Mengenal Tiga Generasi Bioenergi Berbasis Sawit
Pengembangan bioenergi berbasis sawit dapat dilakukan melalui tiga jalur yaitu berbasis minyak, berbasis biomassa, dan berbasis POME.
Secara kimiawi, asam lemak yang terkandung di dalam minyak sawit memiliki karakteristik yang sangat mirip dengan struktur hidrokarbon pada bahan bakar fosil. Asam lemak tersebut berupa hidrokarbon berantai sedang yang masih mengandung gugus karbondioksida pada salah satu ujung molekul (PASPI Monitor, 2025).
Untuk menghasilkan bioenergi dengan struktur serupa bahan bakar fosil maka diperlukan proses penghilangan gugus karbondioksida tersebut. Asam palmitat dalam minyak sawit dapat dikonversi menjadi pentadekana, yaitu green diesel (solar sawit) yang berfungsi sebagai substitusi solar fosil.
Sementara itu, asam laurat dalam minyak inti sawit dapat diolah menjadi undekana, yaitu green aviation fuel (avtur sawit) sebagai alternatif pengganti avtur berbasis fosil. Melalui proses dekarboksilasi dan perengkahan struktur hidrokarbon, asam oleat pada minyak sawit juga dapat diubah menjadi green gasoline (bensin sawit) sebagai substitusi bensin fosil.
PASPI Monitor (2025) dalam jurnal berjudul Inovasi Diversifikasi Bioenergi Berbasis Sawit untuk Substitusi Energi Fosil mengatakan bahwa terdapat tiga jalur utama pengembangan bioenergi berbasis sawit di Indonesia, yaitu hilirisasi bioenergi berbasis minyak (bioenergi generasi pertama), hilirisasi bioenergi berbasis biomassa (bioenergi generasi kedua), dan hilirisasi bioenergi berbasis limbah palm oil mill effluent atau POME (bioenergi generasi ketiga).
Hilirisasi sawit tersebut memungkinkan pemanfaatan sumber energi terbarukan secara inovatif dan berkelanjutan, baik bioenergi generasi pertama (first generation bioenergy), generasi kedua (second generation bioenergy), maupun generasi ketiga (third generation bioenergy). Ketiga kategori bioenergi tersebut dapat berfungsi sebagai sumber energi alternatif untuk menggantikan ketergantungan terhadap energi fosil (PASPI Monitor, 2023a).
Berikut ini ulasan mengenai pengembangan bioenergi berbasis kelapa sawit mulai dari generasi pertama hingga generasi ketiga.
Bioenergi Generasi Pertama. Bioenergi generasi pertama mencakup pemanfaatan minyak sawit (crude palm oil/CPO dan crude palm kernel oil/CPKO) sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel, green diesel, green gasoline, dan green aviation fuel.
Proses pengolahan minyak sawit menjadi green fuel juga menghasilkan produk samping berupa biogas yang dapat menggantikan gas alam cair (liquefied natural gas atau LNG). Di antara berbagai bentuk bioenergi generasi pertama tersebut, biodiesel menjadi produk yang telah dimanfaatkan secara luas baik di Indonesia maupun secara global.
Saat ini biodiesel merupakan bentuk pemanfaatan bioenergi sawit yang terbesar di Indonesia. Kapasitas pabrik biodiesel di Indonesia telah mencapai sekitar 20 juta kiloliter dan dengan program mandatori biodiesel yang hingga tahun 2025 telah mencapai B40 maka telah berhasil mengurangi penggunaan solar fosil di Tanah Air.
Bioenergi Generasi Kedua. Industri sawit memiliki potensi besar untuk menghasilkan bioenergi generasi kedua yang memanfaatkan biomassa perkebunan kelapa sawit. Biomassa tersebut mencakup tandan kosong, cangkang inti sawit, serat buah, batang kelapa sawit, serta pelepah sawit.
Melalui penerapan teknologi thermochemical, biological, chemical, dan physical conversion (Naik et al., 2010), biomassa berbasis kelapa sawit dapat diolah menjadi berbagai bentuk bioenergi seperti bioetanol, biocoal, briket, dan biogas. Bioetanol dapat digunakan sebagai substitusi atau bahan pencampur bensin, sementara biocoal dan biopellet dapat menggantikan atau dikombinasikan dengan batu bara.
Studi Foo-Yuen Ng et al. (2011) menunjukkan bahwa setiap hektare perkebunan kelapa sawit mampu menghasilkan biomassa sekitar 16 ton bahan kering per tahun atau sekitar tiga kali lebih besar apabila dibandingkan dengan produksi minyak sawit. Dengan luas perkebunan sawit Indonesia yang mencapai 16,8 juta hektare maka potensi produksi biomassa mencapai sekitar 272 juta ton per tahun. Hal tersebut menunjukkan besarnya potensi pengembangan bioenergi generasi kedua.
Bioenergi Generasi Ketiga. Industri sawit memiliki potensi untuk menghasilkan bioenergi generasi ketiga melalui pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit atau POME. Melalui teknologi methane capture, gas metana dari POME dapat ditangkap dan dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas atau biomethane.
Produksi biogas melalui pemanfaatan teknologi methane capture pada POME tersebut telah diterapkan sejak lama di Indonesia. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai inovasi telah dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi proses produksi dan kualitas biogas sehingga semakin ekonomis dan ramah lingkungan. Salah satu inovasi tersebut adalah pengembangan material membran untuk pemisahan CO₂ dari biogas berbasis POME sehingga dapat menghasilkan biogas dengan kualitas lebih tinggi dan nilai kalor yang lebih besar (Gunawan et al., 2022; 2023).
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Irvan et al. (2022; 2023) melalui pendekatan pemisahan atau reduksi kandungan CO₂ mampu menghasilkan biogas yang memiliki kualitas lebih baik. Inovasi tersebut dapat menghasilkan produk turunan lain seperti biometana dan asam format yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi berbagai sektor industri.

































