BPDPKS Yakinkan Publik Eropa Mengenai Kontribusi Sawit bagi SDGs

DIREKTUR Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Dono Boestami menegaskan industri kelapa sawit Indonesia telah memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang merupakan agenda PBB. Penegasan itu disampaikan Dono saat memberikan paparan dalam Business Forum di ajang International Green Week Berlin 2019 di Berlin, Jerman, (22/1/2019). “Sektor sawit berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ekspor dan neraca perdagangan, mengurangi inflasi dan menggantikan bahan bakar fosil dengan energi berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan energi nasional,” kata Dono. Menurutnya, sumbangan sawit terhadap neraca perdagangan Indonesia sangat signifikan. Pada 2017, total nilai ekspor sawit mencapai Rp239 triliun sekaligus menjadi ekspor terbesar nasional melampaui ekspor minyak dan gas. Selain itu, kehadiran sawit juga mampu menggantikan bahan bakar berbasis fosil hingga 3 juta kilo liter melalui program mandatori biodiesel 20% pada 2016.  Bahkan kontribusi terhadap perekonomian di dalam negeri mencapai 3% dari total PDB; sebesar 0,63% terhadap neraca perdagangan; 1,75% terhadap pengurangan inflasi; 1,74% terhadap pengurangan pengeluaran pemerintah, serta berpengaruh positif bagi real capital return sebesar 0,62%. Pencapaian SDGs Dono menuturkan, kelapa sawit Indonesia juga memberikan sumbangan yang besar bagi pencapaian SDGs, mulai dari penghapusan kemiskinan, pemenuhan ketersediaan pangan, penanganan perubahan iklim, penyediaan energi yang ramah lingkungan, dan lain-lain. Dalam hal penanganan perubahan iklim dan penyediaan energi yang ramah lingkungan, sektor kelapa sawit memiliki peran yang sangat penting.

BPDPKS Yakinkan Publik Eropa Mengenai Kontribusi Sawit bagi SDGs
DIREKTUR Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Dono Boestami menegaskan industri kelapa sawit Indonesia telah memberikan kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang merupakan agenda PBB. Penegasan itu disampaikan Dono saat memberikan paparan dalam Business Forum di ajang International Green Week Berlin 2019 di Berlin, Jerman, (22/1/2019). “Sektor sawit berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ekspor dan neraca perdagangan, mengurangi inflasi dan menggantikan bahan bakar fosil dengan energi berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan energi nasional,” kata Dono. Menurutnya, sumbangan sawit terhadap neraca perdagangan Indonesia sangat signifikan. Pada 2017, total nilai ekspor sawit mencapai Rp239 triliun sekaligus menjadi ekspor terbesar nasional melampaui ekspor minyak dan gas. Selain itu, kehadiran sawit juga mampu menggantikan bahan bakar berbasis fosil hingga 3 juta kilo liter melalui program mandatori biodiesel 20% pada 2016.  Bahkan kontribusi terhadap perekonomian di dalam negeri mencapai 3% dari total PDB; sebesar 0,63% terhadap neraca perdagangan; 1,75% terhadap pengurangan inflasi; 1,74% terhadap pengurangan pengeluaran pemerintah, serta berpengaruh positif bagi real capital return sebesar 0,62%. `` Pencapaian SDGs Dono menuturkan, kelapa sawit Indonesia juga memberikan sumbangan yang besar bagi pencapaian SDGs, mulai dari penghapusan kemiskinan, pemenuhan ketersediaan pangan, penanganan perubahan iklim, penyediaan energi yang ramah lingkungan, dan lain-lain. Dalam hal penanganan perubahan iklim dan penyediaan energi yang ramah lingkungan, sektor kelapa sawit memiliki peran yang sangat penting. “Pengurangan emisi merupakan program prioritas bagi Indonesia sesuai dengan Kesepakatan