BPDPKS di Panggung Energi Terbarukan

TIDAK bisa dipungkiri jika bahan bakar fosil akan habis dalam beberapa tahun ke depan.

BPDPKS di Panggung Energi Terbarukan

TIDAK bisa dipungkiri jika bahan bakar fosil akan habis dalam beberapa tahun ke depan. Outlook Energy Indonesia 2015 mengungkapkan bahwa cadangan minyak Indonesia diperkirakan akan habis dalam 13 tahun ke depan, gas 34 tahun, dan batu bara 72 tahun ke depan.

Kini, harapan hanya akan bertumpu pada energi terbarukan dari sumber nabati. Saat ini, biodiesel sudah diproduksi sebagai alternatif dari solar dan bioethanol sebagai pengganti bensin. Melalui kebijakan Mandatory Biodiesel hingga mencapai B-30 atau biodiesel hasil pencampuran solar dengan 30% minyak nabati, pada tahun 2025, konsumsi biodiesel di Indonesia saat ini terus mengalami peningkatan.

Kebijakan mandatory biodiesel yang dilakukan bertahap mulai B-15, B-20, hingga B-30 itu mampu mendorong kenaikan serapan biodiesel dalam negeri. Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) memperkirakan penyerapan biodiesel nasional tahun ini mencapai 3,5 juta kiloliter (kl). Jumlah tersebut dipastikan meningkat dibanding realisasi penyerapan tahun lalu.

Peningkatan produksi tahun ini bisa dipicu oleh penggunaan biodiesel oleh transportasi kereta api, yang dalam tahun ini diperkirakan bisa menyerap 400.000—500.000 kiloliter. Belum lagi di sektor pertambangan yang juga didorong untuk menggunakan biodiesel pada alat-alat berat.  Apalagi, pemerintah juga mendorong agar militer menggunakan biodiesel untuk alat-alat pertahanan. Jika semua itu terlaksana, bukan tidak mungkin serapan biodiesel dalam negeri bisa mencapai hingga 6 juta kiloliter.

Peran BPDPKS

Di balik penggunaan biodiesel tersebut, ada peran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Badan Layanan Umum (BLU) yang didirikan untuk mengelola dana sawit itu juga memiliki misi besar dalam produksi dan penggunaan biodiesel.

Alur perannya kurang lebih seperti berikut. Di dalam negeri terdapat banyak masyarakat dan perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit. Namun, tidak banyak darinya yang memproduksi biodiesel, sebab sebagian besar di antaranya memproduksi sawit untuk keperluan lain. Sementara itu, di sisi lain pemerintah sedang mendorong penggunaan biofuel yang di kemudian hari nanti akan benar-benar menggantikan bahan bakar berbahan dasar fosil.

Di sinilah masalahnya, kebutuhan untuk produksi biodiesel cukup tinggi, sementara tidak banyak perusahaan  yang memproduksinya. Karena itu perusahaan-perusahaan sawit tersebut perlu didorong untuk mau dan lebih banyak lagi memproduksi biodiesel.

Tentu saja, tidak semudah membalikkan telapak bagi perusahaan sawit untuk memproduksi biodiesel. Ada pertimbangan ekonomi di balik semua itu. Antara lain, perusahaan bisa rugi jika memproduksi biodiesel, sebab indeks harga biodiesel di pasaran masih jauh lebih mahal ketimbang indeks harga solar, sehingga secara ekonomis akan sulit sekali bersaing dengan solar.

Itulah sebabnya, harus ada insentif yang menutupi selisih harga tersebut agar perusahaan mau memproduksi biodiesel. Pemerintah kemudian memberikan insentif bagi perusahaan yang mau memproduksi biodiesel dan BPDPKS lah yang maju ke depan.

Tentu saja, dana insentif itu tidak mungkin berasal dari APBN karena jika itu dilakukan maka pemerintah akan dituduh memberikan subsidi. Lalu dari mana sumber dana untuk insentif tersebut? Maka diambilah dana yang dikelola BPDPKS yang murni merupakan dana sawit, yakni dana hasil pungutan dari perusahaan-perusahaan sawit yang melakukan ekspor komoditas sawit.

Dengan skema itu, dana hasil pungutan ekspor sawit dikembalikan lagi kepada produsen biodiesel sebagai insentif. Sehingga, dalam skema ini tidak ada sama sekali dana yang berasal dari APBN dan tidak ada pula subsidi kepada produsen biodiesel.

Saat ini, terdapat 19 produsen biodiesel yang menerima insentif biodiesel. Pemberian insentif ini sifatnya sementara, bahkan jika harga indeks pasar bahan bakar jenis solar naik dan menyamai harga indeks pasar biodiesel, maka tidak diperlukan lagi insentif. Pemberian insentif juga bisa dialihkan jika terdapat alternatif untuk menyerap hasil produksi CPO baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor.

“Insentif Biodiesel adalah salah satu wujud keberpihakan pemerintah kepada masyarakat. Sumber dananya bukan dari APBN, sehingga negara tidak mengeluarkan uang untuk insentif ini,” tegas Direktur Utama BPDPKS Dono Boestami. ***