Aiyen Tjoa: Kita Harus Berpacu dengan Waktu Kembangkan Potensi Sawit

Aiyen Tjoa: Kita Harus Berpacu dengan Waktu Kembangkan Potensi Sawit
Teks Foto: Aiyen Tjoa selaku Komite Riset dan Pengembangan BPDPKS sekaligus akademisi dari Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng)..(foto: hendrik)

Medan - "Kita harus berpacu dengan waktu untuk mengembangkan potensi sawit untuk kehidupan melalui penelitian, tak ada lagi waktunya untuk berleha-leha". Pesan itu sebenarnya disampaikan dengan nada yang lembut tapi tegas, bukan dengan nada keras yang mirip dengan politisi atau orator yang kejam. Yang menyampaikan pesan tersebut adalah perempuan cerdas dan lembut bernama Aiyen Tjoa.
Ia menyampaikannya saat menyosialisasikan Grant Riset Sawit (GRS) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Medan beberapa waktu lalu. Sebagai informasi, Aiyen Tjoa saat ini dipercaya sebagai Komite Riset dan Pengembangan BPDPKS sekaligus mahasiswa dari Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Berbicara di panggung Aula Prof. Dr Suhadji Hadibroto di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sumatera Utara (USU), Aiyen Tjoa membeberkan alasan mengapa Indonesia harus berpacu waktu mengembangankan saeit melalui penelitian. “Di luar sana, banyak pihak yang menjelek-jelekan sawit sebagai tanaman yang minim manfaat dan banyak menimbulkan kerusakan lingkungan,” kata dia.

“Dan di luar sana juga, saat ini, sudah ada pihak yang menciptakan minyak sawit tiruan bernama C16 Biosciences minyak sawit sebanyak 50.000 liter tanpa perlu tanam sawit,” tambahnya. Pihak pengembang C16 Biosciences yang dimaksud Aiyen Tjoa adalah Bill Gates yang melalui Yayasan Bill dan Melinda Gates telah memberikan dana penelitian sebesar USF 3,5 jita untuk program penelitian tersebut. Oleh karena itu, Aiyen Tjoa mengingatkan para calon peserta GRA BPDPKS untuk menyampaikan proposal penelitian yang masuk akal. “Yang jelas manfaatnya dari penelitian itu untuk petani sawit, masyarakat luas, industri, serta pemerintah,” kata dia. “Riset yang didanai BPDPKS harus bisa dipergunakan untuk industri, pemerintah, dan masyarakat dalam hal ini petani sawit,” tambahnya.

Aiyen Tjoa juga mengingatkan para calon peneliti agar dalam proposal penelitian yang disodorkan ke BPDPKS harus memiliki novelty atau unsur kebaruan atau temuan dari sebuah penelitian.  “Penelitian dikatakan baik jika menemukan unsur temuan baru sehingga memiliki kontribusi baik bagi keilmuan maupun bagi kehidupan,” kata dia.  “Jangan sampai peneliti, dalam proposalnya yang disampaikan ke kami dari BPDPKS, mengutip misalnya luas kebun sawit di tahun 2015, sedangkan sekarang sudah tahun 2024, sudah beda jumlahnya. Harus yang terbaru datanya,” tambahnya. Ia lalu mencontohkan topik penelitian apa saja yang layak diangkat oleh para peneliti dalam proposalnya, seperti biomaterial dan oleokimia, bioenergi, pascapanen dan pengolahan sawit. Lalu persoalan lainnya, misalnya soal budidaya, lahan, dan pupuk, pangan, atau pun kesehatan, kata Aiyen Tjoa. “Dan kalau boleh saya sarankan, para peneliti sebaiknya mengajukan proposal penelitian yang berbasis minyak sawit mentah atau minyak sawit mentah (CPO),” tambahnya.

Aiyen menegaskan, BPDPKS tidak pernah menerapkan target berapa proposal yang harus diterima dan berapa dana GRS yang harus dikeluarkan. “Bukan, semua bukan berdasarkan hal itu, Bapak dan Ibu. Melainkan benar-benar sebatas layak dan ilmiahkah proposal penelitian yang disodorkan ke kami,” ujar Aiyen. Serta, kata dia, apakah nanti kiranya hasil penelitian yang didanai GRS BPDPKS tersebut dapat bermanfaat bagi para pemangku kepentingan sawit. “Seperti masyarakat termasuk petani sawit, perusahaan sawit, pemerintah, dan kalangan industri, khususnya industri hilir sawit,” tegas Aiyen Tjoa.( * )


Sumber