Manfaat Minyak Sawit Ciptakan Lapangan Kerja di Negara Importir

Minyak sawit memiliki peran penting dalam pengembangan industri hilir, baik di negara produsen, negara importir, maupun negara konsumen.

Manfaat Minyak Sawit Ciptakan Lapangan Kerja di Negara Importir

Kegiatan ekonomi berbasis minyak sawit telah melibatkan hampir semua negara di dunia. Dalam kegiatan produksi, komoditas tersebut diproduksi oleh sekitar 28 negara. Pada aktivitas ekspor, impor, serta industri hilir mencakup lebih dari 100 negara. Adapun, konsumsi produk akhir berbasis minyak sawit baik secara langsung maupun tidak langsung telah menjangkau hampir seluruh negara.

Secara global penggunaan produk yang mengandung minyak sawit terjadi setiap hari selama 24 jam. Hampir seluruh produk yang dijual di berbagai supermarket mengandung minyak sawit dalam komposisinya. Kondisi tersebut terjadi karena minyak sawit merupakan bahan baku multiguna yang dapat diaplikasikan pada berbagai produk seperti pangan, barang konsumsi (toiletries atau consumer goods), pakan ternak, hingga energi terbarukan.

PASPI Monitor (2021) dalam jurnal berjudul Minyak Sawit Menciptakan Kesempatan Kerja di Negara Importir mengatakan bahwa minyak sawit memiliki peran penting dalam perdagangan global serta pengembangan industri hilir, baik di negara produsen, negara importir, maupun negara konsumen. Salah satu implikasi dari aktivitas tersebut adalah peningkatan kesempatan kerja atau job creation.

Studi yang dilakukan oleh Europe Economics (2016) menunjukkan bahwa secara global, terdapat sekitar 2,9 juta tenaga kerja yang terkait dengan volume minyak sawit sebesar 52 juta ton. Dengan demikian, terdapat sekitar 54 kesempatan kerja yang tercipta untuk setiap seribu ton minyak sawit melalui dampak tidak langsung dan induced impact dari kegiatan impor, industri hilir, dan konsumsi di negara-negara importir.

Seiring dengan peningkatan volume impor minyak sawit global dan perluasan industri hilir berbasis sawit, jumlah penciptaan lapangan kerja juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 volume impor minyak sawit global mencapai 15,23 juta ton dan menghasilkan sekitar 1,9 juta lapangan kerja (Trademap, 2020). Angka tersebut naik menjadi 2,3 juta pada tahun 2015 dengan volume impor sebesar 16,25 juta ton. Pada tahun 2020 volume impor diperkirakan mencapai 50,55 juta ton dan menghasilkan penciptaan lapangan kerja sekitar 2,7 juta orang.

Distribusi penciptaan lapangan kerja ini merupakan hasil kombinasi antara volume impor minyak sawit dan perkembangan industri hilir baik melalui ekspansi maupun pendalaman rantai industri. Selain itu, teknologi yang digunakan dalam industri hilir turut memengaruhi besaran penciptaan lapangan kerja, terutama perbedaan antara industri padat karya (labor intensive) dan padat modal (capital intensive).

Negara importir terbesar minyak sawit dunia yaitu China, India, serta negara-negara di kawasan Uni Eropa, masing-masing mengimpor sekitar delapan juta ton pada periode 2013–2014. Meski demikian, kontribusi penciptaan lapangan kerja dari impor tersebut berbeda (PASPI Monitor, 2021). Untuk setiap seribu ton minyak sawit, Uni Eropa menciptakan 11 kesempatan kerja, China 115, dan India 129.

Perbedaan tersebut terjadi karena Uni Eropa didominasi industri padat modal sehingga lebih hemat tenaga kerja (labor saved). Penggunaan minyak sawit untuk industri-industri padat modal atau capital intensive di Uni Eropa seperti industri pangan, industri kosmetik dan personal care, industri biodiesel, hingga industri pakan ternak. PASPI (2021) mengatakan bahwa harga modal di Uni Eropa lebih terjangkau apabila dibandingkan dengan negara lain seperti India dan China.

Adapun, India dan China banyak mengembangkan industri yang lebih padat karya. PASPI (2021) mengatakan biaya tenaga kerja di India dan China lebih melimpah dan terjangkau apabila dibandingkan dengan Uni Eropa. Alhasil, dampak impor minyak sawit dan perkembangan hilirisasi terhadap penciptaan lapangan kerja di kedua negara tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan Uni Eropa.

Di China minyak sawit sangat dimanfaatkan untuk industri mie instan (noodle industry). Adapun, di India sebagian besar minyak sawit digunakan untuk industri minyak goreng. Industri mie bersifat lebih padat modal apabila dibandingkan dengan industri minyak goreng yang membutuhkan lebih banyak tenaga kerja sehingga penciptaan lapangan kerja di India lebih tinggi apabila dibandingkan dengan China.

Dengan variasi teknologi hilirisasi, perbedaan volume impor, serta penggunaan minyak sawit di berbagai negara maka distribusi penciptaan lapangan kerja juga berbeda. India mencatat kontribusi terbesar yaitu 42 persen, diikuti China sebesar 29 persen. Sebaliknya, Uni Eropa dan Amerika Serikat mencatatkan dampak yang lebih rendah dari minyak sawit terhadap lapangan kerja yaitu masing-masing sebesar tiga persen dan dua persen.

Dengan demikian, jelas bahwa produsen minyak sawit global seperti Indonesia berkontribusi besar dalam menciptakan manfaat ekonomi berupa penciptaan lapangan kerja di negara-negara importir. Dampak terbesar dirasakan oleh negara dengan volume impor tinggi dan industri hilir yang bersifat padat karya seperti India dan China.

Hal tersebut menegaskan bahwa industri sawit merupakan industri yang bersifat inklusif secara global. Manfaat ekonomi komoditas minyak sawit tidak hanya dinikmati oleh negara produsen tetapi juga oleh negara importir dan konsumen.