Sawit Indonesia Membuka Mata Dunia

Indonesia dikenal dunia sebagai penghasil sawit terbesar dengan total produksi mencapai 45?ri total produksi di dunia. Sebuah pencapain yang tentunya membanggakan.

Sawit Indonesia Membuka Mata Dunia
(Foto: Antara/Sahrul Manda Tikupadang)

INDONESIA dikenal dunia sebagai penghasil sawit terbesar dengan total produksi mencapai 45% dari total produksi di dunia. Sebuah pencapaian yang tentunya membanggakan. Namun demikian, capaian terbaik itu belum berbanding lurus dengan posisi sawit Indonesia di mata dunia. Bahkan seringkali justru terbalik, Indonesia seringkali dipandang sebelah mata.

Posisi tawar atau bergaining position Indonesia di kancang global seringkali lemah bahkan seringkali menempatkan sawit dalam posisi tersudut. Inilah yang selalu menjadi perhatian Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sehingga dirasakan perlu untuk membuka mata dunia mengenai sawit Indonesia.

Belum lama ini,  BPDPKS menggelar promosi di lima negara, yakni Denmark, Jerman, Polandia, Belanda, dan Prancis. Tujuannya membuka mata dunia bahwa industri sawit Indonesia telah menjalankan target Sustainable Development Goals atau pembangunan berkelanjutan.

Bayu Krisnamurthi, Direktur BPDPKS menyebutkan, industri sawit Indonesia telah mewujudkan agenda besar dunia itu dengan menerapkan konsep pengembangan berdasarkan People, Planet, dan Profit atau pendekatan berdasarkan sosial, lingkungan, dan ekonomi.  “Selain promosi, kami  juga mencari partner untuk membantu selesaikan berbagai masalah yang dihadapi,” kata Bayu (4/12/2016).

Terkait dengan promosi promosi sawit  Indonesia menjalin kerjasama pendidikan dan riset untuk studi tingkat Master of Business Administration dan doktoral antara Copenhagen Business School dengan Institut Pertanian Bogor, Universitas Lampung, dan Universitas Jambi. Dengan dukungan Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia, BPDP Sawit, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Copenhagen.

Bayu menjelaskan bahwa pihaknya akan menjalin kerjasama melalui partner yang dapat  menyediakan solusi atas berbagai masalah yang dihadapi industri sawit di tanah air. Harapan kami, dapat mencari partner yang mampu mendorong pengembangan sustainable palm oil.

Lewat kerjasama ini, mahasiswa yang berasal dari Indonesia dan Eropa bisa mengikuti  program tingkat pasca sarjana sampai doktoral. Pilihan lainnya mengambil  Executive Short Course selama sekitar 10 hari dengan tema Sawit Berkelanjutan.

Dalam kesempatan terpisah, Bayu Krisnamurthi pernah melontarkan gagasan bahwa dengan dana pungutan CPO maka kita (Indonesia) bisa memberikan beasiswa kepada mahasiswa negara lain yang tertarik belajar mengenai kelapa sawit. “Biarkan mereka yang mengatakan sisi positif sawit kepada orang lain,” tuturnya.

Terkait dengan masalah lingkungan, terutama kebakaran hutan, BPDPKS akan memberikan dukungan kepada 100 desa bebas api pada 2015 dan 150 desa pada 2017. “Kami akan menyampaikan rencana untuk mendukung perkebunan melalui landscape approach untuk pengembangan sawit ke depannya,” pungkas Bayu. ***