Implementasi Mandatori B20 Alami Kemajuan Pesat
PELAKSANAAN kebijakan perluasan mandatori biodiesel 20% (B20) yang dicanangkan September tahun lalu terus menunjukkan perkembangan positif dalam hal serapan biodiesel di dalam negeri.
PELAKSANAAN kebijakan perluasan mandatori biodiesel 20% (B20) yang dicanangkan September tahun lalu terus menunjukkan perkembangan positif dalam hal serapan biodiesel di dalam negeri.
Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyebutkan sepanjang Februari 2019 penyerapan biodiesel di dalam negeri mencapai lebih dari 648 ribu ton atau naik 17% dibandingkan dengan Januari yang hanya mencapai 552 ribu ton.
“Kita berharap uji coba B30 dapat segera dilaksanakan dan diharapkan dapat mempercepat implementasi program mandatori B30. Peningkatan penggunaan biodiesel berbasis CPO selain akan meningkatkan penggunaan CPO dalam negeri sekaligus akan menghemat devisa impor migas, yang selama ini nilainya sangat besar. Dengan tingginya penggunaan CPO dalam negeri akan mengurangi ketergantungan kepada ekspor,” ujar Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono dalam keterangan pers (2/4/2019).
Diungkapkan, saat ini industri sawit sedang dihadapkan pada tantangan hambatan perdagangan yang diterapkan oleh Komisi Uni Eropa yang pada tanggal 13 Maret 2019 ini telah mengadopsi delegated act yang merupakan bagian dari Renewable Energi Directive II (RED II).
Dalam delegated act tersebut, penggunaan biodiesel berbasis sawit terancam dihapuskan karena sawit digolongkan sebagai minyak nabati berisiko tinggi terhadap deforestasi (ILUC – Indirect Land Used Change) sedangkan minyak nabati lainnya digolongkan beresiko rendah. Meskipun landasan ilmiah RED II banyak dipertanyakan, diskriminasi negara Uni Eropa ini tentunya sangat merugikan negara produsen sawit.
Pada akhir Februari 2019, stok minyak sawit Indonesia tercatat sebesar di 2,50 juta ton atau turun 17% dibandingkan Januari lalu sebesar 3,02 juta ton. ***