Beragam Manfaat Biomassa Kelapa Sawit
Pemanfaatan biomassa sawit menunjukkan bahwa tanaman tersebut merupakan komoditas dengan nilai strategis tinggi dan memiliki karakteristik berkelanjutan.
Pada tahap awal perkembangan industri minyak sawit di Indonesia, biomassa kelapa sawit baik berupa limbah cair seperti palm oil mill effluent (POME) maupun limbah padat seperti tandan kosong, serat, pelepah daun, dan cangkang belum dimanfaatkan secara optimal dan hanya dianggap sebagai residu produksi.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan industri berkelanjutan maka biomassa sawit kini telah memiliki nilai guna strategis yang memberikan manfaat ekonomi sekaligus mendukung pengelolaan lingkungan yang lebih baik.
PASPI Monitor (2020) dalam jurnal berjudul Potensi Nilai Ekonomi Limbah Sawit yang Dapat Dinikmati oleh Petani Sawit Rakyat mengatakan pemanfaatan biomassa kelapa sawit menunjukkan bahwa tanaman tersebut merupakan komoditas dengan nilai strategis tinggi dan memiliki karakteristik berkelanjutan. Tak hanya menghasilkan produk utama (main product) seperti minyak sawit mentah (crude palm oil atau CPO) dan minyak inti sawit (crude palm kernel oil atau CPKO), limbah yang dihasilkan dari industri kelapa sawit juga memiliki nilai tambah dan manfaat signifikan dari aspek ekonomi, sosial, maupun lingkungan.
Berikut ini ulasan mengenai manfaat biomassa kelapa sawit ditinjau dari berbagai macam sektor mulai dari energi, peternakan, pangan, furniture, industri, hingga perkebunan.
Sektor Energi. Salah satu bentuk pemanfaatan biomassa sawit dengan nilai urgensi tertinggi bagi Indonesia adalah pengembangan energi terbarukan sebagai upaya memperkuat ketahanan energi nasional. Industri minyak sawit memiliki karakteristik unik karena mampu menghasilkan bioenergi generasi pertama, kedua, dan ketiga. Ketiga jenis bioenergi tersebut bersifat produk gabungan (joint product) sehingga peningkatan produksi pada salah satu jenis biofuel berpotensi untuk mendorong peningkatan produksi jenis lain secara simultan.
Pengolahan minyak sawit menghasilkan bioenergi generasi pertama berupa biodiesel (fatty acid methyl ester atau FAME) serta green fuel seperti solar sawit (green diesel), bensin sawit (green gasoline), dan avtur sawit (green avtur). Sementara itu, biofuel generasi kedua dan ketiga diperoleh dari pemrosesan biomassa kelapa sawit yang selama ini dianggap limbah sehingga pemanfaatannya lebih berkelanjutan dan mampu meminimalkan potensi konflik antara kebutuhan pangan dan energi (trade-off fuel-food).
Biomassa sawit dapat diolah menjadi biofuel generasi kedua berupa bioetanol sebagai substitusi bensin serta energi listrik. Sumber biomassa tersebut berasal dari pelepah dan batang kelapa sawit hasil proses pruning dan replanting. Kemudian dari limbah pabrik berupa tandan kosong, serat, dan cangkang buah.
Berdasarkan estimasi KL Energy Corporation (2007), setiap satu ton biomassa kering dapat menghasilkan 150 liter bioetanol. Dengan potensi biomassa mencapai 222,7 juta ton, produksi bioetanol berpotensi mencapai 33,4 miliar kiloliter. Selain itu, biomassa kelapa sawit berpotensi untuk menghasilkan energi listrik hingga 653 MW (PASPI, 2018). Pemanfaatan biomassa tidak terbatas pada bioetanol, tetapi juga dapat dikembangkan menjadi biogas, biopelet, biolistrik, dan biobara.
Limbah cair sawit atau POME juga memiliki potensi sebagai sumber energi rendah emisi. Selama ini umumnya POME ditampung di kolam terbuka meski memiliki kandungan bahan organik yang sangat tinggi sehingga berpotensi untuk menghasilkan emisi metana apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan POME untuk mengurangi dampak lingkungan sekaligus menghasilkan biofuel generasi ketiga secara berkelanjutan. Teknologi yang dapat diterapkan mencakup (1) penangkapan gas metana (methane capture), (2) kultivasi mikroalga, dan (3) integrasi kedua metode tersebut.
