Uni Eropa Pakai Biofuel Sawit Hingga 2030

PERTEMUAN Trilog Uni Eropa yang terdiri dari Komisi Eropa, Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa pada 14 Juni 2018 memutuskan untuk tidak melarang penggunaal biofuel berbasis sawit minimal hingga 2030. Keputusan tersebut tertuang dalam revisi Arahan Energi Terbarukan Uni Eropa (RED II). Sebelumnya Uni Eropa berencana melarang penggunaan biofuel berbasis sawit mulai 2021.

Uni Eropa Pakai Biofuel Sawit Hingga 2030

PERTEMUAN Trilog Uni Eropa yang terdiri dari Komisi Eropa, Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa pada 14 Juni 2018 memutuskan untuk tidak melarang penggunaal biofuel berbasis sawit minimal hingga 2030. Keputusan tersebut tertuang dalam revisi Arahan Energi Terbarukan Uni Eropa (RED II).

Sebelumnya Uni Eropa berencana melarang penggunaan biofuel berbasis sawit mulai 2021. Dengan demikian, biodiesel produksi Indonesia bisa tetap masuk ke Uni Eropa.

Bagi Indonesia, Uni Eropa saat ini merupakan pasar ekspor minyak sawit terbesar kedua, dan impor Uni Eropa telah meningkat secara signifikan pada tahun 2017, sebesar 28%. “Uni Eropa merupakan dan tetap akan menjadi pasar paling terbuka untuk minyak sawit Indonesia,” tegas Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guérend Fact Sheet yang diterbitkan (16/6/2018).

Keputusan Trilog Uni Eropa terkait sawit itu adalah sebagai berikut:

  1. Tidak ada rujukan khusus atau eksplisit untuk minyak sawit dalam perjanjian ini.
  2. Hasilnya sama sekali bukan larangan ataupun pembatasan impor minyak sawit atau biofuel berbasis minyak Ketentuan yang relevan dalam RED II hanya bertujuan untuk mengatur sejauh mana biofuel tertentu dapat dihitung oleh Negara-negara Anggota Uni Eropa untuk mencapai target energi berkelanjutan mereka.
  3. Pasar Uni Eropa tetap terbuka untuk impor minyak sawit. Bagi Indonesia, Uni Eropa adalah pasar ekspor minyak sawit terbesar kedua, dan impor Uni Eropa telah meningkat secara signifikan pada tahun 2017, sebesar 28%.

Setelah kesepakatan politik pada 14 Juni tersebut, teks Arahan (Directive) harus secara resmi disetujui oleh Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa. Setelah disahkan oleh kedua badan legislasi ini dalam beberapa bulan mendatang, Arahan Energi Terbarukan yang diperbarui (RED II) akan dipublikasikan dalam Jurnal Resmi Uni Eropa dan akan mulai berlaku 20 hari setelah publikasi.

Negara-negara Anggota Uni Eropa harus mengambil elemen-elemen baru dari RED II tersebut dan menjadikannya bagian dari undang-undang nasional paling lambat 18 bulan setelah tanggal mulai berlakunya.

Dalam revisi RED II tersebut termasuk di dalamnya target energi terbarukan yang mengikat untuk Uni Eropa yakni sekurang-kurangnya sebesar 32% pada tahun 2030 dibanding 27% selama ini, dan persentase ini mungkin ditingkatkan lagi setelah tinjauan pada tahun 2023.

Hal itu akan memungkinkan Eropa untuk mempertahankan perannya sebagai pemimpin dalam upaya melawan perubahan iklim, dalam melakukan transisi ke energi ramah lingkungan dan dalam memenuhi tujuan yang ditetapkan oleh Kesepakatan Paris, yaitu membatasi pemanasan global hingga 2°C, dan mencapai keseimbangan antara sumber dan rosot (sink) gas rumah kaca pada paruh kedua abad ini, atas dasar pemerataan, dan dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan upaya untuk mengentaskan  kemiskinan.

Masa Depan Biofuel di Uni Eropa

Dengan kesepakatan tersebut, terdapat sejumlah hal penting terkait penggunaan biofuel di Uni Eropa.

  1. Teks RED II yang telah disetujui menetapkan bahwa kontribusi dari beberapa kategori biofuel tertentu (bahan bakar cairan nabati atau bioliquid dan bahan bakar biomassa, khususnya yang memiliki risiko tinggi terhadap perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung – indirect land-use change atau ILUC – dan dari tanaman pangan atau bahan baku yang mengalami ekspansi area produksi secara signifikan menjadi lahan dengan stok karbon tinggi) akan dibatasi pada tingkat konsumsi 2019.
  2. Untuk mencapai sasaran energi terbarukan Uni Eropa, kontribusi dari biofuel tersebut akan dikurangi secara bertahap hingga tahun 2030.
  3. Kontribusi dari biofuel dengan risiko ILUC rendah akan dibebaskan dari batas-batas ini sesuai dengan kriteria obyektif.
  4. Teks RED II tidak memberi perlakuan khusus terhadap minyak sawit maupun tanaman lainnya. Rapeseed, bunga matahari, kedelai atau minyak sawit akan diperlakukan sama sesuai dengan kriteria yang sama.
  5. Kesepakatan trilog menugaskan Komisi Eropa memberlakukan Delegated Act untuk menetapkan bahan baku yang mengalami ekspansi area produksi secara signifikan menjadi lahan dengan stok karbon tinggi. Penetapan ini akan dilakukan atas dasar informasi ilmiah terbaik yang tersedia.
  6. Data tentang perluasan produksi akan dikumpulkan dalam laporan yang akan diterbitkan pada tahun 2019.
  7. Komisi Eropa berkomitmen untuk mempertahankan pendekatan yang tidak diskriminatif dan berbasis sains dalam penyusunan laporan dan delegated act.