Kenaikan Harga Minyak Sawit Tahan Penurunan Ekspor November
Kembali, industri kelapa sawit membuktikan statusnya sebagai komoditas strategis Indonesia. Ini terbukti dari sodoran data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
JAKARTA--Kembali, industri kelapa sawit membuktikan statusnya sebagai komoditas strategis Indonesia. Ini terbukti dari sodoran data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
Dalam rilis yang dikeluarkan Senin (17/12/2019), BPS mencatat Industri non migas dan produk turunannya ini, bersama karet, coklat (kakao), dan alumunium, tercatat mengalami kenaikan harga, sehingga menjadi penopang utama devisa. Beberapa komoditas diatas sukses mengerem penurunan ekspor yang terjadi pada November 2019.
Lembaga data resmi milik pemerintah ini menyebut, pada bulan November 2019, kenaikan harga minyak kelapa sawit atau CPO di pasar Internasional menjadi salah satu faktor yang berhasil menahan laju penurunan nilai ekspor Indonesia.
Harga minyak kernel sawit mengalami kenaikan 27,27% dari US$594/MT (Metric Ton) menjadi US$756/MT; harga minyak kelapa sawit naik 15,57% dari US$591/MT menjadi US$683/MT; harga karet (RSS/ribbed smoked sheet) naik 7,69% dari US$1,43/kg menjadi US$1,54/kg; kakao naik 3,28% dari US$2,24/kg menjadi US$2,52/kg; dan aluminium naik 2,84% dari US$1.726/MT menjadi US$1.775/MT.
Secara keseluruhan, data BPS mengungkapkan ekspor Indonesia pada November 2019 tercatat sebesar US$14,01 miliar atau turun 6,17 persen dibanding bulan sebelumnya. Jumlah ini juga turun 5,67 persen dibanding bulan yang sama pada tahun lalu.
Sebaliknya, nilai ekspor minyak kelapa sawit meningkat dari US$1,33 miliar pada Oktober menjadi US$1,45 miliar pada November. Adapun volume ekspor naik dari 2,53 juta ton pada Oktober menjadi 2,66 juta ton pada November.
"Kenaikan harga atau penurunan harga pada beberapa komoditas itu tentunya akan berpengaruh kepada ketahanan ekspor dan impor kita," ujar Kepala BPS, Suharyanto saat mengumumkan data tersebut. (Sumber: Gatra.Com)