Paris. Upaya ini sulit dicapai tanpa kontribusi langsung dari sektor kelapa sawit,” tegas Dono. Sumbangan itu antara lain melalui program peremajaan kelapa sawit rakyat yang memungkinkan peningkatan produktivitas tanpa memerlukan lahan baru dan mengurangi pembukaan lahan ilegal. Selain itu, Indonesia juga menerapkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan kebijakan moratorium hutan primer dan lahan gambut. Dalam pengembangan sawit, diterapkan pula manajemen pencegahan kebakaran hutan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam konservasi hutan. Kelapa sawit juga mampu menyediakan energi yang bersih dan ramah lingkungan melalui program mandatori biodiesel sejak 2015. Program ini selain mampu mengurangi emisi juga membuka ruang untuk pengembangan program konversi minyak sawit menjadi bahan bakar bio hidrokarbon untuk memproduksi green diesel, green gasoline, dan green avtur. Kelapa sawit bahkan sudah mampu meningkatkan rasio elektrifikasi di perdesaan melalui penggunaan POME (Palm Oil Mill Effluent) bagi 1,4 juta rumah tangga. “Sejak Agustus 2015-hingga Oktober 2018, program mandatori biodiesel telah mendorong penggunaan biodiesel di dalam negeri hingga 6,61 juta kilo liter. Penggunaan ini mampu mengurangi emisi hingga 9,88 juta ton Co2e. Bahkan sumbangan bagi perekonomian juga cukup tinggi melalui pembayaran pajak hingga Rp2,43 triliun dan penghematan cadangan devisa hingga US$2,77 juta,” tutur Dono. Kontribusi sawit berikutnya terhadap SDGs terlihat pada penyediaan pekerjaan layak dan mendorong pertumbuhan ekonomi (Decent Work and Economic Growth). Sebagai industri padat karya, kelapa sawit bisa menyediakan lapangan kerja dalam jumlah banyak, bagi jutaan orang. Saat ini terdapat lebih dari 16 juta orang bekerja di sektor sawit, yakni 12 juta tenaga kerja tidak langsung dan 4,2 juta orang pekerja langsung. Sektor perkebunan bahkan telah menciptakan 2,4 juta petani sawit yang mampu menyediakan pekerjaan bagi 4,6 juta orang. Sementara itu, terkait sasaran pengurangan kemiskinan dan kesenjangan, sektor kelapa sawit mampu mengurangi kemiskinan secara signifikan dari 60% pada 1970 menjadi hanya 9,82% pada Maret 2018. Bahkan, Koefisien GINI juga menurun dari 0,4 menjadi 0,3 dalam tiga tahun terakhir. Dono juga menegaskan sejak tahun 2000, sektor kelapa sawit Indonesia telah membantu 10 juta orang keluar dari kemiskinan karena ekspansi kelapa sawit secara langsung, dan 1,3 juta orang di antaranya berada di perdesaan. Disampaikan pula, dalam upaya mengatasi kelaparan (zero hunger), sektor kelapa sawit telah memberikan sumbangan yang signifikan.  Yakni, berhasil mendorong pencapaian ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi serta menggalakkan pertanian berkelanjutan. Upaya tersebut diwujudkan melalui program peremajaan sawit rakyat untuk meningkatkan produktivitas lahan milik petani. Peningkatan produktivitas tersebut pada akhirnya akan memberikan pasokan sawit yang cukup bagi industri makanan, termasuk minyak goreng dan makanan berbasis sawit. “Dengan rata-rata pertumbuhan dan program peremajaan yang sedang berjalan, diharapkan lebih dari 50 juta ton sawit akan diproduksi pada 2025,” papar Dono. Selain itu, kelapa sawit juga memberikan kontribusi positif bagi upaya pemerintah untuk mencegah stunting (masalah kurang gizi kronis). Saat ini Indonesia dihadapkan pada prevalansi stunting mencapai 7,4 juta balita (30%). Dalam hal ini minyak goreng sawit membantu penyediaan vitamin A. Pada 2017, sebanyak 35 dari 48 minyak goreng sawit dinyatakan telah memenuhi standar pemenuhan vitamin A. ***