Konversi Karet ke Sawit Dikembangkan di Kotawaringin Barat
SEBUAH pola pengembangan konversi dari perkebunan karet ke sawit tengah dikembangkan Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Konversi perkebunan rakyat ini dijalankan oleh PT Sawit Sumbermas Sarana (SSMS) Tbk melalui sistem plasma dengan para petani lokal. Melalui program plasma ini, diharapkan terdapat peningkatan ekonomi masyarakat sesuai visi dan misi Citra Borneo Indah Group yakni perkembangan perusahaan harus berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat di sekitar. Manajer Sosialisasi dan Administrasi PT SSMS Tbk Soleh mengatakan, atas permintaan masyarakat Desa Sulung, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, tanaman karet yang umurnya sudah tua memerlukan peremajaan. Perusahaan, akan melayani berapa pun luas lahan masyarakat yang mau bekerja sama, tidak harus dalam luasan hektare. “Berapapun akan kami layani untuk kerja sama dengan sistem plasma.
SEBUAH pola pengembangan konversi dari perkebunan karet ke sawit tengah dikembangkan Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Konversi perkebunan rakyat ini dijalankan oleh PT Sawit Sumbermas Sarana (SSMS) Tbk melalui sistem plasma dengan para petani lokal.
Melalui program plasma ini, diharapkan terdapat peningkatan ekonomi masyarakat sesuai visi dan misi Citra Borneo Indah Group yakni perkembangan perusahaan harus berbanding lurus dengan kesejahteraan masyarakat di sekitar.
Manajer Sosialisasi dan Administrasi PT SSMS Tbk Soleh mengatakan, atas permintaan masyarakat Desa Sulung, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, tanaman karet yang umurnya sudah tua memerlukan peremajaan. Perusahaan, akan melayani berapa pun luas lahan masyarakat yang mau bekerja sama, tidak harus dalam luasan hektare.
“Berapapun akan kami layani untuk kerja sama dengan sistem plasma. Seratus pohon pun akan kami layani karena lahan masyarakat kadang hanya bisa ditanami 100 pohon,” tegasnya.
Dengan sistem plasma pengalihan dari perkebunan karet ini, masyarakat akan diberikan pinjaman sebagai modal pembiayaan, berupa pengolahan lahan dan bibit. Sekanjutnya modal tersebut akan dihitung sebagai utang dengan sistem pengembalian setelah tanaman sawit berproduksi.
Tentang bagi hasil, masyarakat akan mengembalikan piutangnya dengan mengangsur setiap panen sebesar 30% dari nilai produksi. Bila produksinya bagus, diharapkan lima tahun utang tersebut sudah lunas.
Untuk tahun ini, menurut Soleh, pihaknya baru berhasil melaksanakan program plasma ini seluas 300 hektare. Hal itu disebabkan beberapa kendala. Seperti masalah legalitas kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) dan Hutan Produksi (HP). Menurut aturan, lahan yang masuk klasifikasi HPK dan HP tidak bisa dijadikan perkebunan. (www.borneonews.co.id)