Sektor Industri Perkebunan Sawit Adalah Sektor yang Inklusif, Bukan Eksklusif!

Perkebunan kelapa sawit secara ekonomi bukanlah kegiatan ekonomi yang eksklusif, melainkan kegiatan ekonomi yang bersifat inklusif.

Sektor Industri Perkebunan Sawit Adalah Sektor yang Inklusif, Bukan Eksklusif!
Ilustrasi buah kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit bersifat inklusif dan akan menciptakan kue ekonomi bagi sektor-sektor ekonomi nasional baik yang terkait langsung maupun tak langsung.

Minyak sawit (crude palm oil/CPO dan crude palm kernel oil/CPKO) merupakan minyak nabati yang banyak diperdagangkan secara internasional (USDA, 2022; FAO, 2022).

Perdagangan minyak sawit global melibatkan hampir seluruh negara di dunia baik sebagai produsen maupun konsumen yakni sekitar 10 negara produsen, 39 negara eksportir, dan 220 negara importir/konsumen. Perdagangan minyak sawit dunia mencakup minyak sawit dalam bentuk produk antara (intermediate product) maupun produk jadi (finished product) (PASPI, 2024).

Sekitar 70-90 persen minyak sawit yang diperdagangkan di pasar dunia digunakan untuk pangan (Sheil et.al., 2009; Shimizu dan Descrochers, 2012; Gaskell, 2012; Kojima et.al., 2016; Parcell et.al., 2018; Hariyadi, 2020). Minyak sawit telah dijadikan sebagai sumber pangan bagi masyarakat Afrika sejak abad ke-18.

Hingga hari ini berbagai produk pangan berbasis minyak sawit seperti minyak goreng, margarin, shortening, es krim, krimer, cokelat, biskuit, speciality fats, dan lain-lain, tersedia dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat dunia.

Selain peran minyak sawit sebagai produk pangan, minyak sawit juga berperan besar bagi perekonomian nasional. Salah satu indikator yang menunjukkan peranan suatu sektor dalam perekonomian adalah sumbangannya terhadap produk domestik bruto (PDB). Kontribusi industri sawit terhadap PDB nasional menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun (Rifin, 2010; PASPI, 2014; Kasryno, 2015).

Kontribusi industri sawit dalam PDB dapat dilihat dari kontribusi perkebunan kelapa sawit serta industri minyak dan lemak. Berdasarkan data input-output menunjukkan bahwa pertumbuhan nilai output perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat relatif cepat dari Rp5 triliun pada tahun 2000 menjadi Rp367 triliun pada tahun 2021. Demikian juga dengan industri minyak dan lemak yang juga mengalami peningkatan output dari Rp48 triliun menjadi Rp752 triliun. 

Secara total, nilai output industri sawit meningkat relatif cepat dari Rp54 triliun menjadi Rp1.119 triliun, atau meningkat lebih dari 20 kali lipat pada periode tahun tersebut (PASPI, 2022). 

Selain itu, peningkatan aktivitas ekonomi pada perkebunan kelapa sawit juga mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkages) maupun keterkaitan ke depan (forward linkages) (Syahza, 2005; PASPI, 2014).

Perkebunan kelapa sawit memiliki keterkaitan ke belakang dengan supplier input produksi perkebunan dan keterkaitan ke depan dengan industri pengguna minyak sawit (Rifin, 2011; PASPI, 2014; Edwards, 2019).

Peningkatan konsumsi, investasi maupun ekspor sawit akan menciptakan manfaat yang lebih besar baik dalam bentuk output, pendapatan, nilai tambah, dan penciptaan kesempatan kerja. Manfaat tersebut tidak hanya dinikmati pada perkebunan kelapa sawit saja tetapi juga dalam perekonomian secara keseluruhan.

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa perkebunan kelapa sawit secara ekonomi, bukanlah kegiatan ekonomi yang eksklusif, melainkan kegiatan ekonomi yang bersifat inklusif.

Pertumbuhan perkebunan kelapa sawit akan menciptakan "kue ekonomi" bagi sektor-sektor ekonomi nasional baik yang terkait langsung maupun yang terkait secara tidak langsung dengan perkebunan kelapa sawit (PASPI, 2024).