Keunggulan Minyak Sawit dalam Keterjangkauan Pangan
Industri minyak sawit global telah menjadi komponen penting dalam mendukung ketahanan pangan dunia.
Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang digunakan sebagai bahan pangan, baik secara langsung sebagai minyak goreng maupun secara tidak langsung melalui berbagai produk industri pangan. Secara umum, minyak sawit merupakan minyak nabati dengan volume produksi dan konsumsi terbesar di dunia sehingga industri sawit global telah menjadi komponen penting dalam mendukung ketahanan pangan dunia (global food security).
Ketahanan pangan mencakup sejumlah pilar utama yang salah satunya adalah aspek keterjangkauan (affordability). Salah satu variabel utama yang memengaruhi keterjangkauan produk pangan adalah faktor harga.
PASPI Monitor (2022) dalam jurnal berjudul Ketahanan Pangan Minyak Nabati Global Berkelanjutan mengatakan bahwa minyak sawit merupakan jenis minyak nabati yang memiliki harga relatif lebih rendah dan terjangkau apabila dibandingkan dengan minyak nabati lain. Harga minyak sawit yang lebih kompetitif di pasar global berlangsung secara konsisten dari tahun ke tahun.
Harga minyak sawit yang secara signifikan lebih rendah apabila dibandingkan dengan harga minyak nabati lain mencerminkan bahwa minyak sawit memiliki tingkat keterjangkauan (affordability) yang lebih tinggi. Minyak sawit lebih terjangkau untuk dimanfaatkan industri pangan dunia yang memiliki demografi konsumen akhir berpendapatan menengah ke atas. Selain itu, harga minyak sawit terjangkau bagi masyarakat dunia yang berpendapatan menengah ke bawah (PASPI Monitor, 2021b).
Dengan harga lebih murah serta didukung oleh volume produksi yang besar dan pasokan stabil, minyak sawit berperan penting dalam mencegah lonjakan harga berlebihan pada minyak nabati lain. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Kojima et al. (2016) dan Cui & Martin (2017) yang menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak biji bunga matahari cenderung diikuti oleh peningkatan konsumsi minyak sawit. Saat ini minyak sawit merupakan jenis minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia.
Pangsa minyak sawit dalam total konsumsi empat jenis minyak nabati utama dunia menunjukkan peningkatan signifikan dari 24 persen pada tahun 1980 menjadi 42 persen pada tahun 2021. Peningkatan pangsa konsumsi tersebut tidak hanya mencerminkan semakin tingginya preferensi masyarakat global terhadap minyak sawit, tetapi menunjukkan bahwa tingkat keterjangkauan ekonomi dan ketersediaan fisik minyak sawit semakin meningkat di berbagai lapisan masyarakat dunia.
Di antara empat minyak nabati utama dunia, minyak yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan industri di kawasan Uni Eropa adalah minyak rapeseed. Kemudian diikuti oleh minyak sawit, minyak biji bunga matahari, dan minyak kedelai. Meskipun belum menjadi yang terbesar, tetapi tren konsumsi minyak sawit di kawasan Uni Eropa terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.
Berbeda dengan kawasan Uni Eropa, jenis minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di China adalah minyak kedelai. Hal ini disebabkan oleh posisi China sebagai salah satu negara produsen minyak kedelai terbesar di dunia (USDA, 2021). Setelah minyak kedelai, jenis minyak nabati lain yang dikonsumsi di China secara berturut-turut adalah minyak rapeseed, minyak sawit, dan minyak biji bunga matahari.
China juga tercatat sebagai negara importir minyak sawit terbesar kedua di dunia. Morgan (1993) dan Derong (2020) mencatat bahwa China banyak memanfaatkan minyak sawit untuk kebutuhan industri katering (catering industry) dan industri mie instan (noodle industry) di negara tersebut.
Sementara itu, pola konsumsi minyak nabati di India menunjukkan urutan yang berbeda. Jenis minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat India secara berturut-turut adalah minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak biji bunga matahari. Meskipun tingkat konsumsi minyak nabati per kapita di India masih berada di bawah rata-rata dunia, yaitu sekitar 15 kilogram per kapita (FAO-OECD, 2015), besarnya populasi negara tersebut menyebabkan kebutuhan minyak nabati nasional tidak dapat sepenuhnya dipenuhi oleh produksi domestik.
Oleh karena itu, India harus mengandalkan impor untuk memenuhi permintaan dalam negeri (Mehta, 2020). Saat ini, India merupakan negara pengimpor minyak sawit terbesar di dunia.
Adapun, Amerika Serikat merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi minyak nabati tertinggi di dunia, yaitu mencapai sekitar 39 kilogram per kapita (FAO-OECD, 2015). Struktur konsumsi minyak nabati di negara tersebut didominasi oleh minyak kedelai, diikuti oleh minyak rapeseed, minyak sawit, dan minyak biji bunga matahari.
Meskipun bukan merupakan komponen utama dalam struktur konsumsi minyak nabati di Amerika Serikat, penggunaan minyak sawit menunjukkan tren peningkatan dari waktu ke waktu. Minyak sawit semakin banyak dimanfaatkan oleh industri pengolahan pangan (food processing industry) di Amerika Serikat karena aplikasinya yang luas dan karakteristiknya yang sesuai dengan kebutuhan produksi pangan modern.


































