WHO Revisi Materi Kampanye COVID-19 yang Memuat Disinformasi Mengenai Sawit

Badan Kesehatan Dunia (WHO) merevisi materi kampanye mengenai rekomendasi makanan selama pandemi COVID-19 yang memuat materi disinformasi mengenai minyak sawit.

WHO Revisi Materi Kampanye COVID-19 yang Memuat Disinformasi Mengenai Sawit

JAKARTA—Badan Kesehatan Dunia (WHO) merevisi materi kampanye mengenai rekomendasi makanan selama pandemi COVID-19 yang memuat materi disinformasi mengenai minyak sawit.

Sebelumnya, Indonesia dan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) menyampaikan keberatan atas informasi yang menyesatkan dan tidak berimbang pada materi kampanye berjudul "Nutrition Advice for Adults During Covid-19" yang diterbitkan oleh WHO Regional Office for the Eastern Mediterranean.

Sebagaimana dipublikasikan di situs WHO Regional Office for the Eastern Mediterranean, materi baru itu telah menghilangkan sawit dari daftar makanan yang disarankan untuk tidak dikonsumsi. Pada materi lama, WHO menyebutkan daftar “Don’t eat saturated fats” yang di dalamnya antara lain termasuk minyak sawit. Pada materi yang telah direvisi, daftar itu diganti menjadi “Eat less saturated fats” dan tidak memasukkan minyak sawit di dalamnya.

Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun bersyukur bahwa WHO telah merevisi himbauan negatif dalam infografis tersebut. “Saat ini palm oil atau minyak sawit tidak ada tertulis lagi. Kalau minyak kelapa yang semula tertulis sekarang masih tertulis," kata Derom sebagaimana dikutip Warta Ekonomi, (11/5/2020).

Sebelumnya, surat keberatan dilayangkan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia, Masyarakat Perkelapa-sawitan Indonesia (MAKSI), SEAFAST Centre LPPM-IPB University, Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia, dan CPOPC.

Kemenlu menyatakan Indonesia sangat prihatin dengan materi kampanye online dengan konten materi yang tidak berimbang dan bahkan mengesampingkan konsumsi minyak kelapa sawit sebagai produk yang layak dikonsumsi selama pandemi COVID-19.

Asumsi bahwa konsumsi minyak sawit berdampak buruk terhadap kesehatan merupakan mispersepsi yang masih dipertentangkan, mengingat terdapat berbagai penelitian lain yang menunjukkan manfaat nutrisi minyak sawit, termasuk untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Antara lain, penelitian oleh [Cazzola (2017), Mukjerjee and Mitra (2009), Slover (1971) and Gunstone (1986)].

Penelitian tersebut menyebutkan bahwa sawit mengandung fitosterol, yakni senyawa yang secara alamiah membantu menurunkan kolesterol; meningkatkan fungsi otak, mengurangi risiko pembentukan gumpalan darah di arteri, dan menurunkan tekanan darah.

Sawit juga mengandung mengandung vitamin A dan E, terutama tocopherol dan tocotrienol (antioksidan) yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta memiliki kandungan Vitamin E lebih banyak dibandingkan minyak nabati lainnya.

Sementara itu, MAKSI, SEAFAST Centre LPPM-IPB University, dan Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia menyebutkan bahwa bukti ilmiah menunjukkan bahwa asupan yang seimbang antara lemak jenuh dan tak jenuh sangat dibutuhkan selama manusia hidup. Saran untuk menghindari lemak jenuh dari makanan justru akan berakibat buruk bagi kesehatan. Lemak jenuh dalam kadar yang tepat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh.

Lembaga-lembaga tersebut juga menyebutkan disinformasi pada materi kampanye semacam itu bisa berdampak negatif terhadap rantai pasok pangan dunia dan berimplikasi negatif terhadap upaya untuk mengatasi masalah kekurangan vitamin A. Harga minyak sawit yang saat ini sedang rendah tidak berarti minyak sawit memiliki nilai nutrisi yang lebih rendah pula. Sebab, pada kenyataanya sawit memiliki kandungan vitamin E paling banyak dibandingkan minyak nabati lain, mengandung sekitar 700 ppm betakaroten. ***