Kelapa Sawit Mengubah Petani Miskin Menjadi Pengusaha
Pengembangan perkebunan kelapa sawit telah terbukti sukses mengubah keluarga miskin (petani) menjadi pengusaha sawit.

Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2025 adalah sebanyak 23,85 juta orang atau sebesar 8,47 persen dari total populasi. Dari jumlah tersebut, persentase penduduk miskin di pedesaan mencapai 11,03 persen.
Dixon (1990) mengatakan karakteristik penduduk miskin di pedesaan khususnya di kawasan Asia antara lain lahan sempit, kurang gizi, kurang pendidikan, pendapatan rendah, terisolasi, dan usia harapan hidup rendah. Adapun untuk penduduk miskin pedesaan di Indonesia umumnya akses pendidikan dan kesehatan rendah, infrastruktur (air minum, transportasi, listrik) rendah, serta sanitasi buruk (World Bank, 2001), pendidikan keterampilan rendah, miskin sumber daya, tergantung pada pertanian subsisten, dan berpendapatan rendah (ADB, 2004).
PASPI Monitor (2015) dalam jurnal berjudul Industri Minyak Sawit Riau: Mentransformasi Ekonomi dari "Minyak di Bawah" ke "Minyak di Atas" mengatakan, salah satu cara untuk mengatasi permasalahan kemiskinan secara berkelanjutan adalah dengan mendorong pertumbuhan pada sektor-sektor ekonomi pedesaan, yaitu wilayah yang menjadi tempat tinggal sebagian besar penduduk miskin. Peningkatan pendapatan penduduk miskin di kawasan pedesaan akan membuka akses terhadap pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraan yang lebih luas dan berkualitas.
Salah satu sektor yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan pedesaan adalah sektor perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit. PASPI (2015) mengatakan, pengembangan perkebunan kelapa sawit telah terbukti sukses mengubah keluarga miskin (petani) menjadi pengusaha sawit. Untuk konteks Indonesia, tidak banyak sektor ekonomi yang mampu mengubah petani miskin menjadi pengusaha sebanyak dan secepat kelapa sawit.
Ada beberapa keunggulan apabila menjadikan perkebunan kelapa sawit sebagai sektor ekonomi andalan untuk mengentaskan masalah kemiskinan di kawasan pedesaan, yakni (1) perkebunan kelapa sawit bersifat jangka panjang dan berkelanjutan; (2) menyerap banyak tenaga kerja; serta (3) sesuai dengan demografi penduduk (PASPI, 2015).
Jangka Panjang dan Berkelanjutan. Untuk mengentaskan masalah kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan petani, peningkatan pendapatan secara berkelanjutan mutlak diperlukan. Hanya melalui peningkatan pendapatan yang memadai dan berkelanjutan maka para petani dan keluarganya mampu mencapai kesehatan, pendidikan, dan mutu kehidupan yang lebih baik.
Dengan menjadi pengusaha kelapa sawit maka kehidupan ekonomi keluarga petani sawit akan lebih terjamin secara jangka panjang. Jaminan tersebut setidaknya berlangsung selama 25 tahun, seiring dengan siklus peremajaan (replanting) tanaman kelapa sawit pada usia 25 tahun.
Dengan dilaksanakannya program replanting pada periode berikutnya, keberlangsungan kehidupan ekonomi keluarga petani sawit dapat terus terjaga dan berlanjut bagi generasi penerusnya.
Padat Karya. Industri kelapa sawit merupakan sektor industri yang padat karya dan berbasis pada sumber daya lokal. Oleh karena itu, tidak heran jika pertumbuhan sektor industri sawit akan disertai dengan penyerapan banyak tenaga kerja di kawasan pedesaan (PASPI, 2025).
Pada sektor perkebunan, masyarakat pedesaan terlibat secara langsung baik sebagai petani sawit maupun karyawan perusahaan perkebunan. Selain itu, tenaga kerja pedesaan juga terserap pada sektor ekonomi lain yang memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung dengan perkebunan kelapa sawit seperti sektor perdagangan, transportasi dan pengangkutan, sektor makanan-minuman, serta sektor lainnya.
Sesuai dengan Demografi Masyarakat Pedesaan. Untuk mengurangi kemiskinan di pedesaan sangat dibutuhkan sektor ekonomi yang sesuai dengan demografi tenaga kerja pedesaan. PASPI (2015) mengatakan bahwa pada umumnya masyarakat pedesaan memiliki tingkat pendidikan rendah. Tidak hanya padat kerja, tetapi perkebunan kelapa sawit akomodatif terhadap keragaman mutu atau keterampilan tenaga kerja pedesaan tersebut.
Penyerapan tenaga kerja pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun seiring dengan perluasan kebun, peningkatan produksi, dan perkembangan industri hulu dan hilir. Pada tahun 2000, jumlah tenaga kerja yang bekerja pada perkebunan kelapa sawit sekitar dua juta orang. Kemudian jumlah tenaga kerja meningkat sebesar 175 persen menjadi 5,5 juta orang pada tahun 2013.
Berdasarkan data tersebut, perkebunan kelapa sawit merupakan sektor ekonomi pedesaan yang bersifat projob. Pertumbuhan perkebunan kelapa sawit menciptakan kesempatan kerja baru di pedesaan.