Tiga Negara Gelar Misi Perjuangkan Sawit di Uni Eropa

TIGA negara produsen kelapa sawit, yakni Indonesia, Malaysia, dan Kolombia menyambangi markas Uni Eropa untuk menyuarakan kepentingan kelapa sawit yang terdampak oleh penerapan Renewable Energy Directive II (RED II) Uni Eropa. Dalam jumpa pers di Press Club Brussel, Senin (8/4/2019), Menko Perekonomian Darmin Nasution kembali menekankan keseriusan pemerintah Indonesia untuk mengkaji ulang hubungan dengan Uni Eropa jika Delegated Act diterapkan sebagai aturan dalam kebijakan RED II. Darmin menyatakan bahwa negara produsen kelapa sawit percaya bahwa masih ada upaya lain yang bisa dilakukan melalui dilaog yang lebih konstruktif terkait kelapa sawit dan pencapaian SDGs. “Indonesia dan negara produsen kelapa sawit berupaya menghindari tindakan yang merupakan konsekuensi dari ratifikasi Delegated Act. Namun, jika Delegated Act ini dilaksanakan, Pemerintah kami siap mengkaji ulang kerjasama dengan Uni Eropa secara keseluruhan termasuk dengan negara anggotanya.

Tiga Negara Gelar Misi Perjuangkan Sawit di Uni Eropa
TIGA negara produsen kelapa sawit, yakni Indonesia, Malaysia, dan Kolombia menyambangi markas Uni Eropa untuk menyuarakan kepentingan kelapa sawit yang terdampak oleh penerapan Renewable Energy Directive II (RED II) Uni Eropa. Dalam jumpa pers di Press Club Brussel, Senin (8/4/2019), Menko Perekonomian Darmin Nasution kembali menekankan keseriusan pemerintah Indonesia untuk mengkaji ulang hubungan dengan Uni Eropa jika Delegated Act diterapkan sebagai aturan dalam kebijakan RED II. Darmin menyatakan bahwa negara produsen kelapa sawit percaya bahwa masih ada upaya lain yang bisa dilakukan melalui dilaog yang lebih konstruktif terkait kelapa sawit dan pencapaian SDGs. “Indonesia dan negara produsen kelapa sawit berupaya menghindari tindakan yang merupakan konsekuensi dari ratifikasi Delegated Act. Namun, jika Delegated Act ini dilaksanakan, Pemerintah kami siap mengkaji ulang kerjasama dengan Uni Eropa secara keseluruhan termasuk dengan negara anggotanya. Tindakan ini termasuk mengkaji ulang negosiasi kerjasama, kontrak pengadaan, dan impor komoditas utama dari Uni Eropa,” tutur Darmin. `` Menko Perekonomian juga menegaskan pentingnya peran kelapa sawit bagi Indonesia. Darmin mengingatkan bahwa kelapa sawit berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), yakni dalam pemberantasan kemiskinan. Menurutnya diskriminasi terhadap kelapa sawit berdampak langsung terhadap 19,5 juta pekerja, petani, dan keluarganya. “Kemiskinan di negara seperti Indonesia sering menjadi penyebab munculnya ekstremisme dan bahkan terorisme yang sekarang ini harus diperangi dunia. Indonesia dan 28 negara Uni Eropa bertanggung jawab terhadap upaya pencegahan kerusuhan sosial yang menyebabkan tindakan ekstrem,” ujar Darmin. Darmin juga mengungkapkan bahwa sejumlah tindakan telah dilakukan untuk menyampaikan sikap.  Ketua DPR RI telah mengirim surat kepada Presiden Parlemen Eropa yang menyatakan penolakannya terhadap Delegated Act yang diadopsi oleh Parlemen Eropa. Surat yang sama juga telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Mahathir Mohamad. [caption id=`attachment_4794` align=`alignnone` width=`1024`]`` Menko Perekonomian Darmin Nasution berdiskusi mengenai kelapa sawit dengan anggota Parlemen Uni Eropa Elmar Brok di Brussels, Belgia (8/4/2019). (Foto: KBRI Brussels/@kbribxl)[/caption] Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Industri Primer Malaysia Tan Yew Chong menyampaikan pesan bahwa penerapan Delegated Act yang menggolongkan kelapa sawit sebagai komoditas berisiko tinggi berdasarkan kriteria ILUC (Indirect Land Use Change) merupakan tindakan yang bias dan tidak fair, baik dari sisi metodologi, bukti ilmiah, dan lain-lain. “Kami telah menyampaikan tanggapan secara resmi secara detil yang didasarkan pada fakta ilmiah dan komentar teknis mengenai Delegated Act. Hari ini, kami juga sudah mengirim surat pernyataan bersama yang ditandatangani oleh masing-masing kepala pemerintahan (Indonesia dan Malaysia). Pesannya, jangan mendiskriminasi kelapa sawit,” tegas Tan. Sedangkan perwakilan Kolombia yang diwakili oleh Duta Besar Kolombia di Brussel Felipe Garcia Echeverri menyampaikan bahwa negaranya sangat terpengaruh diskriminasi sawit. “Sebanyak 60% produk kelapa sawit Kolombia diekspor ke Uni Eropa. Sebanyak 85% perkebunan sawit dimiliki oleh petani kecil. Kolombia merupakan produser sawit terbesar di benua Amerika dan keempat terbesar di dunia,” ujarnya. Delegasi dari Indonesia, Malaysia, dan Kolombia dijadwalkan melakukan serangkaian pertemuan di Brussel. ***