Penggunaan Produk Kelapa Sawit Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca
Pemanfaatan bioenergi dan biomaterial berbasis sawit yang relatif rendah emisi karbon memiliki potensi besar untuk menggantikan energi dan material berbasis fosil.
Berbagai studi empiris (IEA, 2016; Olivier et al., 2022) menunjukkan bahwa sektor energi berbasis bahan bakar fosil merupakan kontributor utama emisi gas rumah kaca (GRK) di tingkat global. Dari total sekitar 58,8 gigaton CO₂ ekuivalen (Gt CO₂ eq) emisi GRK dunia sekitar 73 persen di antaranya berasal dari penggunaan energi fosil (PASPI, 2023).
Kondisi serupa juga terjadi di tingkat nasional. Di Indonesia energi fosil menjadi penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca. Berdasarkan data pemerintah Republik Indonesia (2016), dari total emisi nasional sebesar 1,34 Gt CO₂ eq pada tahun 2010, sektor energi berkontribusi sekitar 34 persen.
Apabila tidak dilakukan upaya signifikan untuk menurunkan emisi maka total emisi Indonesia diproyeksikan akan naik menjadi 2,86 Gt CO₂ eq pada tahun 2030 mendatang dengan kontribusi utama berasal dari sektor energi sebesar 1.669 juta ton CO₂ eq (58 persen); sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain (FOLU) sebesar 714 juta ton CO₂ eq; sektor pertanian sebesar 119,6 juta ton CO₂ eq; sektor limbah sebesar 296 juta ton CO₂ eq; dan sektor proses industri dan penggunaan produk (IPPU) sebesar 69,6 juta ton CO₂ eq.
Kenaikan konsentrasi GRK tersebut merupakan penyebab utama peningkatan intensitas efek rumah kaca (greenhouse effect) yang menyebabkan semakin banyak panas matahari terperangkap di atmosfer bumi. Kondisi tersebut mengakibatkan kenaikan suhu udara global dan mendorong terjadinya perubahan iklim (climate change) yang berdampak luas terhadap kehidupan manusia serta keseimbangan ekosistem planet bumi.
Untuk mencegah kerusakan ekosistem global yang lebih parah, seluruh masyarakat dunia perlu berperan aktif menjadi bagian dari solusi. Upaya yang harus dilakukan secara simultan mencakup pencegahan peningkatan emisi GRK ke atmosfer serta pengurangan konsentrasi GRK yang telah ada di atmosfer.
PASPI Monitor (2025) dalam jurnal berjudul Kontribusi Industri Sawit Indonesia dalam Pengendalian Emisi GRK Global mengatakan bahwa pemanfaatan bioenergi atau biofuel dan biomaterial berbasis kelapa sawit yang relatif rendah emisi karbon memiliki potensi besar untuk menggantikan energi dan material berbasis fosil. Substitusi tersebut bertujuan untuk menurunkan emisi GRK yang dihasilkan dari penggunaan produk berbasis energi fosil.
Di antara berbagai produk biofuel atau bioenergi berbasis kelapa sawit yang berpotensi untuk menggantikan energi fosil, biodiesel sawit merupakan salah satu produk yang telah digunakan secara luas baik di Indonesia maupun di tingkat global. Penggunaan biodiesel berbasis sawit telah terbukti memberikan kontribusi nyata terhadap pengurangan emisi GRK.
Biodiesel berfungsi sebagai pengganti solar berbasis fosil dengan tingkat efisiensi emisi yang signifikan, yakni dapat menghemat emisi antara 30 hingga 70 persen (Mathews dan Ardiyanto, 2015). Lebih lanjut, pengalaman Indonesia dalam implementasi program mandatori biodiesel sawit menunjukkan hasil positif yang mana program tersebut berhasil dalam menghemat emisi lebih besar (PASPI Monitor, 2023e; 2024b).
Peningkatan intensitas program mandatori biodiesel di Indonesia mulai dari B5 hingga B40 telah memberikan dampak signifikan terhadap penghematan emisi GRK secara nasional. Berdasarkan data PASPI Monitor (2025e), penghematan emisi GRK meningkat secara substansial dari sekitar 2,4 juta ton CO₂ ekuivalen (CO₂ eq) pada tahun 2015 menjadi 35,58 juta ton CO₂ eq pada tahun 2024. Lebih lanjut, jumlah tersebut diperkirakan akan kembali naik menjadi 41,46 juta ton CO₂ eq pada tahun 2025 ini.
