Tanah Leluhur Kelapa Sawit, Bagaimana Konsumsi Minyak Sawit di Kawasan Afrika?

Masyarakat kawasan Afrika sudah lama mengenal tanaman kelapa sawit dan memanfaatkan minyak sawit sebagai bahan pangan maupun obat tradisional.

Tanah Leluhur Kelapa Sawit, Bagaimana Konsumsi Minyak Sawit di Kawasan Afrika?
Suasana perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Kawasan Afrika memiliki keunikan tersendiri dalam industri minyak sawit global. Kawasan Afrika, khususnya Afrika Barat Daya, merupakan tanah leluhur dari tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan oleh dua negara produsen minyak sawit terbesar dunia saat ini yakni Indonesia dan Malaysia (PASPI, 2023; USDA, 2024; PASPI, 2024).

Sebagai daerah asal tanaman kelapa sawit, masyarakat kawasan Afrika sudah lama mengenal tanaman kelapa sawit dan memanfaatkan minyak sawit sebagai bahan pangan maupun penggunaan lainnya.

Jauh sebelum Indonesia dan Malaysia mengenal dan memanfaatkan minyak sawit sebagai bahan pangan minyak/lemak, masyarakat Afrika telah menggunakan minyak sawit sebagai bahan pangan maupun obat tradisional. Tidak hanya diekstraksi minyaknya, buah sawit matang juga difermentasi untuk menghasilkan wine yang dikonsumsi masyarakat Afrika (Carrere, 2013).

Bahkan pada era kolonial Eropa abad ke-18, minyak sawit dari Afrika telah diekspor ke Eropa sebagai bahan pelumas industri dalam produksi pelat timah, penerangan jalan, alat perang, serta menjadi bahan baku semi-padat berlemak untuk pembuatan lilin dan pembuatan sabun (PASPI, 2024).

Dalam sejarah perkebunan sawit dunia, Nigeria dan Kongo pernah menjadi negara produsen minyak sawit terbesar dunia pada tahun 1959 dengan pangsa kedua negara mencapai 60 persen dari produksi minyak sawit dunia (Sipayung, 2012).

Namun setelah itu, posisi sebagai produsen minyak sawit dunia diambil alih oleh Malaysia hingga tahun 2006, dan kemudian posisi tersebut ditempati Indonesia sejak tahun 2006 hingga saat ini.

Meskipun dari segi produksi minyak sawit Afrika tidak setinggi masa lalu, namun budaya konsumsi minyak sawit sebagai minyak nabati telah terbentuk sejak lama hingga saat ini. Bahkan, kawasan Afrika satu-satunya negara di luar Indonesia dan Malaysia yang memiliki pangsa konsumsi minyak sawit terbesar dalam konsumsi minyak nabati. Konsumsi minyak sawit yang tumbuh melampaui produksi domestik, menjadikan kawasan Afrika menjadi kawasan net importir minyak sawit dunia (PASPI, 2024).

Berdasarkan data USDA (2024), dari keempat minyak nabati utama dunia yakni minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari, pangsa minyak sawit adalah terbesar dalam konsumsi minyak nabati Afrika. Dalam periode tahun 2010-2023, pangsa minyak sawit dalam konsumsi top empat minyak nabati Afrika mencapai sekitar 70 persen.

Kemudian disusul minyak kedelai dengan pangsa sekitar 22 persen. Sisanya (8 persen) merupakan pangsa konsumsi minyak rapeseed dan minyak bunga matahari di mana pangsa minyak bunga matahari cenderung menurun dan pangsa minyak rapeseed relatif konstan (PASPI, 2024).

Dengan kata lain, minyak nabati utama yang dikonsumsi oleh masyarakat kawasan Afrika adalah minyak sawit. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan masyarakat Afrika mengonsumsi minyak sawit masih bertahan hingga saat ini. Sebagian besar minyak sawit di Afrika digunakan untuk memproduksi produk pangan (oleofood complex) dan sisanya untuk kebutuhan industrial yang memproduksi produk kosmetik, toiletries, higienis (oleochemical complex), dan energi (biofuel complex) (Ayodele, 2010; Uzonwanne et.al., 2023).

Tentunya selain faktor kebiasaan tersebut, harga minyak sawit dunia yang lebih murah dibandingkan minyak nabati lainnya turut mendorong peningkatan konsumsi tersebut. Di sisi lain, produksi minyak sawit Afrika masih menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. Top 10 negara produsen minyak sawit di kawasan Afrika yakni Nigeria, Kongo, Ghana, Pantai Gading, Kamerun, Sierra Leone, Angola, Guinea, Liberia, dan Senegal (PASPI, 2024).

Selama periode 2010-2023, produksi minyak sawit Afrika meningkat dari sekitar 3,6 juta ton menjadi sekitar lima juta ton. Namun, konsumsi minyak sawit domestik meningkat lebih besar yakni dari sekitar 7,9 juta ton menjadi sekitar 11 juta ton pada periode yang sama.

Akibatnya, impor minyak sawit Afrika meningkat dari sekitar 4,3 juta ton menjadi sekitar 6 juta ton pada periode tersebut. Data di atas menunjukkan bahwa sekitar 50 persen dari konsumsi minyak sawit Afrika dipenuhi dari impor (PASPI, 2024).

Dengan pangsa konsumsi minyak sawit yang cukup besar dalam konsumsi minyak nabati Afrika dan besarnya pangsa minyak sawit Indonesia dalam impor minyak sawit Afrika merupakan indikator penting untuk menjadikan Afrika sebagai sebagai salah satu target pasar yang potensial ke depan. Terlebih dengan proyeksi ke depan, Nigeria dengan penduduk terbesar di kawasan Afrika akan menjadi lima tertinggi negara dengan ekonomi terbesar di dunia.

Proyeksi tersebut dapat menjadikan Nigeria menjadi salah satu pasar tujuan ekspor yang penting bagi Indonesia (PASPI, 2024).

Lebih lanjut dijelaskan PASPI (2024) dalam jurnal berjudul Minyak Sawit dalam Konsumsi Minyak Nabati Benua Afrika dan Implikasi Bagi Indonesia, masyarakat dan negara-negara kawasan Afrika juga memiliki hubungan batin dan historis tersendiri dengan Indonesia.

Ada beberapa peristiwa yang mewarnai hubungan Indonesia dengan Afrika. Pertama, Afrika khususnya Afrika Barat Daya merupakan tanah leluhur kelapa sawit yang ada di Indonesia. Kedua, Konferensi Asia-Afrika pertama di Bandung pada tahun 1955 yang melahirkan Gerakan Non-Blok juga turut melahirkan semangat seperjuangan antar-negara tersebut.

Ketiga, keberhasilan Indonesia swasembada beras yang menurunkan harga beras dunia, yang secara tidak langsung membantu rakyat Afrika untuk memperoleh beras yang lebih murah.

Keempat, keberhasilan Indonesia menjadi produsen minyak sawit terbesar dunia sekaligus menempatkan minyak sawit sebagai minyak nabati terbesar dan termurah dunia, membantu (meningkatkan availability dan affordability) masyarakat Afrika memperoleh minyak nabati yang lebih murah (PASPI, 2023; PASPI Monitor, 2021; PASPI, 2024).