Inovasi Bioenergi Berbasis Sawit Guna Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional
Inovasi bioenergi memiliki banyak peran strategis seperti mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil hingga memperbaiki neraca perdagangan minyak dan gas.

Kebutuhan minyak fosil masih terus meningkat di Indonesia seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang terjadi di Tanah Air. Akibatnya, ketergantungan pada impor minyak fosil seperti bensin, solar atau diesel, hingga avtur terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dalam periode 2010-2022, konsumsi diesel fosil masih sekitar 23,1 juta kiloliter dan terus meningkat menjadi sekitar 32,1 juta kiloliter. Kemudian konsumsi bensin fosil meningkat dari sekitar 23,1 juta kiloliter menjadi sekitar 41,9 juta kiloliter. Konsumsi avtur fosil juga meningkat dari sekitar 2,7 juta kiloliter menjadi 7,3 juta kiloliter (Kementerian ESDM, 2023).
Ketergantungan pada impor energi fosil ini dapat dikurangi melalui inovasi dan pengembangan bioenergi berbasis sawit. Selain mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil (energy security), inovasi bioenergi memiliki beberapa peran strategis lain seperti memperbaiki neraca perdagangan minyak dan gas; mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan memitigasi pemanasan global serta perubahan iklim (global climate change mitigation); hingga mendorong pembangunan pedesaan (rural development) melalui perluasan pasar bagi bahan baku bioenergi.
Dalam beberapa waktu belakangan telah terjadi inovasi bioenergi berbasis sawit di Indonesia. Pemanfaatan bioenergi sawit yang terbesar saat ini di Indonesia adalah dalam bentuk biodiesel. Kapasitas pabrik biodiesel di Indonesia saat ini telah mencapai sekitar 20 juta kiloliter dan dengan program mandatori biodiesel di Indonesia yang hingga tahun 2025 telah mencapai B40 telah berhasil mengurangi penggunaan solar fosil di Indonesia.
Meskipun biodiesel sawit telah dimanfaatkan, upaya-upaya untuk memperbaiki mutu biodiesel tetap dilakukan dengan melahirkan inovasi-inovasi baru. PASPI (2025) dalam jurnal berjudul Inovasi Diversifikasi Bioenergi Berbasis Sawit untuk Substitusi Energi Fosil mencatat beberapa inovasi bioenergi berbasis sawit yang sukses terlaksana melalui program Grant Riset Sawit (GRS). Program GRS difasilitasi oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
Inovasi-inovasi baru untuk perbaikan mutu biodiesel antara lain mencakup perbaikan teknologi proses, teknologi produk, alternatif dan perbaikan bahan baku, distribusi, serta perluasan aplikasi. Program GRS BPDP juga melahirkan riset inovasi terkait bahan baku (feedstock) biodiesel sawit seperti pemanfaatan palm acid oil/PAO (Rachmadona et.al., 2024) dan palm fatty acid distillate/PFAD (Wulandani et.al., 2024).
Kedua riset inovasi tersebut di atas mengembangkan alternatif bahan baku yang berasal dari produk samping dari industri pengolahan minyak sawit (industri refinery) yang selama ini memiliki nilai ekonomi rendah. Selain untuk memperluas basis atau alternatif bahan baku biodiesel serta aplikasi 4-R/zero waste dan ekonomi sirkuler, penggunaan feedstock tersebut juga untuk meningkatkan ecological value biodiesel yakni pengurangan emisi (carbon footprint). Dari segi keekonomian, pemanfaatan alternatif bahan baku biodiesel ini lebih kompetitif (harga) dan berpotensi meminimalisir trade-off food-fuel (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2021).
Selain alternatif bahan baku biodiesel, riset GRS menghasilkan alternatif katalis yang digunakan dalam proses produksi biodiesel. Riset Arita et.al. (2021) memperkenalkan inovasi katalis berbasis gliserol dan kalium karbonat dari limbah pengolahan minyak sawit sebagai substitut katalis impor yang digunakan pada produksi biodiesel di Indonesia.
