Persiapan Litigasi ke WTO terkait Diskriminasi Sawit Perlu Segera Dilakukan

DIREKTUR Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Dono Boestami berpendapat agar pemerintah dan kalangan dunia usaha segera menyiapkan langkah-langkah untuk membawa masalah diskriminasi terhadap kelapa sawit oleh Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Persiapan ke WTO perlu dilakukan sambil tetap melakukan upaya diplomasi. Menurutnya, persiapan perlu dilakukan sejak dini agar tidak terlambat, mengingat Indonesia hanya mempunyai dua bulan untuk melakukan diplomasi sebelum Uni Eropa mengesahkan delegated act sebagai aturan pelaksanaan kebijakan Renewable Energy Directive (RED II). “Jadi sejak awal ini persiapan sudah dijalankan, mulai menentukan siapa yang akan mewakili kita di sana apakah ada lawyer yang akan ditunjuk oleh pemerintah begitupun juga oleh pengusaha.

Persiapan Litigasi ke WTO terkait Diskriminasi Sawit Perlu Segera Dilakukan
DIREKTUR Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Dono Boestami berpendapat agar pemerintah dan kalangan dunia usaha segera menyiapkan langkah-langkah untuk membawa masalah diskriminasi terhadap kelapa sawit oleh Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Persiapan ke WTO perlu dilakukan sambil tetap melakukan upaya diplomasi. Menurutnya, persiapan perlu dilakukan sejak dini agar tidak terlambat, mengingat Indonesia hanya mempunyai dua bulan untuk melakukan diplomasi sebelum Uni Eropa mengesahkan delegated act sebagai aturan pelaksanaan kebijakan Renewable Energy Directive (RED II). “Jadi sejak awal ini persiapan sudah dijalankan, mulai menentukan siapa yang akan mewakili kita di sana apakah ada lawyer yang akan ditunjuk oleh pemerintah begitupun juga oleh pengusaha. Diplomasi tetap penting, namun persiapan menuju WTO juga harus sudah disiapkan,” ujar Dono dalam talk show Economic Challenges yang disiarkan Metro TV, Senin (25/3/2019). Hadir pula sebagai pembicara Duta Besar RI untuk Belgia, Luksemburg, dan Uni Eropa Yuri Octavian Thamrin, Deputi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdalifah Machmud, dan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono. Sebagaimana diberitakan, Komisi Eropa telah mengadopsi draft Delegated Regulation no. C (2019) 2055 Final tentang High and Low ILUC Risk Criteria on biofuels pada 13 Maret 2019. Dokumen ini akan diserahkan ke European Parliament dan Council untuk melalui tahap scrutinize document dalam kurun waktu dua bulan ke depan. Delegated act itu mengklasifikasikan kelapa sawit sebagai komoditas bahan bakar nabati yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi ILUC (Indirect Land Use Change). Langkah Uni Eropa itu dinilai pemerintah sebagai tindakan diskriminatif yang melanggar ketentuan WTO. Menurut Yuri, pihak Uni Eropa kemungkinan akan menerima draft itu untuk diundangkan. Namun demikian upaya tetap dilakukan melalui berbagai jalur diplomasi dan arbitrase. “Dalam dua bulan ini kita lakukan pendekatan. Namun, seandainya delegated act ini menjadi regulasi maka kita harus lakukan litigasi melalui forum WTO maupun forum di Uni Eropa,” Pernyataan yang sama disampaikan Musdalifah yang menyatakan bahwa pemerintah juga mengajak kalangan pengusaha Uni Eropa yang beroperasi di Indonesia untuk mendukung upaya Indonesia. “Kita siapkan langkah koordinasi dengan para menteri terkait, shareholders, dan pelaku usaha. Kita juga sudah mengkomunikasikan dengan perusahaan multinasional yang berbasis di Uni Eropa bahwa kita perlu dukungan,” tegasnya. Sementara, Joko Supriyono menyatakan bahwa masalah sawit ini merupakan kepentingan Indonesia yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Menurutnya, pemerintah sudah berupaya keras dan melakukan koordinasi yang baik dengan kalangan pengusaha. “Saya mengapresiasi langkah pemerintah yang melakukan koordinasi dengan baik, jadi dunia usaha dan pemerintah tidak jalan sendiri-sendiri. Ini kepentingan Indonesia, ini menyangkut hidup mati Indonesia,” tuturnya. ***