Minyak Sawit sebagai Solusi atas Tantangan Keberlanjutan Global
Minyak kelapa sawit lebih berkelanjutan apabila dibandingkan dengan minyak nabati utama lain.
Secara total terdapat 17 jenis sumber minyak nabati yang diproduksi dan dikonsumsi di dunia, baik untuk kebutuhan pangan maupun energi. Dari jumlah tersebut, hanya empat jenis minyak nabati yang mendominasi pasar dunia yakni minyak sawit, minyak kedelai, minyak rapeseed, dan minyak bunga matahari. Keempat jenis minyak nabati tersebut mencakup sekitar 90 persen dari total produksi dan konsumsi minyak nabati dunia (PASPI, 2023).
Setiap jenis minyak nabati memiliki tingkat produktivitas yang berbeda-beda (PASPI, 2023). Produktivitas minyak sawit per hektare tercatat sekitar delapan hingga 10 kali lebih tinggi apabila dibandingkan dengan sumber minyak nabati lain. Hal ini menunjukkan bahwa kelapa sawit merupakan tanaman paling efisien dari sisi penggunaan lahan sekaligus memiliki produktivitas minyak tertinggi (PASPI Monitor, 2021a).
Rata-rata produktivitas minyak sawit dalam bentuk crude palm oil (CPO) dan crude palm kernel oil (CPKO) mencapai 3,36 ton per hektare. Sebagai perbandingan, produktivitas minyak bunga matahari, rapeseed, dan kedelai masing-masing hanya sebesar 0,78 ton; 0,74 ton; dan 0,47 ton per hektare. Dengan demikian, secara rasional masyarakat global memiliki kecenderungan untuk memilih sumber minyak nabati yang lebih berkelanjutan termasuk minyak sawit.
PASPI Monitor (2024) dalam jurnal berjudul Bill Gates, Minyak Sawit, dan Top Emitter Gas Rumah Kaca Global mengatakan bahwa minyak sawit lebih berkelanjutan apabila dibandingkan dengan minyak nabati utama lain. Keunggulan tersebut mencakup tingkat deforestasi rendah, menjaga biodiversitas, emisi lebih rendah, kemampuan penyerapan karbon lebih besar, hingga dampak polusi lebih kecil.
Berikut ini ulasan mengenai lima keunggulan minyak sawit yang menempatkannya sebagai solusi atas tantangan keberlanjutan global.
Tingkat Deforestasi Rendah. Kelapa sawit merupakan tanaman paling efisien dalam pemanfaatan lahan. Untuk menghasilkan satu ton minyak nabati, kelapa sawit hanya membutuhkan sekitar 0,2 hektare lahan. Sebaliknya, tanaman sumber minyak nabati lain memerlukan lahan delapan hingga 10 kali lebih luas untuk menghasilkan volume minyak yang sama.
Jika asumsi lahan yang digunakan merupakan hasil deforestasi maka produksi minyak sawit terbukti memiliki tingkat deforestasi jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan komoditas minyak nabati lain (PASPI, 2023).
Menjaga Biodiversitas. Terkait biodiversitas, seluruh perluasan lahan minyak nabati berkontribusi terhadap hilangnya keanekaragaman hayati apabila berasal dari kawasan yang sebelumnya merupakan habitat alami.
Studi Beyer et al. (2020) serta Beyer & Rademacher (2021) yang mengukur species richness loss (SRL) per liter minyak menunjukkan bahwa biodiversitas yang hilang akibat produksi minyak sawit lebih rendah apabila dibandingkan dengan minyak nabati lain (PASPI, 2023).
Emisi Lebih Rendah. Emisi karbon dari proses produksi minyak nabati menjadi perhatian global. Hal tersebut berdasarkan studi Beyer et al. (2020) dan Beyer & Rademacher (2021) yang menemukan bahwa pada level ekosistem global, kebun sawit dunia merupakan penghasil minyak nabati dengan tingkat emisi paling rendah apabila dibandingkan dengan sumber minyak nabati lain.
Dengan kehadiran minyak sawit, masyarakat dunia terhindar dari peningkatan emisi gas rumah kaca atau GRK yang lebih besar dalam proses produksi dan konsumsi minyak nabati (PASPI, 2023).
Penyerapan Karbon Lebih Besar. Kemampuan penyerapan karbon (carbon sink atau sequestration) pada tanaman kelapa sawit relatif tinggi dan meningkat seiring dengan pertambahan usia tanaman (Singh et al., 2018; Lamade dan Bouillet, 2015; PASPI, 2023).
Studi Chan (2002), Kusumawati et al. (2021), Khasanah et al. (2019), dan Setiadi et al. (2020) menunjukkan bahwa cadangan karbon pada perkebunan kelapa sawit berkisar antara 16,12 hingga 74,7 ton C per hektare. Angka tersebut jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan cadangan karbon rata-rata hutan di Perancis (CIRAD, 2015). Penyerapan karbon tersebut dapat tersimpan hingga 25–30 tahun dalam bentuk biomassa maupun lebih dari 100 tahun dalam bentuk karbon organik tanah.
Dampak Polusi Lebih Kecil. Produksi minyak nabati juga dikaitkan dengan polusi tanah dan air akibat penggunaan pupuk serta pestisida. Berdasarkan data Food and Agriculture Organization atau FAO (2013), setiap ton minyak sawit menghasilkan polutan nitrogen sebesar 5 kilogram; fosfor (P₂O₅) sebesar 2 kilogram; dan pestisida sebesar 0,4 kilogram.
Jumlah tersebut jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan minyak rapeseed dan kedelai yang menghasilkan polutan dalam volume jauh lebih besar (PASPI, 2023).

































