Lima Keunggulan Biomassa Kelapa Sawit
Biomassa berbasis kelapa sawit sebagai bahan baku industri hilir memiliki berbagai macam keunggulan utama.
Indonesia tidak hanya merupakan negara dengan perkebunan kelapa sawit terluas di dunia, tetapi juga menjadi produsen minyak sawit dan biomassa kelapa sawit (oil palm biomass) terbesar secara global.
Perkebunan kelapa sawit menghasilkan berbagai jenis biomassa, antara lain tandan kosong (empty fruit bunch), cangkang dan serat buah (oil palm fibre and shell), batang kelapa sawit (oil palm trunk), serta pelepah kelapa sawit (oil palm fronds).
Setiap satu hektare perkebunan kelapa sawit dapat menghasilkan sekitar 16 ton biomassa dalam bentuk bahan kering per tahun (Foo-Yuen Ng et al., 2011). Dengan total luas perkebunan sawit Indonesia pada tahun 2025 mencapai 16,8 juta hektare maka potensi produksi biomassa dari perkebunan sawit Indonesia diperkirakan mencapai 261,7 juta ton bahan kering per tahun. Secara volume, jumlah biomassa tersebut mencapai sekitar tiga kali lipat dari produksi minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebagai produk utama.
Biomassa kelapa sawit tersebut dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai tambah tinggi. Melalui penerapan teknologi thermochemical, biological, chemical, physical conversion atau kombinasi metode tersebut, biomassa dapat dikonversi menjadi produk hilir bernilai tinggi seperti bioenergi, biomaterial, biochemical, biofertilizer, biocoal, biopellet, biochar, bioplastik, hingga berbagai produk ramah lingkungan lain (Naik et al., 2010; Thomas et al., 2021; Nabila et al., 2023; Singh et al., 2025).
PASPI Monitor (2025) dalam jurnal berjudul Keunggulan dan Inovasi Pemanfaatan Biomassa Sawit: Mengubah “Limbah” Menjadi “Emas” mengatakan bahwa biomassa kelapa sawit sebagai bahan baku industri hilir memiliki lima keunggulan utama, yaitu (1) merupakan produk gabungan atau joint product, (2) tersedia sepanjang tahun dalam jumlah besar dan terkonsentrasi, (3) berbiaya rendah, (4) rendah emisi karbon, serta (5) tidak menimbulkan pertukaran pangan-bahan bakar atau food-fuel trade-off. Berikut ini ulasan tentang kelima keunggulan biomassa sawit tersebut.
Joint Product. Secara ekonomi, biomassa kelapa sawit merupakan joint product dari produksi utama perkebunan yaitu minyak sawit (crude palm oil/CPO dan crude palm kernel oil/CPKO). Secara umum, produksi biomassa mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan produksi minyak sawit. Bahkan, pada fase tanaman belum menghasilkan (TBM) yang mana produksi minyak sawit belum terbentuk maka biomassa tetap tersedia meskipun dalam jumlah terbatas.
Tersedia Sepanjang Tahun. Biomassa sawit tersedia sepanjang tahun dalam jumlah besar dan terkonsentrasi. Dengan usia produktif perkebunan kelapa sawit mencapai 25–30 tahun, biomassa dapat diproduksi secara berkelanjutan. Selama proses fotosintesis berlangsung maka biomassa akan tetap terbentuk.
Kondisi tersebut berbeda dengan tanaman penghasil minyak nabati lain yang bersifat musiman seperti kedelai, rapeseed, dan bunga matahari. Selain itu, biomassa sawit biasanya terkonsentrasi di sekitar pabrik kelapa sawit (PKS) sehingga biaya logistik dan pengumpulan relatif lebih efisien.
Berbiaya Rendah. Biaya produksi biomassa berbasis kelapa sawit relatif rendah. Karena biomassa dihasilkan sebagai produk sampingan (by-product) atau produk gabungan (joint product) dari produksi minyak sawit maka sebagian besar biaya produksi telah terinternalisasi dalam biaya pengolahan minyak sawit. Biaya tambahan yang diperlukan umumnya hanya berupa biaya pengumpulan (collecting cost).
Rendah Emisi Karbon. Dari sisi lingkungan, biomassa kelapa sawit berperan sebagai penyerap karbon (carbon sink). Jumlah karbon yang diserap melalui fotosintesis lebih besar apabila dibandingkan dengan emisi karbon yang dihasilkan dari respirasi biomassa tersebut (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2023b; 2024).
Berdasarkan life cycle analysis (LCA), emisi karbon biomassa dianggap nol karena telah diperhitungkan dalam jejak karbon industri minyak sawit. Dengan demikian, secara neto biomassa sawit berfungsi sebagai carbon sink atau carbon sequestration.
Tidak Menimbulkan Food-fuel Trade-off. Pemanfaatan biomassa berbasis kelapa sawit sebagai bahan baku bioenergi generasi kedua (second-generation bioenergy) tidak menimbulkan food-fuel trade-off. Hal tersebut berbeda dengan pemanfaatan minyak sawit untuk bioenergi generasi pertama (PASPI Monitor, 2021; 2023a; 2025).
Kebijakan Renewable Energy Directives (RED) Uni Eropa maupun Renewable Fuel Standard (RFS) Amerika Serikat mendorong penggunaan biofuel generasi kedua seperti biomassa kelapa sawit sebagai sumber energi yang dinilai paling berkelanjutan (Naik et al., 2010).

































