Komitmen Eropa terhadap Sawit Berkelanjutan

KESADARAN akan pentingnya produk kelapa sawit di Eropa lambat laun kian terbuka di tengah gencarnya kampanye negatif terhadap produk ini. Pelaku industri sawit di Eropa bahkan telah menegaskan komitmennya untuk mendukung penggunaan produk sawit berkelanjutan dan mendorong upaya untuk meyakinkan publik akan produk ini. Hal tersebut mengemuka dalam Konferensi Kelapa Sawit Eropa (EPOC) 2018 di Madrid, Spanyol, belum lama ini.

Komitmen Eropa terhadap Sawit Berkelanjutan
KESADARAN akan pentingnya produk kelapa sawit di Eropa lambat laun kian terbuka di tengah gencarnya kampanye negatif terhadap produk ini. Pelaku industri sawit di Eropa bahkan telah menegaskan komitmennya untuk mendukung penggunaan produk sawit berkelanjutan dan mendorong upaya untuk meyakinkan publik akan produk ini. Hal tersebut mengemuka dalam Konferensi Kelapa Sawit Eropa (EPOC) 2018 di Madrid, Spanyol, belum lama ini. Ketua Asosiasi Kelapa Sawit Eropa (EPOA) Frans Claassen menyebutkan anggota EPOA siap mewujudkan transformasi pasar kelapa sawit berkelanjutan di Eropa. EPOC 2018 menghasilkan kesepakatan untuk mewujudkan tindakan-tindakan serta memperkuat kampanye komunikasi untuk mendorong terwujudnya 100% sawit berkelanjutan. Delegasi Indonesia juga hadir sebagai pembicara dalam konferensi tersebut, yakni Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Duta Besar RI untuk Jerman Arif Havas Oegroseno, Bupati Musi Banyuasin, Sumatera Selatan Dodi Reza Alex, serta Gersen Sumardi Sustainability Analyst dari Wilmar Eropa. Hadir pula perwakilan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) serta stakeholder kelapa sawit lainnya. “Target kami, pada 2020 produk makanan di Eropa sudah menggunakan sawit yang 100% tersertifikasi berkelanjutan dan batas waktu target tersebut sudah di depan mata. Waktunya sudah semakin dekat, karena itu kita semua harus bekerja keras. Kita mendorong LSM untuk bekerja sama memberdayakan masyarakat agar target tersebut tercapai,” ujar Claaseen saat berbicara pada konferensi tersebut, (5/10/2018). [caption id=`attachment_3036` align=`alignnone` width=`896`]`` Ketua Asosiasi Kelapa Sawit Eropa (EPOA) Frans Claaseen.[/caption] Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di konferensi tersebut juga menegaskan hal yang sama. Ia mengajak semua komunitas di Eropa untuk mengakui manfaat kelapa sawit dan kontribusinya terhadap pencapaian Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta mendorong kerjasama yang lebih erat untuk menghadapi persoalan terkait sawit. “Kelapa sawit merupakan produk yang sangat penting bagi Indonesia. Sawit mampu menyediakan 4,5 juta lapangan pekerjaan, menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 21 juta orang, dan mengangkat 10 juta orang dari kemiskinan,” ujarnya. Tindakan Produsen dan Konsumen Saat ini, penggunaan kelapa sawit di Eropa cukup tinggi. Bagi Indonesia, Eropa merupakan pasar sawit terbesar kedua setelah India. Laporan Kelapa Sawit Berkelanjutan Eropa (ESPO), lembaga yang dinisiasi oleh The Netherlands Oils and Fats Industry (MVO) dan Sustainable Trade Initiative (IDH),  menunjukkan bahwa sebanyak 74% sawit yang diimpor Eropa untuk makanan selama 2017 sudah mendapat sertifikat berkelanjutan dan tergolong produk Certified Sustainable Palm Oil (CSPO). Pelaku industri makanan di Eropa umumnya menggunakan strategi beragam untuk menjamin bahwa sawit yang mereka gunakan sudah memenuhi unsur berkelanjutan. Sebagai langkah awal, mereka menerapkan keterbukaan dalam rantai pasokan produk mereka. Pada 2017, hampir seluruhnya atau 99% kelapa sawit yang masuk ke Eropa sudah bisa dilacak asal-usulnya hingga ke tingkat pabrik pengolahan. Selain itu, sebanyak 84% dari sawit yang diimpor ke Eropa selama 2017 juga sudah didukung oleh kebijakan keberlanjutan yang diterapkan masing-masing perusahaan. Komitmen yang sama juga diterapkan di tingkat produsen. Duta Besar RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno saat berbicara dalam konferensi tersebut menyatakan Indonesia telah melaksanakan komitmen keberlanjutan itu dalam banyak sektor dengan menerapkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Salah satunya, melalui kebijakan moratorium perluasan lahan sawit. Menurutnya, selama 2017 kebijakan itu telah menurunkan angka deforestasi hingga 60%. “Industri kelapa sawit Eropa berkomitmen untuk mendukung sawit berkelanjutan. Karena itu diperlukan upaya untuk meningkatkan tingkat keberkelanjutan dalam rantai pasokan sawit. Dalam hal ini diperlukan kesadaran yang lebih tinggi dari masyarakat, pelaku industri makanan, konsumen, pemerintah, politisi, dan LSM,” tegas Claassen. Upaya menghilangkan citra negatif mengenai sawit juga perlu dipertegas karena pada dasarnya kampanye negatif selama ini hanya dilatarbelakangi persaingan perdagangan. Kampanye negatif tersebut dinilai peserta konferensi cukup menghambat proses transisi menuju 100% sawit berkelanjutan. Itulah sebabnya, para delegasi mengajak semua pihak terkait untuk melakukan tindakan nyata dalam rangka mewujudkan upaya tersebut. ***