Keberlanjutan Ekonomi dan Inklusivitas yang Dihasilkan Industri Perkebunan Sawit
Perkebunan sawit hadir sebagai salah satu sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia.

Masyarakat dunia telah menetapkan platform pembangunan global 2015-2030 yang disebut dengan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs) melalui United Nations. Terdapat tiga dimensi dalam SDGs yang harus dipenuhi yaitu keberlanjutan ekonomi (economic sustainability), keberlanjutan sosial (social sustainability), dan keberlanjutan lingkungan (environment sustainability). Ketiga dimensi tersebut harus memiliki proporsi yang seimbang untuk dapat menyumbang kualitas sustainability (PASPI, 2024).
PASPI (2024) dalam laman berjudul Manfaat Ekonomi Inklusif Sawit memaparkan, ekonomi inklusif sawit berperan penting dalam mewujudkan tujuan sustainable development goals (SDGs) tersebut karena mampu memberikan manfaat ekonomi yang merata di berbagai tingkatan masyarakat, dari lokal hingga global, melalui sektor perkebunan sawit di Indonesia.
Industri ini tidak hanya meningkatkan perekonomian lokal dan nasional, tetapi juga secara inklusif memberdayakan masyarakat dari petani hingga negara importir. Dalam dimensi keberlanjutan ekonomi, inklusivitas ekonomi menjadi konsep yang mendasar dalam pembangunan masyarakat yang adil dan berkelanjutan.
Inklusivitas ekonomi bertujuan untuk memberikan akses, peluang dan manfaat ekonomi yang sama kepada seluruh masyarakat di berbagai level baik dari level lokal, regional, nasional, hingga global (PASPI, 2024).
Perkebunan Sawit Sebagai Sektor Unggulan
Perkebunan sawit hadir menjadi salah satu sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia. Pada level lokal/desa, perkebunan sawit menjadi sumber pendapatan bagi petani sawit maupun karyawan perusahaan perkebunan. Bagi petani sawit, budidaya sawit sangat menguntungkan karena dapat memberikan pendapatan yang lebih tinggi, lebih stabil, dan lebih sustainable dibandingkan komoditas pertanian lainnya.
Dengan pendapatan tersebut, petani sawit dan keluarganya dapat memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, pendidikan, kesehatan, bahkan barang mewah seperti rumah, motor, atau mobil (PASPI, 2024).
Dampak Ekonomi Sawit di Lokal dan Nasional
Di sisi lain, tudingan negatif juga terus diarahkan dengan menggunakan narasi bahwa manfaat ekonomi dari perkebunan sawit tersebut hanya dirasakan secara eksklusif oleh pelaku usaha saja. Tudingan tersebut merupakan tuduhan yang salah alamat. Hal ini dikarenakan perkebunan sawit menciptakan multiplier effect yang berperan sebagai lokomotif yang mampu menarik sektor-sektor ekonomi lainnya untuk turut berkembang di kawasan desa tersebut.
Seiring dengan berkembangnya perkebunan sawit, usaha UMKM yang bergerak di bidang perdagangan produk konsumen maupun input produksi atau sektor jasa angkutan juga turut berkembang di kawasan tersebut (PASPI, 2024).
Implikasinya, perekonomian masyarakat di kawasan desa yang tidak bekerja di perkebunan sawit tersebut juga turut meningkat seiring dengan berkembangnya perkebunan sawit. Hal ini juga menunjukkan peran perkebunan sawit yang mampu mengubah desa yang semula digolongkan sebagai degraded land, terpinggirkan, pelosok, tertinggal menjadi pusat-pusat ekonomi baru.
Tidak berhenti di situ, dengan memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang dengan industri/sektor ekonomi lainnya, perkebunan sawit menggerakkan sektor ekonomi yang lebih besar di level daerah. Berbagai studi empiris juga menunjukkan bahwa perekonomian (PDRB) daerah sentra sawit tumbuh lebih tinggi dan lebih cepat dibandingkan daerah non-sawit (PASPI, 2024).
Kontribusi Sawit pada PDB Nasional dan Manfaat Global
Pada level nasional, perkebunan sawit dan industri pengolahannya berkontribusi dalam PDB nasional. Nilai output industri sawit meningkat dari tahun ke tahun. Nilai tambah yang dihasilkan industri sawit juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan sawit (industri sawit) merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia (PASPI, 2024).
Penciptaan pendapatan yang tercipta dari perkebunan sawit tidak hanya dirasakan oleh Indonesia sebagai negara produsen. Namun juga dinikmati oleh masyarakat negara importir akibat aktivitas impor dan hilirisasi sawit di negara tersebut. Besaran dari pendapatan yang tercipta akibat sawit yang dinikmati oleh negara importir berbeda-beda, tergantung dari seberapa besar volume minyak sawit yang diimpor.
Uraian di atas menunjukkan bahwa salah satu manfaat ekonomi sawit yakni penciptaan pendapatan dapat dinikmati secara inklusif, tidak hanya bagi pelaku usaha saja namun juga turut dinikmati masyarakat lain di luar perkebunan sawit baik di level lokal/desa, daerah, nasional, bahkan masyarakat di negara importir (global).
Hal ini juga menunjukkan bahwa prinsip SDGs yakni no one life behind tercapai melalui kontribusi industri sawit (PASPI, 2024).