Inovasi Pengendalian Ganoderma Guna Selamatkan Masa Depan Sawit Indonesia

Penyakit busuk pangkal batang dapat menurunkan produksi kebun sawit hingga 80 persen serta mempersingkat umur ekonomis tanaman hingga 50 persen.

Inovasi Pengendalian Ganoderma Guna Selamatkan Masa Depan Sawit Indonesia
Ilustrasi seorang pekerja di perkebunan kelapa sawit Indonesia. Penyakit busuk pangkal batang dijuluki silent killer dan mengancam keberlanjutan industri sawit nasional.

Penyakit busuk pangkal batang (basal stem rot/BSR) yang disebabkan oleh infeksi jamur ganoderma boninense di perkebunan kelapa sawit Indonesia telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Penyakit ini dijuluki silent killer karena menyerang secara diam-diam, namun dampaknya menurunkan produktivitas secara drastis hingga mengancam keberlanjutan industri sawit nasional.

Berbagai penelitian menunjukkan tingkat infeksi ganoderma di Sumatera telah mencapai 39–52%. Sementara itu, studi Petterson (2019) melaporkan bahwa tingkat infeksi ganoderma pada perkebunan sawit di Kalimantan mencapai 19 persen; Jawa 30 persen; Sulawesi 10 persen; dan Maluku-Papua 9 persen. Infeksi ini dapat menurunkan produksi kebun sawit hingga 50-80 persen serta mempersingkat umur ekonomis tanaman hingga 50 persen (economic life span).

Sebagai contoh, kebun sawit generasi ketiga berusia 17 tahun yang terinfeksi ganoderma hanya menyisakan 70 tegakan per hektare. Kondisi ini berpotensi menimbulkan kerugian hingga Rp210 miliar per tahun untuk kebun seluas 10 ribu hektare. Tak hanya itu, nilai kerugian (opportunity loss) yang dialami industri sawit nasional akibat ganoderma di seluruh Indonesia pada tahun 2022 ditaksir mencapai Rp110 triliun (Sipayung, 2024).

Patterson (2020) memproyeksikan, jika tidak ada tindakan signifikan dalam mengendalikan ganoderma maka dalam dua siklus replanting mendatang atau sekitar tahun 2075 maka kebun sawit yang terinfeksi akan lebih luas dibandingkan kebun sawit yang bebas ganoderma. Hal tersebut tentu dapat mengancam eksistensi industri sawit nasional yang selama ini menopang ketahanan pangan, energi, dan perekonomian Indonesia di tingkat lokal hingga global.

PASPI (2025) dalam jurnal berjudul Inovasi Pengendalian Ganoderma pada Perkebunan Sawit menekankan, upaya pengendalian ganoderma membutuhkan sinergi inovasi kolektif antara kebijakan nasional, kelembagaan, serta riset teknologi deteksi, pencegahan, dan pengobatan. Apalagi, penyebaran ganoderma kini tidak lagi mengenal batas wilayah maupun generasi tanaman. Infeksi penyakit BSR ini menyerang kebun sawit di hampir seluruh daerah Indonesia, mulai dari perkebunan swasta besar, negara, hingga kebun rakyat. Bahkan, tanaman sawit di masa pembibitan (nursery) sudah terdeteksi terinfeksi.

Bagian penting untuk mengatasi serangan ganoderma adalah pada tahap deteksi dini. Tahapan ini bisa memanfaatkan inovasi teknologi yang telah ada. Selain inovasi teknologi eksisting, Grant Riset Sawit (GRS) sebagai salah satu program reinvestasi dana sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) juga telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi deteksi dini infeksi ganoderma.

Salah satu hasil inovasi teknologi deteksi dini ganoderma yang dihasilkan oleh program GRS yakni eNose-G yang dihasilkan oleh Widiastuti et.al. (2020; 2022). Inovasi teknologi eNose-G khususnya generasi 3 mampu membedakan tanaman yang terinfeksi dini dari yang sehat dengan tanaman kelapa sawit yang terserang ganoderma kategori dini, sedang, dan parah. Penggunaan teknologi deteksi dini memiliki tingkat akurasi, spesifisitas, dan sensitivitas lebih dari 80 persen. Artinya, tanaman kelapa sawit yang secara kasat mata belum dapat dilihat apakah sudah terserang ganoderma atau tidak, namun teknologi eNose-G ini mampu mendeteksi hal tersebut.

Kemudian Whulanza et.al. (2022; 2023) mengembangkan inovasi teknologi deteksi dini ganoderma dalam bentuk device portable. Inovasi teknologi tersebut merupakan piranti deteksi molekuler dengan teknologi miniaturisasi yang memungkinkan deteksi dini lebih praktis dalam penggunaannya sehingga dapat langsung digunakan di kebun. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi teknologi tersebut dapat mendeteksi ganoderma pada perkebunan kelapa sawit secara cepat.

Adapun, penelitian Arif et.al. (2024) mengembangkan inovasi teknologi deteksi ganoderma berbasis sistem radar self injection locked (SIL). Radar tersebut digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda awal infeksi ganoderma dengan memantau karakteristik pada pohon kelapa sawit.

Seiring dengan perkembangan teknologi berbasis robotik, Shovitri et.al. (2024) juga mengembangkan IFOVIB-G yang merupakan teknologi robot berbasis teknologi foton dan vibrasi untuk deteksi dini infeksi ganoderma pada tanaman kelapa sawit.

Keempat teknologi tersebut telah dapat digunakan untuk mendeteksi secara dini apakah pada tanaman kelapa sawit telah terinfeksi ganoderma atau tidak. Deteksi lebih dini infeksi ganoderma dapat menjadi upaya yang lebih efektif dalam pengendalian ganoderma yang mengancam perkebunan sawit.

PASPI (2025) mengatakan, konvergensi keempat teknologi deteksi dini ganoderma tersebut dapat dipadukan sehingga diperoleh teknologi deteksi dini ganoderma yang paling efektif, efisien, dan ekonomis.