Gugat Menggugat Biodiesel

INDONESIA sedang sedang berada di pucuk pohon tertinggi dalam rantai sawit dunia. Negeri ini sudah menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia sekaligus menjadikan sebagai penghasil produk turunan sawit yang dominan. Namun, semakin tinggi pohon, semakin kencang pula angin bertiup.

Gugat Menggugat Biodiesel

INDONESIA sedang sedang berada di pucuk pohon tertinggi dalam rantai sawit dunia. Negeri ini sudah menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia sekaligus menjadikan sebagai penghasil produk turunan sawit yang dominan.

Namun, semakin tinggi pohon, semakin kencang pula angin bertiup. Terpaan terhadap industri sawit nasional kian kencang berhembus dengan aneka macam tudingan di baliknya, antara lain dari Uni Eropa dan Amerika Serikat. Di sektor biodiesel yang merupakan produk turunan kelapa sawit, Indonesia diserang dengan tuduhan subsidi, bahwa Indonesia tidak fair menjalankan perdagangan biodiesel karena melakukan dumping, sehingga patut dikenakan Bea Masuk Antidumping (BMAD).

Tudingan seperti itu tentu membuat gerah Indonesia, terutama dirasakan oleh produsen biodiesel. Sebab dengan pengenaan BMAD, praktis produk biodiesel Indonesia menjadi sulit bersaing di negara itu. Itulah sebabnya, ekspor biodiesel ke Uni Eropa langsung anjlok ketika BAMD itu dikenakan pada 19 November 2013 sebesar 8,8 persen hingga 23,3 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa turun 42,84 persen antara tahun 2013 hingga 2016, dari US$649 juta menjadi US$150 juta pada tahun 2016.

Tentu Indonesia tidak tinggal diam. Perang perdagangan biodiesel pun dimulai, Indonesia membawa kasus ini ke pengadilan Uni Eropa. Proses peradilan dimulai 19 Februari 2014 di Pengadilan Umum Tingkat I Uni Eropa. Hasilnya, pada 15 September 2016, pengadilan menolak penerapan BMAD oleh Uni Eropa dan ini berarti Indonesia menang.

Namun, Eropa tidak puas dan pada 24 November 2016 mengajukan banding ke Mahkamah Uni Eropa. Di pengadilan ini, Indonesia kembali menang karena hakim Mahkamah Uni Eropa menguatkan putusan hakim Pengadilan Umum Tingkat I UE untuk menolak penerapan BMAD tersebut.

Dengan kemenangan itu, terhitung sejak 16 Maret 2018, BMAD terhadap biodiesel Indonesia harus dihapuskan. Ini merupakan kemenangan ganda Indonesia atas Uni Eropa setelah sebelumnya juga memenangkan gugatan di Dispute Settlement Body WTO.

Sengketa dengan AS

Bukan hanya Eropa, Amerika Serikat (AS) juga ikut menyerang biodiesel Indonesia. Dari catatan Kementerian Perdagangan, AS telah menetapkan Bea Masuk Antidumping Subsidi (BMAS) yang diputuskan akhir tahun lalu sekitar 67%. Penetapan BMAS tersebut membuat ekspor biodiesel ke AS terhenti akibat harga tidak lagi kompetitif.

Apalagi pada 21 Februari 2018, otoritas AS juga memutuskan untuk pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produsen Biodiesel dengan besaran variatif 92,52% hingga 276,69%.

Pemerintah bersama produsen biodiesel pun tidak tinggal diam dan telah mengajukan gugatan Dispute Settlement Body (DSB-WTO) dan juga di forum US Court of International Trade (USCIT).

Boleh jadi, kemenangan Indonesia juga akan diperoleh dari AS, namun terpaan terhadap industri sawit nasional tidak akan berhenti sampai di situ. Selalu ada upaya untuk mematikan kekuatan selama produk Indonesia mampu bersaing dan tampil menawan di kancang perdagangan global. Dan, Indonesia pun siap meladeninya. ***