyak sawit (23 persen). Pertumbuhan penduduk serta perkembangan ekonomi India mendorong peningkatan pesat pangsa konsumsi minyak sawit hingga mendominasi konsumsi minyak nabati negara tersebut. Pangsa minyak sawit naik dari 37 persen pada tahun 1980 menjadi 44 persen pada tahun 2021 (USDA, 2022).

Berdasarkan data USDA (2020) yang diolah oleh PASPI diketahui bahwa konsumsi minyak sawit per kapita sebagai food use mengalami pertumbuhan setiap tahun dari sekitar 2,2 kg/kapita pada periode tahun 1991-2000 menjadi 2,8 kg/kapita pada periode 2001-2011 (Kojima et.al., 2016). Konsumsi minyak nabati (food use) dunia pada tahun 2019 mencapai 18 kg/kapita dan sekitar 30 persen minyak nabati yang dikonsumsi adalah minyak sawit (FAO-OECD, 2020).

Sipayung (2023) menegaskan bahwa pergeseran pola konsumsi minyak nabati dunia menuju peningkatan porsi minyak sawit merupakan pilihan yang realistis mengingat produktivitas minyak sawit yang jauh lebih tinggi sehingga lebih berkelanjutan.