Indonesia Tolak Diskriminasi Uni Eropa Soal Biofuel Sawit

Pemerintah Indonesia menyatakan kekecewaan atas sikap Parlemen Eropa mengenai biofuel berbahan dasar kelapa sawit. Kebijakan Parlemen Eropa untuk tetap menyetujui penghentian penggunaan biofuel berbahan dasar sawit sebagai energi terbarukan pada tahun 2021 dinilai Indonesia sebagai tindakan diskriminatif. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menilai tindakan tersebut diskriminatif karena Parlemen Eropa jelas-jelas mengabaikan fakta bahwa kelapa sawit memiliki efisiensi dan produktivitas sangat tinggi yang berpotensi menyumbang konservasi lingkungan dalam jangka panjang.

Indonesia Tolak Diskriminasi Uni Eropa Soal Biofuel Sawit

Pemerintah Indonesia menyatakan kekecewaan atas sikap Parlemen Eropa mengenai biofuel berbahan dasar kelapa sawit. Kebijakan Parlemen Eropa untuk tetap menyetujui penghentian penggunaan biofuel berbahan dasar sawit sebagai energi terbarukan pada tahun 2021 dinilai Indonesia sebagai tindakan diskriminatif.

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menilai tindakan tersebut diskriminatif karena Parlemen Eropa jelas-jelas mengabaikan fakta bahwa kelapa sawit memiliki efisiensi dan produktivitas sangat tinggi yang berpotensi menyumbang konservasi lingkungan dalam jangka panjang. Kebijakan tersebut dipastikan bisa menganggu hubungan Indonesia dengan Uni Eropa yang selama ini tumbuh dengan dasar saling menghormati.

Berikut pernyataan Kementerian Luar Negeri yang dipublikasikan di situs kemlu.go.id 22 Januari 2018:

1. Pemerintah Indonesia mengemukakan kekecewaan atas tindakan Parlemen Eropa yang tetap menyetujui penghentian penggunaan biofuel berbahan dasar kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan pada tahun 2021. Kebijakan yang diskriminatif ini tercermin dalam pemungutan suara di PE terhadap `the draft of Directive on the Promotion of the Use of Energy from Renewable Sources` dalam sesi pleno, 17 Januari 2018.

2. Pemerintah Indonesia memahami bahwa keputusan Parlemen Eropa tersebut belum menjadi kebijakan final. Namun demikian, keputusan tersebut akan mempengaruhi pandangan konsumen di Uni Eropa serta memberikan tekanan politik bagi negara-negara anggota Uni Eropa dan berbagai institusi Uni Eropa dalam pembentukan sikap mereka terhadap kelapa sawit sebagai salah satu sumber energi terbarukan.

3. Sangat disayangkan, sebagai institusi terhormat, Parlemen Eropa melakukan tindakan ini tidak hanya sekali tetapi berulang kali. Contoh terakhir adalah resolusi tentang “Palm Oil and Deforestation of Rainforests` dengan kesimpulan yang melenceng dan bias terhadap kelapa sawit.

4. Parlemen Eropa secara konsisten tidak mengindahkan fakta bahwa kelapa sawit memiliki efisiensi dan produktivitas sangat tinggi yang berpotensi menyumbang konservasi lingkungan dalam jangka panjang sebagai global land bank bila dibandingkan dengan minyak sayur lainnya. Kelapa sawit juga sepuluh kali lipat lebih efisien dalam pemanfaatan lahan dibandingkan dengan minyak rapeseedEropa. Oleh karena itu, kebijakan untuk menghilangkan kelapa sawit dari program biofuel sebagai sumber energi terbarukan merupakan kebijakan perdagangan yang proteksionis daripada upaya pelestarian lingkungan semata.

5. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menjamin dan mempertahankan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dari pengembangan kelapa sawit melalui berbagai kebijakan dan regulasi. Industri minyak sawit Indonesia telah terbukti berkontribusi pada pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, dan pencapaian tujuan Sustainable Development Goals.

6. Proses selanjutnya dan keputusan akhir RED II dipastikan akan berdampak pada fondasi hubungan ekonomi, perdagangan, dan investasi antara Indonesia dan Uni Eropa yang terus tumbuh berdasarkan nilai saling menghormati kepentingan masing-masing.