Lebih Baik Capek di Awal, tapi Bebas Masalah di Kemudian Hari

Lebih Baik Capek di Awal, tapi Bebas Masalah di Kemudian Hari
Teks Foto: BPDPKS, bank mitra, unsur dinas, hingga petani sawit berfoto bersama dalam acara penandatanganan kerjasama tiga pihak. (Foto: hendrik)

Medan - "Ingat ya, bapak dan ibu semua, tolong ingat ini: lebih baik kita capek di awal dalam urusan pemberkasan, administrasi, pekerjaan fisik PSR ini, agar beberapa tahun kemudian kita bebas masalah". Pesan ini disampaikan oleh Ahmad Munir selaku Kepala Divisi Pengutipan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), di Cambridge Hotel, Jalan S Parman, Kecamatan Medan Petisah, Medan, beberapa hari yang lalu. Saat itu sedang berlangsung penandatanganan kerjasama tiga pihak terkait Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) antara pihak kelembagaan pekebun, sejumlah bank mitra dan BPDPKS Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Para ketua atau pimpinan kelompok tani (poktan), gabungan poktan (gapoktan), atau pun koperasi berbaaia petani sawit dari berbagai daerah dihadirkan BPDPKS di ruangan ber-AC tersebut.
Pesan yang sama, walau diselipi dengan canda, juga konsisten disampaikan oleh para pembicara lainnya di pertemuan itu. Terutama disampaikan oleh Ketua Kelompok Budidaya Kelapa Sawit sebagai Ketua Tim PSR Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Togu Rudianto Saragih SH MH, dan Sunari selaku Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Lantas, seperti apa bahayanya kalau proses pengerjaan dalam Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dilakukan dengan tidak runut, tidak sesuai kaidah, serta tidak transparan?
"Bisa berujung ke pengadilan nanti. Jangan sampai kita di penjara. Tolong kerjakan Program PSR ini dengam benar, toh ini terkait maaa depan bapak dan ibu petani sawit sendiri," kata Sunari di kesempatan yang berbeda.Kepada elaeis.co, Sunari mengatakan prinsip kehatian-kehatian yang dipegang BPDPKS sesuai dengan prinsip "Sawit Baik"."Baik dalam arti bersih, akuntabel, teliti, dan kesempurnaan. Ini kami terapkan dari hulu dan hilir dalam urusan Program PSR ini," ujar Sunari.
Hulu, kata dia, berarti betul-betul dipastikan legalitas dari kelembagaan pekebun dan lahan kebun sawitnya. Dengan demikian, ujarnya, persyaratan yang telah ada harus benar-benar diikuti oleh petani sawit Peraturan itu adalah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 3/2022  junto Permentan Nomor 19/2023 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit. Sunari meminta pihak dinas terkait di daerah, melalui tenaga pendamping dan verifikasi, harus benar-benar melakukan on desk dan on side.
"On desk itu terkait dokumen-dokimen yang diperlukan terkait Program PSR yang mengacu pada Permentan, dan itu harus dilengkapi dan harus dicek ke lapangan," kata Sunari. Sebab, ia bilang kepala dinas yang terkait dengan Program PSR itu nanti yang akan menandatangani berkas calon petani calon lokasi (CPCL) sesuai berkas formal material. "Jadi, harus diperhatikan benar enggak ketemu dengan petaninya (yang akan ikut Program PSR -red), dengan lahan sawitnya," kata dia. "Juga titik koordinatnya sudah benar, kebun sawit petani tidak berada dalam kawasan hutan dan tidak tumpang tindih dengan kawasan HGU," ucap Sunari.
Karena itu, Sunari bilang tidak heran kalau semua unsur Pemerintah, dari mulai BPDPKS, aparat penegak hukum (APH), hingga Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian (Kementan) akan terus memastikan proses pelaksanaan Program PSR clear and clean demi masa depan petani sawit di Indonesia.

Sumber