Komite Pengarah BPDPKS Putuskan Tunda Pungutan Ekspor CPO

Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memutuskan untuk menunda pengenaan pungutan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) meskipun telah memungkinkan untuk memberlakukan kembali pungutan ekspor CPO.

Komite Pengarah BPDPKS Putuskan Tunda Pungutan Ekspor CPO
Menko Perekonomian Darmin Nasution (FOTO: Dok Kemenko Perekonomian)

JAKARTA--Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memutuskan untuk menunda pengenaan pungutan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) meskipun telah memungkinkan untuk memberlakukan kembali pungutan ekspor CPO.

Menteri Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan pada dasarnya harga referensi yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan sudah melebihi ambang batas pengenaan ekspor sehingga pungutan bisa diberlakukan kembali. Kemendag menetapkan harga referensi untuk Maret 2019 sebesar US$595,98 per ton, melebihi ambang batas sebesar US$ 570 per ton.

Namun demikian, menurut Darmin, kondisi itu tidak merefleksikan situasi harga yang terjadi beberapa hari terakhir karena harga telah menurun hingga di kisaran US$ 545 per ton. Karena itu, pemerintah berencana merevisi Peraturan Menteri Keuangan yang menjadi dasar dari penetapan pungutan ekspor ini, yaitu PMK Nomor 152/PMK.05/2018.

Darmin mengatakan, revisi perlu dilakukan untuk menghindari pengenaan pungutan ekspor yang cenderung inkosisten lantaran mengikuti perubahan harga referensi setiap bulannya.

"Artinya, pungutan ekspor perlu mempertimbangkan konsistensi pengenaan dalam periode dua atau tiga bulan supaya ada kepastian bagi pelaku usaha, baik petani, pedagang termasuk pabrik kelapa sawit (PKS), juga eksportir. Akan aneh sekali kalau mereka kena (pungutan), lalu enggak kena lagi, lalu kena, dan seterusnya," ucap Darmin kepada Kontan.co.id usai memimpin Rapat Koordinasi Kebijakan Kelapa Sawit di kantornya, Kamis (28/2/2019).

Darmin mengatakan, revisi PMK kemungkinan besar menyangkut dua hal terpenting. Pertama, adanya kemungkinan menaikkan batas bawah (threshold) dari harga referensi yang dapat dikenakan pungutan ekspor. Namun, Darmin enggan menyebutkan kira-kira berapa ambang batas baru yang telah disepakati pemerintah dan pengusaha. "Kita terbitkan dulu saja nanti PMK-nya. Soal tarif batas bawah ekspor ini, kami masih perlu bicarakan lagi dengan Ibu Menkeu Sri Mulyani," ujarnya.

Selain persoalan ambang batas harga referensi, Darmin juga mengatakan akan ada perubahan terhadap periode pemberlakuan pungutan ekspor dalam PMK tersebut. Artinya, pemberlakuan pungutan ekspor diupayakan tak lagi mengikuti perubahan harga referensi ekspor yang berubah setiap bulannya. 'Sehingga ada kontinuitas dalam pemberlakuan pungutan ekspor sekaligus memberikan kepastian kepada dunia pengusaha.” (Sumber: Kontan)