Teknologi methane capture memungkinkan POME diolah menjadi biogas atau listrik berbasis bioenergi. Dengan asumsi setiap 1 m³ POME dapat menghasilkan 28 m³ biogas maka potensi produksi biogas diperkirakan mencapai sekitar 4 miliar m³. Selain itu, POME dapat dimanfaatkan sebagai media kultivasi mikroalga yang kemudian diproses menjadi biodiesel. Mikroalga memiliki tingkat pertumbuhan sangat cepat dan mampu menggandakan biomassa dalam kurun waktu 24 jam sehingga menghasilkan rendemen minyak yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan sumber bahan baku biodiesel lain (Hadiyanto & Azim, 2012).
Sektor Peternakan. Salah satu bentuk pemanfaatan lain dari biomassa sawit adalah pada sektor peternakan, khususnya untuk bahan pakan ternak. Limbah padat kelapa sawit seperti bungkil inti, ampas minyak, dan residu lain berpotensi untuk digunakan sebagai bahan campuran pakan ternak. Pemanfaatan limbah sawit tersebut dinilai dapat menekan biaya pakan dan meningkatkan keuntungan usaha peternakan, khususnya ternak kambing dalam skala komersial (Sianipar et al., 2003).
Sektor Pangan. Di bidang pangan, biomassa kelapa sawit dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Salah satunya melalui pengolahan batang kelapa sawit hasil kegiatan replanting menjadi gula merah berbasis sawit.
Penelitian Agustira et al. (2019) menunjukkan bahwa satu batang pohon kelapa sawit dapat menghasilkan sekitar 5,5 liter nira selama periode produksi 30 hari. Selama masa produksi tersebut, estimasi hasil produksi mencapai sekitar 228 kilogram per hektare per hari gula merah sawit. Nilai ekonomi dari produk gula merah sawit diperkirakan memberikan pendapatan bersih sebesar Rp18 juta hingga Rp22 juta per hektare.
Sektor Furniture. Batang kelapa sawit dari proses replanting memiliki potensi sebagai bahan baku industri kayu untuk pembuatan furniture, kayu lapis, maupun flooring (PASPI, 2020a). Nilai ekonomi relatif sebanding dengan kayu alam dengan kualitas menyerupai kayu kelas dua seperti meranti. Melalui proses pengawetan, kekuatan dan kualitas batang sawit dapat ditingkatkan. Selain itu, motif permukaan kayu sawit yang unik menjadi nilai tambah yang diminati pasar.
Pemanfaatan limbah tanaman sawit lain dalam proses peremajaan meliputi pengolahan pelepah sawit (PASPI, 2020e). Selain dimanfaatkan dalam kegiatan agrikultur, pelepah sawit bisa diolah oleh rumah tangga petani menjadi produk sapu lidi. Nilai ekonomi produk sapu lidi tersebut berkisar antara Rp2.500 hingga Rp4.500 per unit.
Saat ini produk sapu lidi tidak hanya dipasarkan di pasar domestik tetapi juga telah menembus pasar ekspor. Bahan lidi tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi produk kerajinan seperti piring anyaman yang memiliki harga jual sekitar Rp8.000 per unit.
Sektor Industri. Cangkang kelapa sawit memiliki nilai kalor pembakaran yang cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Melalui proses gasifikasi, cangkang sawit dapat menggantikan penggunaan solar untuk pemanasan agregat pada produksi hot mixed asphalt (PASPI, 2020e). Selain potensi energi, cangkang sawit dapat diolah menjadi asap cair yang digunakan sebagai bahan baku pada berbagai industri, termasuk produksi biodisinfektan yang memiliki prospek pasar signifikan.
Sektor Perkebunan. Pemanfaatan limbah sawit tidak hanya terbatas pada sektor eksternal industri, tetapi dapat memberikan manfaat langsung bagi perkebunan kelapa sawit itu sendiri. Tandan kosong kelapa sawit dapat diaplikasikan kembali sebagai bahan organik untuk tanaman secara langsung sebagai mulsa maupun secara tidak langsung setelah melalui proses pengomposan menjadi pupuk organik.
Selain limbah padat, limbah cair berpotensi untuk digunakan sebagai pupuk. Penelitian Widhiastuti et al. (2006) menunjukkan bahwa pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit dapat meningkatkan biodiversitas tanaman penutup tanah serta menurunkan pertumbuhan gulma pada perkebunan. Pengembalian bahan organik ke tanah merupakan langkah penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem tanah serta mempertahankan ketersediaan unsur hara dan bahan organik pada lahan kelapa sawit.

































