Industri Kelapa Sawit yang Sustainable Bisa Jadi Solusi Keberlanjutan Dunia
Minyak sawit menjadi satu-satunya minyak nabati di dunia yang memiliki tata kelola dan sistem sertifikasi berkelanjutan.

Keberlanjutan adalah konsep yang krusial di era modern di mana tantangan lingkungan, ekonomi, dan sosial menjadi semakin kompleks dan terkait erat. Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi dari seluruh pihak sangatlah penting, termasuk pemerintah, bisnis, dan masyarakat. Pemerintah harus memberikan regulasi yang mendukung keberlanjutan dan memberikan insentif bagi bisnis yang menerapkan praktik berkelanjutan.
Industri bisnis harus mengambil inisiatif dalam menerapkan praktik berkelanjutan dan mempromosikan keberlanjutan kepada pelanggan dan konsumen. Adapun, masyarakat memegang peran penting dalam menerapkan gaya hidup yang lebih berkelanjutan dan memilih produk yang ramah lingkungan dan sosial (PASPI, 2025).
Perkebunan sawit di Indonesia berkomitmen untuk terus meningkatan tata kelola berkelanjutan, salah satunya melalui sistem sertifikasi berkelanjutan. Setidaknya terdapat dua sistem serrtifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia yakni Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Pada dasarnya kedua sistem sertifikasi tersebut memiliki prinsip yang sama. RSPO merupakan inisiatif yang mengatasnamakan konsumen minyak sawit (sustainability demand side certified) yang bersifat sukarela. Sertifikasi RSPO mencakup rantai pasok sawit produsen dan end-user industry) level global yang dibentuk sejak tahun 2004 (PASPI, 2024).
Dalam laman PASPI (2024) berjudul Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia disebutkan tujuh prinsip RSPO yaitu:
1. berperilaku secara etis dan transparan;
2. beroperasi secara legal dan menghargai hak;
3. mengoptimalkan produktivitas, efisiensi, dampak positif, dan ketahanan;
4. menghargai komunitas dan hak-hak manusia, serta memberikan manfaat;
5. mendukung inklusi petani kecil;
6. praktik terbaik untuk kelestarian lingkungan;
7. pengembangan perkebunan baru yang bertanggung jawab.
Sementara itu, ISPO merupakan inisiatif pemerintah Indonesia sebagai produsen minyak sawit (sustainability supply side certified). Sejak diimplementasikan tahun 2011, sistem sertifikasi ISPO terus mengalami evolusi dalam rangka perbaikan tata kelola. Dalam Permentan 19/2011 dan Permentan 11/2015, ISPO bersifat mandatori (wajib) untuk dipenuhi oleh perusahaan perkebunan sawit di Indonesia (PASPI, 2024).
Adapun tujuh prinsip ISPO yaitu:
1. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
2. penerapan praktik perkebunan yang baik;
3. pengelolaan lingkungan hidup, SDA, dan keanekaragaman hayati;
4. tanggung jawab ketenagakerjaan;
5. tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat;
6. penerapan transparansi;
7. peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Dalam laman PASPI (2024) berjudul Minyak Sawit Berkelanjutan Indonesia dijelaskan, untuk lebih memperkuat dan mengintegrasikan antar-sektor yang berkaitan dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, pemerintah Indonesia mengeluarkan Perpres 44/2020 yang kemudian ditindaklanjuti dengan Permentan 38/2020.
Kedua regulasi tersebut merupakan bentuk komitmen dalam rangka penguatan ISPO sekaligus bertujuan untuk meningkatkan keberterimaan dan daya saing produk sawit di pasar global dan meningkatkan kontribusi terhadap penurunan emisi. Selain itu, penguatan ISPO menjadi upaya pelaku sawit di Indonesia untuk berkontribusi dalam pencapaian SDGs.
Kewajiban Sertifikasi ISPO untuk Perkebunan Sawit Rakyat
Melalui Perpres dan Permentan Penguatan ISPO, kewajiban ISPO berlaku tidak hanya untuk perusahaan perkebun sawit (budidaya, pengolahan, dan integrasi), namun ISPO juga diwajibkan untuk perkebunan sawit rakyat (swadaya dan plasma) pada tahun 2025 atau lima tahun sejak perpres tersebut diundangkan.
Untuk mendapatkan sertifikasi ISPO tersebut, petani sawit mendapatkan bantuan pendanaan yang dapat bersumber dari APBN, APBD, dan/atau sumber lainnya yang sah, termasuk dana sawit yang berasal dari dana pungutan ekspor sawit yang dikelola oleh BPDP (PASPI, 2024).
Peningkatan Luas Areal Bersertifikat RSPO dan ISPO
Komitmen pelaku perkebunan sawit Indonesia (baik perusahaan dan petani) untuk terus meningkatkan sustainability tercermin dari peningkatan luas areal yang bersertifikat RSPO dan ISPO. Luas kebun sawit Indonesia yang bersertifikat RSPO pada tahun 2023 seluas dua juta hektare. Data Ditjenbun juga menunjukkan update luas kebun sawit Indonesia yang bersertifikat ISPO pada Juni 2023 seluas 5,3 juta hektare.
Capaian tersebut membuat Indonesia menjadi negara produsen minyak sawit berkelanjutan terbesar di dunia pada tahun 2021 (PASPI, 2024).
Komitmen Global terhadap Minyak Sawit Berkelanjutan
Hal yang tak kalah menarik. Dengan diadopsinya sistem sertifikasi berkelanjutan pada minyak sawit di Indonesia maupun negara produsen minyak sawit lainnya, menunjukkan bahwa pelaku perkebunan sawit di dunia berkomitmen untuk mewujudkan produksi dan konsumsi minyak nabati yang berkelanjutan.
Berbeda dengan negara produsen minyak nabati kompetitor yang berlindung di balik NGO anti-sawit yang selalu menuduh minyak sawit merusak lingkungan dan tidak berkelanjutan, fakta empiris justru menunjukkan sebaliknya yakni minyak sawit menjadi satu-satunya minyak nabati di dunia yang memiliki tata kelola dan sistem sertifikasi berkelanjutan.
Kehadiran industri kelapa sawit yang sustainable bisa menjadi solusi untuk keberlanjutan dunia dikarenakan industri sawit memiliki banyak manfaat dan efektivitas yang sangat tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya. Industri sawit serentak menyelesaikan masalah keberlanjutan dari lingkungan, ekonomi, sampai sosial (PASPI, 2024).