Pengusaha Muda Ini Ubah Jelantah Jadi Biodiesel

MINYAK goreng bekas pakai alias jelantah kini tak  lagi jadi limbah dan  sumber polusi. Itu  dibuktikan oleh pengusaha muda asal Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan Andi Hilmy Mutawakkil.

Pengusaha Muda Ini Ubah Jelantah Jadi Biodiesel

MINYAK goreng bekas pakai alias jelantah kini tak  lagi jadi limbah dan  sumber polusi. Itu  dibuktikan oleh pengusaha muda asal Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan Andi Hilmy Mutawakkil. Inovasi jelantah menjadi bahan bakar biodiesel itu membuatnya terpilih mewakili Indonesia bersama delegasi lain  berangkat ke Toronto, Kanada.

Hilmy ambil bagian pada ajang Internasional Global Student Entrepreneur Awards (GSEA) 2018, sebagai pengusaha muda yang merintis usaha minyak goreng bekas, atau biasa disebut dengan minyak jelantah, menjadi biodiesel.

Keberadaannya di ajang tersebut sudah sepantasnya ia dapat, karena sebagai pengusaha ia kerap mendapat tawaran menggiurkan oleh sejumlah negara untuk membangun pabrik biodiesel. Tidak kurang dari Inggris dan Selandia kepincut dengan proyeknya itu. Tetapi, ia memilih untuk tetap mengembangkan usahanya di Indonesia.

Bahka, saat masih  berada di ajang  GSEA, proposal untuk membangun pabrik  biodiesel kembali datang, kali  ini dari negara Yunani.  `Dalam forum di Kanada sekarang ini, saya kembali ditawarkan oleh beberapa negara untuk menduplikasikan biodiesel ini di negaranya. Karena menurut mereka ini bagian dari solusi cerdas penyedia energi berkelanjutan,` papar, Alumni SMAN 1 Bungoro, Pangkep ini sebagaimana dikutip Fajar Online.

Pemilihan jelantah, katanya, karena ketersediaan cukup melimpah, setiap hari selalu ada. Jelantah  mengandung senyawa trigliserida yang bisa diubah jadi biodiesel. Pembuangan minyak jelantah oleh konsumen dapat direduksi karena ada nilai komersial dari limbah minyak itu.

Data Kuncahyo 2013, menyebutkan, produktivitas minyak jelantah di Indonesia sebesar 6,43 juta ton per tahun. Jadi, dapat diperkirakan begitu melimpah limbah minyak bekas penggorengan ini.

Dikutip dari sumber lain, minyak jelantah memiliki keunggulan kandungan asam palmitat dan asam oleat cukup tinggi sebesar 32-47% dan 38-56%. Zat ini buat membentuk biodiesel. Sehingga  emisi yang dihasilkan relatif lebih sedikit, dan tak memiliki kandungan sulfur hingga tak berkontribusi pembentukan hujan asam

Taufiqur Rohman dari tim peneliti mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,  menyebutkan, ke depan mereka mengupayakan agar karakteristik biodiesel sesuai standar nasional hingga kualitas sebanding bahkan lebih baik dari minyak diesel di pasaran. “Kami akan menyelesaikan penelitian ini hingga didapatkan data lebih lengkap. Kami terus mencoba berinovasi dan berkarya.” ***