Kontribusi Industri Sawit dalam Memenuhi Nilai Gizi Tubuh Manusia

Kontribusi industri sawit tidak hanya dirasakan oleh Indonesia sebagai negara produsen, namun juga negara-negara lain untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati bagi penduduk negaranya.

Kontribusi Industri Sawit dalam Memenuhi Nilai Gizi Tubuh Manusia
Ilustrasi minyak sawit yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit. Minyak sawit dalam persaingan minyak nabati dunia merupakan minyak nabati yang murah karena memiliki tingkat produktivitas jauh lebih tinggi dibandingkan jenis minyak nabati lain.

Perkebunan kelapa sawit Indonesia tersebar di 26 provinsi dan lebih dari 200 kabupaten di Indonesia. Sebaran perkebunan sawit ini berkontribusi pada pembangunan di daerah-daerah tersebut dengan menciptakan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan petani, pengurangan kemiskinan, serta adanya efek multiplier terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya di pedesaan dan perkotaan (World Growth, 2011; PASPI, 2014).

Perkebunan sawit juga memberikan dampak pada perekonomian masyarakat pedesaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung yang diperoleh dari perkebunan kelapa sawit yaitu peningkatan pendapatan petani sawit di pedesaan baik melalui kemitraan maupun secara mandiri.

Sementara itu, dampak tidak langsung yang dihasilkan berupa peningkatan pendapatan dari sektor lain yang muncul sebagai efek multiplier perkebunan kelapa sawit seperti perusahaan input produksi, perusahaan keuangan, industri makanan, dan yang lainnya. Peningkatan pendapatan yang tercipta baik secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengakses atau membeli bahan pangan yang dibutuhkan sehari-hari.

Industri sawit Indonesia kini telah berkembang pesat dan menghasilkan berbagai produk turunan berupa bahan pangan, bahan kimia, maupun sumber energi terbarukan. Salah satu produk pangan utama hasil kelapa sawit adalah minyak goreng sawit.

Minyak sawit dalam persaingan minyak nabati dunia merupakan minyak nabati yang murah karena tingkat produktivitasnya jauh lebih tinggi dibandingkan jenis minyak nabati lainnya. Hal ini menjadikan minyak sawit menjadi pilihan minyak nabati yang tepat bagi negara-negara berkembang atau berpendapatan rendah untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati penduduk negaranya.

Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi industri sawit tidak hanya dirasakan oleh Indonesia sebagai negara produsen, namun juga bersifat global dan dirasakan negara-negara lain di dunia.

Selain menjadi pilihan yang murah, minyak sawit juga merupakan pilihan minyak nabati yang sehat. Meskipun sering mendapatkan kampanye negatif dari LSM antisawit yang menyatakan bahwa minyak sawit tidak sehat, namun berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa minyak sawit memiliki banyak kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh manusia.

Minyak sawit mengandung vitamin A yang relatif tinggi dibandingkan bahan pangan lainnya yang dianggap sebagai sumber vitamin A seperti jeruk, wortel, pisang, dan lain-lain. 

Minyak sawit juga memiliki banyak beta karoten, suatu antioksidan dan prekusor vitamin A (Krinsky, 1993). Vitamin A memiliki banyak manfaat bagi tubuh manusia di antaranya untuk pencegahan dan penanggulangan kebutaan serta menjaga kekebalan tubuh.

Penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan RI tahun 1963-1965 mengungkapkan bahwa penggunaan red palm oil (RPO) dapat meningkatkan status vitamin A dengan indikator kenaikan vitamin A dalam serum anak-anak (Oey et.al., 1967).

Penelitian Puslitbang Gizi Bogor juga menunjukkan bahwa minyak kelapa sawit yang banyak mengandung vitamin A dapat menyembuhkan penderita xeroftalmia yang berupa hemerolopi (buta senja) (Muhilal et.al., 1991).

Selain vitamin A, minyak sawit juga banyak mengandung vitamin E yang bermanfaat sebagai antioksidan, anti penuaan dini, menjaga kesehatan kulit, kesuburan reproduksi, mencegah aterosklerosis, anti-kanker dan meningkatkan imunitas (PASPI, 2017 berjudul Mitos dan Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Global).

Perlu diketahui, vitamin E ini tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia sehingga harus disediakan melalui makanan, salah satunya minyak sawit.

Data tersebut menunjukkan bahwa kandungan vitamin E pada minyak sawit lebih tinggi daripada kandungan minyak nabati utama dunia lainnya seperti minyak kedelai dan minyak bunga matahari. Vitamin E yang dimiliki minyak sawit mencapai 1.172 ppm, lebih tinggi dari kandungan vitamin E minyak kedelai (958 ppm), dan minyak biji bunga matahari (546 ppm).

Komposisi kandungan vitamin E pada minyak sawit terdiri dari 20 persen tocopherols dan 80 persen tocotrienols, dan kedua kandungan ini berfungi sebagai antioksidan (Man dan Haryati, 1997).