Sektor Pertanian Harus Digarap dari Hulu ke Hilir

Presiden Joko Widodo berpesan agar pekerjaan di sektor pertanian dilakukan dari hulu ke hilir, tidak hanya di satu sisi saja.

Sektor Pertanian Harus Digarap dari Hulu ke Hilir
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan pada Peresmian Pembukaan the 2nd Asian Agriculture and Food Forum (ASAAF) Tahun 2020 di Istana Negara, Kamis (12/3/2020). (Foto: Setkab/Humas/Oji)

JAKARTA—Presiden Joko Widodo berpesan agar pekerjaan di sektor pertanian dilakukan dari hulu ke hilir, tidak hanya di satu sisi saja. Hal itu perlu dilakukan mengingat sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan ekonomi, baik dalam kontribusi ekspornya maupun kontribusi meningkatkan pendapatan masyarakat.

Presiden menyampaikan pesan tersebut dalam peresmian Pembukaan the 2nd Asian Agriculture and Food Forum (ASAFF) Tahun 2020, di Istana Negara, Kamis (12/3/2020). ”Sektor pertanian juga berkontribusi dalam penyediaan pangan functional food yang sangat penting bagi sebuah bangsa. Karena dari pangan lah dapat mendorong tingkat kesehatan yang lebih baik, sehingga mampu meningkatkan produktivitas bangsa dan negara kita,” tutur Presiden.

ASAFF merupakan forum pertemuan stakeholders pertanian untuk membahas isu-isu strategis pertanian di kawasan Asia dan membangun kerjasama Government to Government (G2G) dan Business to Business (B2B) dalam kebijakan pertanian, budidaya pertanian, teknologi pertanian, dan bisnis sektor pertanian, dalam arti luas pertanian, perikanan, peternakan.

Forum pertanian Asia ini sekaligus membahas sinergi dan kolaborasi negara-negara Asia dalam membangun kemandirian pertanian dan kedaulatan pangan berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), tanggal 12-14 Maret 2020.

Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Moeldoko, mengatakan salah satu tantangan besar pertanian saat ini adalah menyangkut masalah ketersediaan lahan.

Menurut Moeldoko, secara makro sektor pertanian adalah penyumbang GDP terbesar di kawasan Asia dan menjadi bagian strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan Asia. Namun, seiring dengan perkembangan industri dan perubahan iklim, lahan pertanian di kawasan Asia terus menyusut.

Rural Development and Food Security Forum 2019 yang digelar Asian Development Bank (ADB) di Manila, Filipina, Oktober 2019, mengungkapkan lahan pertanian menyusut hingga 44 persen. Kondisi ini mengancam produksi pangan Asia.

Padahal ADB menyebut sebanyak 822 juta orang di muka bumi masih berada dalam kondisi tidak aman pangan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 517 juta orang (62,89%) berada di kawasan Asia dan Pasifik. Oleh karena itu ADB telah menetapkan pertanian dan ketahanan pangan menjadi salah satu dari tujuh prioritas operasionalnya hingga 2030 seiring dengan 17 tujuan SDGs (Sustainable Development Goals).

Mengutip data BPS, Moeldoko menyebutkan bahwa di Indonesia sendiri penyusutan lahan terjadi secara signifikan setiap tahunnya. Menurutnya, hampir 120 ribu hektar lahan berubah fungsi setiap tahunnya. 

Khusus Indonesia, selain penyusutan lahan kita memiliki lima persoalan pertanian lainnya. Pertama adalah pemilikan lahan petani yang rata-rata hanya 0,2 hektar dan kondisi tanah yang sudah rusak. Kedua, aspek permodalan. Ketiga, lemahnya manajemen petani. Keempat, minimnya penguasaan teknologi dan inovasi. Kelima adalah penanganan pasca panen.  **