Pengusaha Sawit Tak Khawatir Kampanye Hitam Eropa

KAMPANYE hitam terhadap industri dan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia masih saja dilakukan oleh sejumlah pihak di Uni Eropa. Namun demikian, kalangan pengusaha tidak khawatir, bahkan sebaliknya memaknai positif hal tersebut.

Pengusaha Sawit Tak Khawatir Kampanye Hitam Eropa

Fadhil Hasan, Direktur Corporate Affairs Asian Agri menyatakan pihaknya tidak khawatir dengan kampanye seperti itu karena Uni Eropa tidak akan bisa lepas dari penggunaan minyak kelapa sawit. "Eropa mau tidak mau tetap akan bergantung pada sawit. Karena di Eropa minyak sawit sebagian besar digunakan untuk bahan pokok industri, sekitar 40% dipakai untuk biodiesel," ujarnya di Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Selasa (10/4/2018).

Uni Eropa tengah gencar menggantikan ketergantungan minyak kelapa sawit dengan minyak rapeseed atau minyak biji bunga matahari. Namun, harus disadari perpindahan atau migrasi itu akan menimbulkan biaya ekonomi yang lebih mahal. Sehingga masyarakat akan tetap menggunakan minyak sawit.

Apalagi, menurut Fadhil, biaya produksi industri makanan atau biodiesel berbahan non sawit jauh lebih mahal. Untuk memperoleh minyak bunga matahari, misalnya, dibutuhkan lahan yang lebih luas dibandingkan sawit.

Sebagai perbandingannya, setiap satu hektare lahan sawit bisa menghasilkan sekitar empat ton per tahunnya. Sementara minyak kedelai hanya 0,5 ton per hektare per tahun, apalagi rapeseed yang hanya mampu produksi 0,8 per hektare per tahunnya. Tentunya jumlah tersebut sangat jauh dibandingkan sawit yang berkelanjutan system tanamanya.

Fadil menilai imbas dari keputusan parlemen Uni Eropa terhadap ekspor minyak kelapa sawit, tidak akan signiFkan. Keputusan yang dibuat oleh parlemen baru akan menjadi sebuah kebijakan di Uni Eropa selepas disetujui pihak komisi dan dewan Uni Eropa. “Kita tidak melawan kebijakan Uni Eropa untuk menghentikan, itu terserah dia. Tapi kita khawatir negara lain mengikuti langkah mereka,” ucapnya. ***