Peran Strategis Industri Sawit dalam Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

Industri kelapa sawit memiliki peran dan kontribusi penting dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.

Peran Strategis Industri Sawit dalam Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
Ilustrasi seorang pekerja di pabrik kelapa sawit. Biodiesel sawit yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit yang menerapkan teknologi methane capture mampu menghemat emisi mencapai 62 persen.

Upaya menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) memerlukan dua solusi sekaligus, yakni bagaimana menyerap kembali emisi GRK yang terlanjur lepas ke atmosfer bumi dan mengurangi tambahan emisi dari bumi ke atmosfer, khususnya dari emisi energi fosil (PASPI, 2021).

Berbagai studi empiris seperti IEA (2016) dan Olivier et.al. (2022) mengungkapkan bahwa sektor energi (bahan bakar fosil) adalah kontributor utama emisi GRK global. World Resources Institute (2021) mengatakan, sektor energi menyumbang sekitar 73,2% dari total emisi GRK global. Ini mencakup pembakaran bahan bakar fosil untuk transportasi, industri, hingga bangunan.

Dari 53,8 Gt CO2 eq emisi GRK global pada tahun 2022, sekitar 76 persen (41,2 Gt CO2 eq) merupakan emisi yang bersumber dari energi fosil (European Commission, 2023; IEA, 2023). Emisi GRK dari energi fosil tersebut meningkat hampir 1,5 kali lipat dari hanya sekitar 28,1 Gt CO2 eq pada tahun 2000 (PASPI, 2023).

PASPI Monitor (2015) dalam jurnal berjudul Industri Minyak Sawit Merupakan Industri Strategis Nasional mengatakan bahwa industri sawit memiliki peran dan kontribusi penting dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.

Pertama, perkebunan kelapa sawit sebagaimana umumnya tumbuhan menyerap GHG (karbondioksida) dari atmosfer bumi (PASPI Monitor, 2020; 2021). Melalui proses fotosintesis asimilasi, tanaman kelapa sawit menyerap CO2 dari atmosfer bumi (Hardter et.al., 1997; Henson, 1999; Fairhurst dan Hardter, 2003) dan menyimpannya menjadi stok karbon dalam bentuk biomassa baik yang berada di atas tanah (above ground biomass) maupun di bawah tanah (below ground biomass).

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman tahunan (perennial plant) dengan sistem perakaran yang intensif, berukuran relatif besar, pertumbuhan cepat, dan produksi tinggi dengan siklus pertanaman selama 25 tahun atau lebih. Karakteristik tanaman yang demikian membuat perkebunan kelapa sawit berperan menjadi mesin biologis penyerap karbondioksida (CO2) yang cukup besar dari atmosfer bumi.

Berdasarkan studi Henson (1999), secara rataan besarnya penyerapan karbon atau carbon sink dari perkebunan kelapa sawit secara neto mencapai 64,5 ton CO2 per hektare per tahun.

Penyerapan neto CO2 pada perkebunan kelapa sawit tersebut lebih besar dibandingkan hutan tropis. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit secara neto mampu menyerap karbon dioksida dari atmosfer bumi dan menghasilkan oksigen (PASPI Monitor, 2021).

Kedua, melalui kebijakan mandatori biodiesel sawit, terjadi penghematan emisi CO2. Substitusi atau blending bioenergi sawit dengan energi fosil telah terbukti dapat menurunkan emisi (PASPI, 2023).

Selain itu, mengingat minyak nabati merupakan bahan baku utama biodiesel maka biodiesel sawit (palm oil-based biodiesel) lebih hemat emisi dibandingkan biodiesel kedelai (soybean-based biodiesel), biodiesel rapeseed (rapeseed-based biodiesel), dan biodiesel bunga matahari (sunflower-based biodiesel). Dan jika dibandingkan dengan emisi karbon dari solar fosil maka biodiesel sawit secara neto jauh lebih hemat emisi.

European Commission Joint Research Centre (2013) mengungkapkan bahwa biodiesel sawit yang dihasilkan dari pabrik kelapa sawit (PKS) yang menerapkan teknologi methane capture mampu menghemat emisi (emission saving) mencapai 62 persen.

Selain itu, kemampuan biodiesel sawit lebih tinggi dibandingkan biodiesel nabati lain seperti biodiesel rapeseed (45 persen) maupun biodiesel kedelai (40 persen). Hal ini juga terkait dengan proses produksi minyak sawit yang menghasilkan emisi yang lebih kecil dibandingkan minyak nabati alternatif (Beyer et.al., 2020; Beyer dan Rademacher, 2021; PASPI, 2023).

Uraian di atas menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit secara neto merupakan penyerap karbon. Oleh karena itu, industri sawit merupakan bagian solusi dari upaya global dalam menurunkan emisi karbon dari atmosfer bumi (PASPI, 2015).