Industri Energi Diprediksi Bakal Menyerap Lebih Banyak CPO
Dalam lima tahun ke depan, pemanfaatan Crude Palm Oil (CPO) diprediksi bakal mengalami pergeseran, lebih banyak diserap industri biohidrokarbon.
JAKARTA—Dalam lima tahun ke depan, pemanfaatan Crude Palm Oil (CPO) diprediksi bakal mengalami pergeseran, lebih banyak diserap industri biohidrokarbon. Sebelumnya, CPO untuk industri lebih banyak diserap oleh sektor oleopangan dan oleokimia.
Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati (GIMNI), Sahat Sinaga memprediksi industri energi, emulsifier, dan pelumas bakal menggeser dominasi oleopapngan dan oleokimia. Menurut catatan GIMNI, industri biohidrokarbon akan menyerap hingga 40% dari total produksi CPO nasional. Adapun, pabrikan emulsifier dan pelumas menyerap 15%-20%.
Sementara itu, industri oleopangan domestik tetap akan mempertahankan posisi serapan di level 30%. Sementara industri oleokimia belum berubah banyak atau di sekitar 10%-15%. "Pergeseran hilirisasi tersebut disebabkan oleh nilai tambah bahan baku biohidrokarbon, pelumas, dan emulsifier lebih menarik daripada produk tradisional," kata Sahat.
Menurutnya, pengubahan CPO menjadi Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) atau oleopangan hanya memiliki nilai tambah senilai US$18/ton. Sementara itu, pengubahan CPO menjadi FAME maupun green diesel memiliki nilai tambah sekitar US$150/ton, sedangkan pengubahan menjadi bahan baku pelumas mencapai US$200/ton.
"Jadi, sudah berlomba ke teknologi-teknologi bernilai tambah yang lebih tinggi, itu yang menarik. Oleh karena itu, kita punya fiscal system perlu diperbaiki," kata Sahat.
Sahat menyatakan, perkembangan hilirisasi industri sawit saat ini, tumbuh stagnan. Dalam hal ini, pemerintah perlu melakukan dua hal agar proyeksi serapan CPO ke dalam negeri dapat meningkat hingga 2025, yakni penyesuaian sistem fiskal dan perbaikan sistem logistik. ** (Sumber: Bisnis.com)