Peran Strategis Industri Sawit dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi Nasional

Industri sawit nasional memiliki peran strategis dalam mewujudkan cita-cita pemerintah yang menargetkan swasembada energi dan pangan.

Peran Strategis Industri Sawit dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi Nasional
Ilustrasi buah kelapa sawit.

Posisi industri sawit nasional sangat penting dalam mendukung ketahanan pangan dan energi nasional. Sebagai penghasil bahan pangan, energi, dan biomaterial, industri sawit nasional memiliki peran strategis dalam mewujudkan Asta Cita Kabinet Merah Putih pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan pencapaian ketahanan nasional mencakup swasembada pangan dan energi (PASPI, 2024).

Penempatan swasembada pangan dan energi sebagai bagian ketahanan nasional merupakan suatu paradigma dan kesadaran baru ketahanan nasional (national security) bahwa ketahanan pangan (food security) dan ketahanan energi (energy security) merupakan pilar penting dari ketahanan nasional (PASPI, 2024).

Ketahanan Pangan

Industri sawit menghasilkan bahan-bahan pangan berbasis minyak sawit dan biomassa sawit dengan aplikasi yang luas dalam industri pangan (PASPI, 2023). Kontribusi industri sawit dalam ketahanan pangan mencakup berbagai aspek seperti ketersediaan (availability) baik volume, mutu, tempat/ruang, dan waktu; keterjangkauan (affordability) baik secara fisik maupun ekonomi; serta keberlanjutan (sustainability) secara sosial, ekonomi, dan lingkungan.

PASPI (2025) mengatakan dalam jurnal berjudul Industri Sawit Bagian Strategis Ketahanan Pangan dan Energi Nasional yang Berkelanjutan, terdapat enam komponen penting dalam industri sawit nasional yang berperan strategis bagi ketahanan pangan nasional, yakni

Pertama, volume produksi minyak sawit cukup besar bahkan terbesar di dunia. Produksi minyak sawit Indonesia tahun 2023 mencapai sekitar 54,8 juta ton terdiri atas crude palm oil (CPO) sebesar 50 juta ton dan palm kernel oil (PKO) sekitar 4,8 juta ton. Industri hilir sawit jalur pangan (oleofood complex) di dalam negeri sudah berkembang seperti industri minyak goreng, industri margarin, hingga industri specialty fat dan shortening. Industri-industri tersebut menghasilkan produk pangan yang bisa dikonsumsi langsung oleh masyarakat Indonesia dan dunia (PASPI, 2021).

Kedua, industri sawit yang mencakup hulu dan hilir telah tersebar ke hampir seluruh daerah di Tanah Air. Perkebunan sawit berada di 26 provinsi dan lebih dari 250-an kabupaten di Indonesia. Adapun, industri oleofood complex telah menjangkau hampir semua penduduk di Indonesia. Distribusi produksi bahan baku dan industri hilir tersebut dapat memastikan bahwa bahan produk pangan berbasis minyak sawit mudah dijangkau oleh setiap masyarakat Indonesia.

Ketiga, produksi pangan minyak sawit (hulu-hilir) tersedia sepanjang tahun dengan pasokan stabil. Produksi minyak sawit tidak mengenal musiman dan produksi relatif merata dari bulan ke bulan sepanjang tahun sehingga memberi kepastian pasokan produk bagi konsumen.

Keempat, minyak sawit sebagai bahan pangan memiliki berbagai keunggulan seperti mengandung gizi unggul seperti vitamin A dan E, squalene, ubiquinone, asam lemak esensial, dan senyawa antioksidan lainya serta memiliki komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuh yang relatif seimbang (PASPI, 2023). Kandungan tersebut menjadikan minyak sawit bukan hanya sumber energi (lemak) yang tinggi, namun juga sebagai bahan pangan bergizi (foodfarmacy) dan dapat diaplikasikan untuk berbagai proses industri pangan.

Kelima, peran pangan berbasis minyak sawit umumnya tidak dikonsumsi secara tersendiri melainkan digunakan untuk mengolah berbagai bahan pangan karbohidrat (biji-bijian, umbi-umbian), protein (hewani), sayuran dan lain. Artinya, pangan berbasis minyak sawit dapat meningkatkan pemanfaatan bahan pangan lain dan mendorong diversifikasi konsumsi pangan.

Keenam, dari segi keterjangkauan (affordability), pangan berbasis minyak sawit seperti minyak goreng sawit merupakan minyak nabati yang paling terjangkau baik dari segi fisik maupun dari segi harga (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2024c). Selain itu, proses produksi pangan minyak sawit dan perdagangannya yang melibatkan banyak penduduk dan dunia usaha kecil-menengah juga menciptakan pendapatan masyarakat sehingga juga meningkatkan affordability dari segi daya beli.

Ketahanan Energi

Selain ketahanan pangan, industri sawit juga bagian penting dalam ketahanan energi (PASPI, 2023, PASPI Monitor, 2023c). Dari industri sawit diperoleh berbagai energi terbarukan (renewable energy) baik energi biogenerasi pertama (first generation bioenergy), bioenergi generasi kedua (second generation bioenergy), dan bioenergi generasi ketiga (third generation bioenergy). Ketiga generasi bioenergi dari sawit tersebut dapat menggantikan energi fosil.

Bioenergi generasi pertama yang dimaksud adalah pemanfaatan minyak sawit (CPO dan PKO) untuk energi seperti biodiesel, green diesel (solar sawit), green gasoline (bensin sawit), dan green jetfuel (avtur sawit). Pengolahan untuk menghasilkan green fuel sawit tersebut juga menghasilkan joint product berupa biogas yang dapat menjadi substitut gas alam/LNG.

Selain bioenergi generasi pertama, industri sawit juga potensial menghasilkan bioenergi generasi kedua yang memanfaatkan biomassa perkebunan sawit. Biomassa yang dimaksud mencakup tandan kosong (empty fruit bunch), cangkang (palm kernel), serat buah (oil palm fibre and shell), batang kelapa sawit (oil palm trunk), dan pelepah kelapa sawit (oil palm fronds).

Melalui teknologi thermochemical, biological, chemical, dan physical conversion (Naik et.al., 2010), biomassa sawit tersebut dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan berbagai bentuk bioenergi seperti bioetanol, biocoal, briket, biogas, dan lain-lain.

Selanjutnya industri sawit juga berpotensi menghasilkan bioenergi sawit generasi ketiga (third generation bioenergy) yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit/PKS (CPO mill) berupa POME (palm oil mill effluent). Pemanfaatan POME untuk menghasilkan bioenergi dengan mengadopsi teknologi methane capture untuk menangkap gas methane sehingga dapat menghasilkan biogas/biomethane (PASPI Monitor, 2023a; Nisa dan Wijayanti, 2023; Mathews dan Ardiyanto, 2015).

Energi dari sawit tersebut baik energi generasi pertama maupun generasi kedua merupakan energi baru. Sepanjang matahari masih bersinar, pemanenan energi matahari oleh kebun sawit (PASPI Monitor, 2024a) akan berlangsung terus sehingga produksi ketiga generasi bioenergi berbasis sawit akan tersedia secara terus-menerus. Indonesia tidak perlu lagi bergantung pada impor minyak fosil yang ketersediaannya semakin menipis di bawah tanah dan beralih menggunakan bioenergi yang tersedia melimpah dari kelapa sawit di atas tanah.