Riset inovasi terkait teknologi proses dan produk biodiesel juga dikembangkan dan tersedia untuk diadopsi. Penelitian Budhi et.al. (2024) mengembangkan teknologi pemanfaatan enzimatis sehingga proses produksi biodiesel menjadi lebih efisien dan hemat energi. Riset Indarto et.al. (2022; 2023) juga mengembangkan teknologi dalam rangka meningkatkan stabilitas oksidasi biodiesel melalui teknologi transfer hidrogen katalitik sehingga kualitas biodiesel dapat dipertahankan selama proses distribusi dan penyimpanan.
Riset GRS terkait peningkatan mutu kualitas biodiesel dihasilkan oleh Helwani et.al. (2020) yang mengembangkan teknologi sehingga dapat mengurangi titik leleh, meningkatkan kestabilan oksidasi, serta memperbaiki karakteristik keseluruhan dari biodiesel yang dihasilkan.
Terdapat juga riset GRS berkaitan dengan distribusi yakni dan perluasan pemanfaatan biodiesel. Riset Akbar et.al., (2022) menghasilkan rekomendasi dalam rangka optimasi distribusi FAME yang lebih efisien, dapat mengurangi biaya distribusi, dan mencegah penurunan mutu biodiesel selama distribusi/penyimpanan.
Berkaitan dengan perluasan pemanfaatan biodiesel, terdapat riset yang menghasilkan rekomendasi penggunaan B40 untuk kendaraan teknologi Euro-4/Euro-5 (Reksowardojo et.al., 2024) dan sektor non-otomotif seperti mesin alsintan, alat berat pertambangan, angkutan laut, kereta api, dan pembangkit (Wibowo et.al., 2024). Bahkan, riset Auzani et.al., (2024) berfokus pada perluasan pemanfaatan biodiesel di sektor maritim termasuk kapal perang dan kapal komersial.
Selain pengembangan biodiesel sawit sebagai substitusi solar fosil, Indonesia mengembangkan bioenergi berbasis sawit untuk substitusi bensin fosil, diesel fosil, avtur fosil, gas fosil, dan batubara. Berbagai inovasi produk bioenergi tersebut juga telah dihasilkan dari program GRS BPDP.
Untuk menghasilkan biofuel atau biohidrokarbon berbasis minyak sawit yang menyerupai susunan hidrokarbon bahan bakar fosil maka diperlukan katalis yang akan menghilangkan karbondioksida dan mengganti oksigen dengan hidrogen. Beberapa riset inovasi GRS telah mengembangkan teknologi katalis untuk memproduksi biofuel atau biohidrokarbon berbasis minyak sawit seperti Katalis Merah Putih (Subagjo et.al., 2021; 2022) dan biokatalis Fatty Acid Photodecarboxylase (CVFAP) dari Mikroalga (Kresnawaty et.al., 2021; 2022).
Bahkan untuk Katalis Merah Putih sudah dalam tahap pengembangan secara komersial holding BUMN PIHC dan selanjutnya katalis tersebut akan digunakan untuk memproduksi biohidrokarbon di kilang Pertamina (PASPI Monitor, 2020).
Masih banyak inovasi dan pengembangan lain yang terdapat di dalam program ini. Secara umum, terdapat lima manfaat sekaligus alasan pengembangan bioenergi sawit bagi Indonesia yakni mengurangi ketergantungan pada energi fosil, memperbaiki neraca minyak dan gas, mengurangi emisi gas rumah kaca, mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan, dan instrumen Indonesia dalam mempengaruhi pasar minyak sawit dunia.
Kemudian terdapat tiga jalur pengembangan bioenergi berbasis sawit yang telah, sedang, dan akan dikembangkan Indonesia yakni hilirisasi bioenergi berbasis minyak (bioenergi generasi pertama), hilirisasi bioenergi berbasis biomassa (bioenergi generasi kedua), dan hilirisasi bioenergi berbasis limbah POME (bioenergi generasi pertama).
Berbagai inovasi bioenergi yang telah dihasilkan dari program GRS BPDP yakni perbaikan teknologi proses dan produk biodiesel (termasuk alternatif bahan baku), inovasi produk bioenergi berbasis minyak sawit (green diesel, green gasoline/bensin sawit, dan green avtur/bioavtur), inovasi teknologi bioenergi berbasis biomassa, serta inovasi perbaikan teknologi dan produk biogas POME.
Inovasi riset tersebut bisa segera dikembangkan secara komersial di Indonesia sehingga visi kemandirian energi nasional yang berkelanjutan segera terwujud.