Program PSR Sebagai Upaya Mendukung Keberlanjutan Kelapa Sawit

Program replanting merupakan salah satu upaya pencapaian keberlanjutan (sustainability) kelapa sawit Indonesia.

Program PSR Sebagai Upaya Mendukung Keberlanjutan Kelapa Sawit
Ilustrasi perkebunan kelapa sawit di Indonesia. BPDP memiliki program prioritas Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit milik petani.

Kelapa sawit sebagai komoditas yang telah mengubah peta minyak nabati dunia semakin menarik perhatian banyak pihak. Pada tahun 1980, minyak kedelai masih mendominasi pasar minyak nabati dunia dengan pangsa 53%, namun pada tahun 2016 pangsa minyak kedelai hanya tersisa 33%, sementara minyak kelapa sawit memegang 39,4% pangsa minyak nabati dunia pada tahun yang sama (USDA, 2017).

PASPI (2018) dalam jurnal berjudul Replanting Mendukung Upaya Keberlanjutan Perkebunan Kelapa Sawit menemukan, perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai memasuki pengembangan industri tahap kedua yaitu peningkatan produktivitas kelapa sawit.

Pada tahun 2017, produktivitas perkebunan rakyat hanya 2,38 ton per hektare, sementara perkebunan negara dan perkebunan swasta masing-masing memiliki produktivitas 3,32 ton per hektare dan 3,17 ton per hektare. Produktivitas perkebunan rakyat masih rendah sementara luas areal perkebunan rakyat di Indonesia mencapai sekitar 41% dari total luas areal kelapa sawit Indonesia (PASPI, 2018).

Peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat dapat dilakukan dengan perbaikan kultur teknis (best management practices) atau penggunaan bibit unggul saat proses replanting. Dengan adanya replanting maka perkebunan yang pada awalnya tidak menggunakan bibit unggul, dapat diganti dengan bibit-bibit unggul sehingga pada akhirnya dengan luasan lahan yang sama akan dapat menghasilkan produksi minyak kelapa sawit lebih banyak (PASPI, 2018). 

PASPI (2018) menyatakan, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah menghasilkan berbagai varietas bibit unggul yang siap dimanfaatkan dalam proses replanting di perkebunan-perkebunan kelapa sawit dengan potensi CPO yang dihasilkan antara 7,5 hingga 9,6 ton per hektare. Melalui pemanfaatan bibit-bibit unggul tersebut, diharapkan produktivitas perkebunan kelapa sawit Indonesia dapat meningkat memenuhi target pencapaian produktivitas TBS sebesar 35 ton per hektare per tahun dan rendemen CPO 26 %.

Dalam sumber yang sama dijelaskan PASPI, penggunaan bibit unggul dalam perkebunan kelapa sawit sesuai dengan prinsip dan kriteria RSPO dan ISPO.

Dalam prinsip dan kriteria RSPO, penggunaan bibit unggul ini tercantum pada prinsip keempat yaitu penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik kelapa sawit yang salah satu indikatornya adalah perkebunan menggunakan bibit unggul dalam proses produksinya. Sementara hal tersebut termasuk dalam prinsip kedua ISPO yaitu penerapan pedoman teknis budidaya dan pengolahan kelapa sawit.

Berdasarkan perhitungan PASPI (2014), program intensifikasi pertanian kelapa sawit berupa perbaikan kultur teknis dan replanting dengan menggunakan bibit unggul ini akan memberikan dampak kenaikan produktivitas sawit nasional menjadi 4,4 ton/hektare tahun 2020 dan 7,42 ton/hektare tahun 2050. Produktivitas sawit rakyat akan meningkat menjadi 3,39 ton/hektare (2020) dan 6,38 ton/hektare (2050).

Sementara produktivitas sawit negara menjadi 4,93 ton/hektare (2020) dan 8,32 ton/hektare (2050). Sedangkan produktivitas sawit swasta menjadi 4,16 ton/hektare (2020) dan 7,3 ton/hektare (2050).

Peningkatan produktivitas ini tentu diharapkan mampu memenuhi permintaan minyak kelapa sawit seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dunia yang cukup pesat dan diperkirakan mencapai 9,8 miliar orang pada tahun 2050.

Peningkatan produktivitas ini juga semakin membuktikan bahwa produksi kelapa sawit Indonesia dapat ditingkatkan tanpa melakukan perluasan wilayah yang dianggap menyebabkan deforestasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa replanting adalah salah satu momentum dalam upaya pencapaian keberlanjutan (sustainability) kelapa sawit Indonesia.

Upaya peremajaan tanaman kelapa sawit rakyat ini juga didukung pemerintah dengan adanya bantuan dana sebesar Rp30 juta per hektare dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).

Hal ini dilakukan karena salah satu masalah yang dihadapi petani sawit rakyat adalah modal atau akses untuk mendapatkan kredit. Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) ini menjadi salah satu prioritas fokus BPDP untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit milik petani.

Pada tahun 2024, BPDP merealisasikan peremajaan terhadap 38.244 hektare lahan perkebunan sawit dengan dana tersalurkan sebesar Rp1,295 triliun.