Penghematan emisi GRK yang dihasilkan dari penerapan mandatori B40 diproyeksikan menyumbang sekitar 48 persen dari total realisasi penurunan emisi sektor energi baru dan terbarukan yang mencapai 74,73 juta ton CO₂ eq pada tahun 2024 (ESDM, 2025).
Ke depan potensi pengurangan emisi di sektor energi masih sangat besar seiring dengan pengembangan hilirisasi biofuel dan bioenergi berbasis kelapa sawit (PASPI Monitor, 2023a; 2024a; 2025a). Pengembangan dan pemanfaatan bensin sawit (green gasoline) sebagai substitusi bensin fosil serta avtur berbasis minyak sawit atau sustainable aviation fuel (SAF) sebagai pengganti avtur fosil (PASPI Monitor, 2025d) berpotensi untuk memberikan kontribusi lebih besar terhadap penurunan emisi GRK.
Selain itu, pemanfaatan bioenergi dan biofuel berbasis biomassa sawit untuk menggantikan energi fosil memiliki kontribusi penting dalam mengurangi emisi GRK di atmosfer. Saat ini pemanfaatan tersebut telah dilakukan, namun masih terbatas pada skala lokal dan belum diterapkan secara masif, misalnya penggunaan cangkang sawit sebagai substitusi energi fosil untuk sumber energi pada mesin boiler di pabrik kelapa sawit (PKS).
Untuk memperluas skala dan memperbesar dampak penggunaan bioenergi berbasis biomassa sawit sebagai pengganti energi fosil yang beremisi tinggi, BPDP melalui program Grant Riset Sawit (GRS) telah mendukung berbagai penelitian dan inovasi teknologi (PASPI Monitor, 2025b). Beberapa di antaranya meliputi pemanfaatan cangkang sawit menjadi biocoal (Karelius et al., 2020) dan pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit menjadi biopellet (Haryanto et al., 2020) sebagai substitusi batu bara.
Inovasi lain dalam bidang bioenergi berbasis biomassa sawit juga mencakup pengembangan bio-crude oil (BCO) dari tandan kosong dan cangkang sawit (Bindar et al., 2015; 2018; 2019); bio-oil dari pelepah sawit (Raksodewanto et al., 2015); serta bioetanol dari tandan kosong (Gozan et al., 2024). Selain itu, Santoso (2018, 2019) mengembangkan pemanfaatan biomassa sawit yang terdiri atas tandan kosong, cangkang, dan batang sawit untuk sintesis dimetil eter (DME) sebagai alternatif substitusi parsial terhadap liquefied petroleum gas (LPG).
Selain pada sektor energi, produk turunan kelapa sawit yang dihasilkan melalui jalur hilirisasi oleochemical complex serta jalur hilirisasi biomass-biomaterial complex juga memiliki potensi besar untuk menghasilkan produk substitusi bagi produk petrokimia dan turunannya yang beremisi tinggi.
Contohnya, produk seperti biosurfaktan (termasuk bahan untuk toiletries dan kosmetik), biolubrikan, serta bioplastik (PASPI Monitor, 2025c) merupakan alternatif yang lebih ramah lingkungan, bersifat biodegradable, dan rendah emisi apabila dibandingkan dengan produk surfaktan, lubrikan, dan plastik berbasis petrokimia atau fosil.
Pemanfaatan produk biofuel atau bioenergi serta produk oleokimia dan turunan berbasis kelapa sawit untuk menyubstitusi produk energi dan oleokimia berbasis fosil merupakan strategi penting dalam mengurangi emisi GRK ke atmosfer bumi. Dengan demikian, hal ini semakin menegaskan bahwa industri kelapa sawit Indonesia baik di sektor hulu maupun di sektor hilir memiliki kontribusi yang signifikan dalam upaya pengendalian emisi GRK secara global.


































