Perkebunan Sawit Bukan Penyebab Terjadinya Pemanasan Global
Tuduhan pihak anti-sawit yang menyalahkan perkebunan kelapa sawit sebagai penyebab dari pemanasan global dan perubahan iklim adalah tuduhan yang tidak tepat.

Dalam dua dekade terakhir, industri minyak sawit Indonesia terus menghadapi serangan black campaign dari berbagai pihak anti-sawit. Tema kampanye negatif (black campaign) yang saat ini marak diusung oleh pihak anti-sawit tersebut adalah mengaitkan perkebunan kelapa sawit dengan masalah lingkungan hidup. Selain dituduh sebagai driver utama deforestasi, kebun sawit juga dianggap sebagai penyebab terjadinya pemanasan dan perubahan iklim global.
PASPI (2020) dalam laporan berjudul Kebun Sawit Dianggap Sebagai Penyebab dari Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Global, Benarkah? memaparkan, pemanasan dan perubahan iklim global telah menjadi masalah dan perhatian masyarakat internasional karena dapat menimbulkan banyak kerugian, bahkan dapat mengancam keberlanjutan kehidupan di planet bumi.
Artinya, masalah pemanasan global merupakan masalah yang sangat serius dan memerlukan solusi yang fundamental dan holistik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang sama, kesetaraan, dan objektivitas tentang penyebab masalah pemanasan global sehingga solusinya dapat ditemukan secara objektif pula.
Penyebab Terjadinya Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Perubahan iklim global merupakan akibat dari pemanasan global (Soemarwoto, 1992; IEA, 2016 dalam laporan PASPI). Jika energi matahari yang terperangkap dalam atmosfer bumi semakin besar maka akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam iklim global antara lain: (1) evaporasi meningkat; (2) pemanasan/kenaikan temperatur air laut/samudera; (3) perubahan kondisi tanaman dan hewan; serta (4) es dan salju di kutub meleleh.
Kombinasi perubahan keempat hal tersebut mengakibatkan terjadinya berbagai bentuk perubahan iklim global, seperti curah hujan meningkat, badai, kekeringan dan kebakaran serta anomali iklim (laporan US Environmental Protection Agency yang dikutip oleh PASPI, 2020).
PASPI dalam laporannya tersebut menegaskan, pemanasan global bukan disebabkan oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit, melainkan akibat dari peningkatan intensitas efek gas rumah kaca pada atmosfer bumi. Secara alamiah, atmosfer bumi diisi oleh gas-gas rumah kaca terutama uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), metane (CH4), dan nitrogen (N2) dengan konsentrasi alamiah tertentu. Gas tersebut akan membentuk mekanisme efek rumah kaca.
Melalui mekanisme efek gas rumah kaca (GRK) alamiah tersebut, sebagian energi panas matahari diperangkap dalam atmosfer bumi dan sebagian lagi dipantulkan ke luar angkasa. Tanpa efek rumah kaca alamiah tersebut, semua energi panas matahari dipantulkan ke luar angkasa sehingga mengakibatkan temperatur atmosfer bumi akan sangat dingin dan tidak nyaman bagi seluruh mahkluk hidup untuk tinggal di planet bumi.
Sumber Emisi Gas Rumah Kaca
PASPI mengatakan, mekanisme efek gas rumah kaca memiliki fungsi untuk melindungi bumi dengan memantulkan radiasi matahari dari permukaan bumi sehingga temperatur atmosfer tetap hangat. Namun, jika intensitas dan konsentrasi dari gas rumah kaca berada di atas konsentrasi alamiahnya maka akan menyebabkan efek gas rumah kaca yang lebih besar dan berdampak pada pemanasan global, seperti yang terjadi saat ini.
Menurut laporan Olivier et.al (2020) berjudul Trends in Global CO2 and Total Greenhouse Gas Emissions 2019 diketahui bahwa emisi GRK mengalami peningkatan dari 33 Gt CO2 eq tahun 1990 menjadi 51,8 Gt CO2 eq tahun 2018. Dalam studi tersebut juga dijelaskan, sumber emisi GRK global terbagi menjadi empat komponen gas, di mana yang paling besar adalah emisi karbondioksida (CO2) dengan pangsa sebesar 71 persen, kemudian diikuti emisi dari metane (CH4) sebanyak 20 persen, nitrogen hidroksida (NO2) dengan pangsa 6 persen, dan emisi dari golongan Chlorofluorocarbon (CFC) atau F-gas sebesar 3 persen.
Berdasarkan hasil studi tersebut, diketahui bahwa emisi CO2 merupakan kontributor yang paling besar dalam emisi GRK global dengan laju peningkatan yang cukup signifikan. Karbon dioksida (CO2) dilepaskan ke atmosfer tidak hanya bersumber dari respirasi manusia dan hewan, namun akibat pembakaran energi fosil yang dilakukan pada sektor industri, listrik, dan transportasi (Matawal dan Maton, 2013 dalam jurnal berjudul Climate Change and Global Warming: Signs, Impact, and Solution).
Pernyataan tersebut juga terkonfirmasi oleh penelitian IEA (2016) berjudul Emissions from Fuel Combustion yang menunjukkan bahwa sektor energi fosil global (batu bara, gas, dan minyak fosil) baik pada proses produksi maupun konsumsi berkontribusi sebesar 68 persen terhadap emisi GRK global.
Oleh karena itu, tuduhan pihak anti-sawit yang mengaitkan dan menyalahkan kebun sawit sebagai penyebab dari pemanasan global dan perubahan iklim adalah tuduhan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan fakta empiris.