Prospek Cerah Industri Sawit Indonesia Pasca-Kesepakatan IEU-CEPA
Jika free trade antara Indonesia dan Uni Eropa terjadi maka ada peluang untuk meningkatkan ekspor minyak sawit dan produk turunan ke pasar Uni Eropa.

Negosiasi kemitraan ekonomi, perdagangan, dan investasi antara Indonesia dengan Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement atau IEU-CEPA) menuju perdagangan bebas (free trade) telah dimulai sejak 18 Juli 2016 silam.
Sejak negosiasi dimulai hingga pada bulan Juli 2025, negosiasi antara Indonesia dengan Uni Eropa telah berlangsung selama 19 putaran. Salah satu aspek yang menjadi standing point Indonesia dalam perundingan IEU-CEPA tersebut adalah isu minyak sawit. Selama ini Uni Eropa ditengarai membiayai sejumlah organisasi non-pemerintah atau non-governmental organization (NGO) trans-nasional maupun NGO lokal untuk melakukan kampanye negatif terhadap minyak kelapa sawit (PASPI, 2023).
Tidak hanya menyebarkan isu negatif dan black campaign, Uni Eropa juga menerapkan hambatan non-tarif terhadap minyak sawit (maupun produk sawit) asal Indonesia seperti RED-II ILUC (PASPI Monitor, 2019) hingga kebijakan EUDR (PASPI Monitor, 2022, 2023, 2024).
Pada bulan Juli 2025 kerja sama kemitraan ekonomi antara Indonesia dengan Uni Eropa berhasil disepakati. Dalam hal ini, IEU-CEPA memberikan akses bebas tarif hingga 98 persen produk ekspor Indonesia ke pasar Eropa, termasuk komoditas minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya, yaitu minyak inti sawit (palm kernel oil atau PKO). Tarif nol persen untuk CPO berlaku dengan batas ekspor maksimal satu juta ton per tahun.
Salah satu sektor yang diuntungkan dari free trade antara Indonesia dan Uni Eropa tersebut adalah sektor minyak nabati, khususnya industri minyak sawit. Jika free trade (tarif impor nol dan non-tariff barrier dihapus) antara Indonesia dan Uni Eropa terjadi maka ada peluang untuk meningkatkan ekspor minyak sawit dan produk turunannya ke pasar Uni Eropa. Akan tetapi, jika Uni Eropa tetap memberlakukan kebijakan non-tariff barrier dengan alasan tertentu maka harapan untuk meningkatkan ekspor sawit ke UE akan pupus.
PASPI Monitor (2025) dalam artikel Diseminasi dan Policy Brief berjudul IEU-CEPA, Tarif Resiprokal Trump, dan Prospek Industri Sawit Indonesia mengatakan bahwa kesepakatan IEU-CEPA akan membawa perdagangan Indonesia-Uni Eropa pada free trade sehingga membuka peluang peningkatan ekspor minyak sawit ke Uni Eropa yang lebih besar ke depan.
Hasil simulasi free trade Indonesia dengan Uni Eropa (Damuri et.al., 2021; Friawan, 2023) mengungkapkan bahwa jika free trade (tarif impor nol) tersebut berjalan penuh maka akan berdampak positif terhadap PDB riil Indonesia maupun Uni Eropa, di mana laju pertumbuhan PDB riil Indonesia lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan PDB riil Uni Eropa. Selain itu, ekspor Indonesia ke Uni Eropa akan meningkat sekitar 57,7 persen. Demikian juga dengan ekspor Uni Eropa ke Indonesia meningkat sekitar 76 persen.
Adapun, Uni Eropa merupakan salah satu pasar tradisional untuk ekspor produk sawit Indonesia, ditunjukkan dengan pangsa ekspor sebesar 11,8 persen selama periode tahun 2020-2024 (ITC Trademap, 2025).
Perlu diketahui, selama ini kebijakan non-tariff barrier yang diberlakukan oleh Uni Eropa terhadap minyak kelapa sawit telah menekan volume ekspor minyak sawit dan turunannya sehingga terjadi penurunan dari sekitar lima juta ton pada tahun 2020 menjadi hanya sekitar 3,4 juta ton pada tahun 2024 lalu (ITC Trademap, 2025).
PASPI Monitor (2025) menekankan agar implementasi kesepakatan Indonesia-Uni Eropa (IEU CEPA) perlu dipastikan agar free trade benar-benar dilakukan dan tidak memberlakukan non-tariff barrier sehingga dapat meningkatkan ekspor produk sawit Indonesia ke Uni Eropa.